Nadia tertegun melihat adegan dalam visinya. Pertemuan antara Rian dan Dayang Sumbi berbeda jauh dengan apa yang dia bayangkan. Alih-alih pertemuan mengharukan sepasang kekasih yang bikin muak, dia justru melihat bagaimana Rian dihadapkan pada kebenaran. Dalam hati, Nadia bersyukur bukan dia yang menjatuhkan fakta itu pada Rian. Dia merasa iba pada pemuda malang itu. Sekesal apa pun dirinya pada pemuda Rian, tetap saja, dia peduli. Tanpa sadar, Nadia berjalan mendekati Rian, didorong oleh keinginan untuk menenangkan pemuda itu.
"Tidak mungkin. Aku ini anak yatim piatu ...," ucap Rian tercekat, membuat Nadia tersentak dan berhenti semeter darinya, membatalkan niat untuk memegang tangan pemuda itu.
Dayang Sumbi menggeleng putus asa. "Maafkan aku. Sewaktu kau berumur sepuluh tahun, kau melakukan kesalahan besar yang membuatku murka dan mengusirmu. Berhari-hari aku menunggumu kembali tapi kau menghilang. Dalam penyesalanku, aku meminta pada pada Sang Hyang untuk umur panjang dan wajah yang tetap muda agar kau mengenaliku."
Wanita cantik itu menatap Rian dengan senyum getir. "Sang Hyang mengabulkannya ...."
"Jadi ... sejak awal kau tahu--"
Sumbi menggelengkan kepalanya. "Aku tidak menyangka kau benar-benar putraku. Kukira kau hanya pemuda yang menyerupai dia sampai ...."
Rian menyentuh bekas luka di kepalanya, mengingat kejadian saat Sumbi berteriak kaget. "Kau menyisir rambutku dan melihat ini ...."
Dengan sedih, Sumbi mengangguk. "Akulah yang menyebabkan luka itu. Bagaimana mungkin aku lupa?" Air mata akhirnya turun membasahi pipi halus tersebut.
"Setelah itu kau melamarku. Aku ... aku tidak tahu harus berbuat apa. Jika aku menolakmu secara terang-terangan, aku takut kau akan meninggalkanku lagi. Berulang kali aku berusaha mengulur waktu tapi kau mendesak hingga aku akhirnya memberimu syarat tidak masuk akal itu."
"Lalu ketika aku nyaris berhasil, kau menggagalkannya ...." Rian menambahkan dengan suara tercekat, menahan emosi. Dia mengertakkan gigi. Amarah dingin kembali memenuhi wajahnya. Nadia mundur karena merasa takut. Rian di hadapannya bukan Rian yang dia kenal.
Rian memukul pohon di sampingnya, membuat batangnya patah menjadi dua di bekas pukulannya. Pohon itu tumbang, membuat Nadia dan Sumbi berjengit kaget.
"Itu semua demi dirimu, Sangkuriang!" seru Sumbi putus asa. "Aku tidak bisa menikah dengan anak kandungku!"
"DIAM!" seru Rian berusaha mengendalikan rasa panas yang membakar dada. Kekecewaan dan rasa dikhianati mengalir bagai racun dalam darah. "Kau tidak layak disebut sebagai seorang ibu! Aku menyesal dilahirkan dari rahim seorang wanita sepertimu!"
"Sangkuriang!" seru Sumbi putus asa ketika pemuda itu membalikkan badan. "Maafkan Ibu! Maafkan!!!"
Wanita itu menangis mencucurkan air mata ketika Rian berjalan pergi sambil menulikan telinga. Nadia iba melihat Sumbi menangis tapi dia lebih khawatir Rian akan melakukan sesuatu yang bodoh karena amarahnya. Dia segera berjalan mengikuti Rian kembali ke hutan, meninggalkan Sumbi yang terus menangis sambil minta maaf.
"Rian!" panggil Nadia walau pemuda itu tidak mendengar. "Jangan melukai dirimu!"
Rian terus berjalan menembus hutan. Sepanjang perjalanan, dia memukul pohon-pohon hingga tumbang. Nadia baru sadar betapa kuat pemuda itu, berbeda saat Rian melindunginya dari Nenek Sihir dan Dewi Galuh. Rian menjaganya dengan lembut. Menyadari itu, detak jantung Nadia kembali berpacu padahal dia sudah berjanji tidak akan membiarkan pemuda itu mengusik hatinya.
Tidak! Tidak! Bukan saatnya baper!
Nadia menggelengkan kepala kuat-kuat untuk tetap fokus. Rian berjalan ke arah tebing menanjak ke puncak gunung dan ketika sampai, dia mengambil ancang-ancang untuk memukul tembok batu yang tertutup tanaman merambat. Nadia membelalakkan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Nadia dan Sangkuriang - Twisted Indonesian Folktales
FantasiaFantasy Adventure Teenfiction 13+ #24 di FiksiRemaja Nadia mati-matian berusaha menjadi murid biasa, walau dia seorang anak indigo. Kelebihan yang membuatnya sering terkena masalah karena terpaksa harus membantu arwah-arwah penasaran. Suatu hari, se...