6: Ketika Gebetanmu Ga Peka Sama Sekali

1.4K 320 18
                                    

Jika ditanya apakah Nadia mengidap Narkolepsi--sebuah penyakit yang membuat penderitanya tidur kapan pun--Nadia dengan yakin menjawab tidak. Jadi, kejadian dia tiba-tiba pingsan tidak pernah terjadi, kecuali bila diikuti oleh mimpi dan visi, seperti yang dia alami saat ini. Nadia mendapati dirinya kembali mengambang di kehampaan. Ingin sekali dia mengomel tapi dia yakin itu tidak ada gunanya. Lagipula, kali ini dia bisa dibilang menunggu-nunggu mendapat petunjuk yang lebih jelas. Mungkin visinya bisa memberi tahu bagaimana kabar Aidan setelah menghilang berhari-hari.

Sesuai dugaannya, tak lama kemudian kegelapan di hadapannya terburai, menyisakan sebuah layar bercahaya seperti menonton bioskop tanpa suara. Dalam layar itu, Nadia melihat seorang pemuda lain memakai jarik bermotif parang rusak sedang menghadap seseorang yang duduk di tahta. Wajah orang yang duduk tersebut terpotong. Namun Nadia dapat melihat jelas wajah pemuda tersebut. Wajahnya kaku dan tegas dengan mata dalam dan alis tebal. Berbeda dengan Rian, orang itu terlihat beberapa tahun lebih tua dan lebih serius. Nadia tidak mengenalinya. Orang itu mengangguk seperti menyetujui perkataan orang yang duduk. Nadia memicingkan mata, berusaha mencari tahu apa yang mereka bicara kan tapi seketika gambar di layar berubah. Nadia terkesiap.

Kini di hadapannya muncul gambar dua pecahan kaca berwarna pelangi. Kedua pecahan tersebut serupa, nyaris tidak bisa dibedakan satu sama lain. Selagi Nadia melihatnya, dua benda itu terpencar. Sekeliling Nadia berubah dari gelap menjadi angkasa di atas bumi Indonesia. Gadis itu menahan napas ketika melihat kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan awan tipis berarak. Hijau dan subur. Tampak begitu indah dari angkasa, layak diberi sebutan Zamrud Khatulistiwa. Kekagumannya tidak bertahan lama karena tiba-tiba saja dia terjatuh begitu cepat ke atas pulau Sumatera, mengikuti salah satu pecahan Kristal. Walau jantungnya terasa merosot, Nadia tak ingin kehilangan jejak Kristal lainnya. Gadis itu melemparkan pandangan ke arah kanan dan mendapati sebuah titik bercahaya jatuh tepat di tengah pulau Jawa. Dia ingin melihat lebih jelas tapi pandangannya tertutup awan sementara dia terus jatuh. Walau tahu ini mimpi, sensasi angin dan gravitasi tampak nyata hingga Nadia menjerit. Tanah tampak semakin dekat dengannya dan dia melihat sebuah kota besar. Nyaris saja dia menabrak salah satu bangunan, tapi gerakannya tiba-tiba berhenti.

Ketika Nadia mengerjapkan mata, entah bagaiman dia sudah berdiri di sebuah pusat kota dengan sebuah menara jam berdiri tepat di tengahnya. Seluruh sensasi jatuhnya hilang tak berbekas. Berbeda dengan yang pernah dia lihat di brosur-brosur wisata kota London, jam itu memiliki atap yang mencuat keluar ke arah empat sisi dan berwarna putih. Nadia bertanya-tanya di mana dia pernah melihat arsitektur seperti itu, tapi sebelum dia berpikir, dia merasakan pipinya disentuh oleh seseorang.

Seketika Nadia menoleh tapi dia hanya sendirian di sana. Kota itu tampak kosong tak berpenghuni. Tepukan terasa sekali lagi, disusul dengan panggilan namanya.

"Nadia!"

Gadis itu membuka mata dan terlonjak, tapi tubuhnya ditahan sesuatu. Mata Nadia nanar memandang sekelilingnya, mencari tahu dengan rakus. Dia melihat langit biru dan wajah Rian menatapnya khawatir. Ketika dia menoleh, pemandangan familiar sekolahnya menyambut. Sebuah kesadaran muncul dalam benak gadis itu. Dia sudah kembali ke dunia nyata. Lalu, kesadaran lain menjajah penciumannya, bau apak dari tubuh Rian menandakan kedekatannya dengan pria itu. Benar saja, Nadia terbaring dalam pelukan Rian dengan kepala menempel di dada bidangnya sementara pemuda itu berlutut di tanah. Seketika wajah Nadia terasa panas dan dia bangkit.

"Istirahat sebentar lagi," cegah Rian khawatir.

"A-aku nggak apa-apa," dusta Nadia. Kepalanya masih sedikit pusing akibat tiba-tiba bangun tapi dia memaksa. "Berapa lama aku tidur?" tanyanya seraya menyingkir dari Rian.

Rian mengangkat bahu. "Sebentar."

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Keong dari tanah di samping Nadia. "Kamu tiba-tiba saja pingsan."

[END] Nadia dan Sangkuriang - Twisted Indonesian FolktalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang