Chapter 3 : I Know What I'm Doing

10 3 0
                                    

Lorong sempit di antara gedung-gedung besar itu lengang. Di kejauhan, tampak seorang lelaki tengah berjalan sembari menghisap rokok. Langkah kakinya sempoyongan, menandakan jika ia tidak sepenuhnya sadar. Tangan kanan pria itu mengapit rokok di jari-jarinya, sementara tangan kiri memegang sebotol vodka.

Tatapan Angie sepenuhnya terkunci pada pria itu. Angie keluar dari tempat persembunyiannya tanpa suara, kemudian melangkahkan kakinya mendekat. Tanpa ekspresi, Angie berjalan ke arah pria itu. Tangannya meraba saku jaketnya, menyentuh sebuah pisau kecil yang berada di sana. Di kejauhan, Angie melihat rekannya memberi tanda untuk memulai.

"Hei, Nona. Mengapa kau sendirian di sini? Ingin bermain bersamaku?" Pria itu sendiri yang mendekati Angie begitu menatap keberadaan gadis itu.

Bola matanya berkilat-kilat, ada nafsu binatang yang tercermin di sana. Tindak tanduknya tampak seperti penjahat kelamin yang bisa menyakiti orang lain kapanpun dan dimanapun. Angie mengumpat pelan. Hanya dengan bertatapan dengan pria itu bisa membuatnya menjadi sebenci ini.

"Bermain? Ya, aku akan mengajakmu bermain. Nama permainannya Siapa yang Paling Cepat Mati." Angie mengucapkan itu sembari tersenyum manis.

Pria di depannya tampak kebingungan, namun ekspresinya mulai berganti menjadi terkejut ketika merasakan sesuatu menyentuh dadanya. Pria itu menatap dadanya sendiri, matanya nyalang melihat sebilah pisau yang tertancap di sana.

"Kau?!" Belum sempat ucapannya selesai, tubuhnya sudah ambruk di tanah. Tubuh itu mulai menggelepar seperti ikan yang terlempar ke daratan. Jerit kesakitan pria itu terdengar.

Angie masih saja tersenyum, ia menunduk dan memegang gagang pisau kecilnya yang masih melekat di dada pria itu. Dalam satu dorongan kuat, pisau itu semakin menembus ke dada targetnya. Pria itu membelalak, ia melolong seperti anjing terluka kemudian diam tak bergerak. Angie menatap hasil pekerjaannya dengan rasa puas. Gadis itu menarik pisaunya kemudian mengusapnya dengan sapu tangan berwarna putih. Kontan darah yang melekat di bilah pisau terserap oleh sapu tangan itu, membuatnya bebercak merah di sana sini.

"Andai saja kau berperilaku normal seperti manusia pada umumnya, tentu aku tidak harus melakukan ini padamu." Angie berdiri di dekat jasad pria itu. Tatapannya tajam, sarat akan rasa muak.

Rasa muak itu membuat Angie mengangkat kakinya, lalu mulai melayangkan tendangan pada kepala mayat pria itu. Tendangan itu begitu keras sampai-sampai muncul suara rengkahan. Angie tidak peduli, ia terus saja melakukan hal itu.

"Hentikan. Sudah cukup."

Angie menatap ke belakang, mendapati seorang pria yang menarik pelan lengannya. Angie menghela napas pelan, kemudian benar-benar berhenti. Gadis itu membuang pandangannya ke arah lain.

"Maaf, Vincent. Aku terbawa emosi." Angie mengusap pelan wajahnya dan menatap pria bernama "Vincent" itu dengan ekspresi menyesal.

Vincent menggeleng pelan, kemudian ia menarik tangan Angie agar mengikutinya. "Kita bisa kembali sekarang," ucap pria itu.

"Kita tidak perlu membereskan mayatnya?" tanya Angie sembari melepaskan tangan Vincent yang menyentuhnya.

"Tidak. Josh dan Clara yang akan mengurusnya. Mereka akan sampai sebentar lagi."

"Baiklah. Kita benar-benar bisa pulang jika begitu."

Kedua orang itu terus berjalan kaki selama beberapa menit. Setelah cukup jauh dari lokasi mayat pria tadi, Vincent mengeluarkan ponselnya dan membuat panggilan untuk meminta agar ada yang menjemputnya dan Angie.

"Ngomong-ngomong, ini kali pertama kita ditugaskan bersama. Sepertinya aku akan sering meminta Bos untuk dipasangkan denganmu," ucap Vincent setelah selesai dengan ponselnya. Pria itu terkekeh pelan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hope and FALL (Sneak Peek)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang