LEGENDA CHU QIAO: AGEN PUTRI DIVISI 11 (END!)

BAB 189-190

Dia ingin menyentuh tangannya. Saat dia akan melakukannya, awan gelap melayang dan menghalangi bulan, menyebabkan kegelapan menyelimuti lanskap. Yan Xun berdiri di sana dengan canggung dengan tangan terentang. Salju di tanah tersebar oleh angin, ke jubahnya. Dia muncul seperti patung di salju.

Dia belum bertemu Yan Xun meskipun tinggal di kamp militer selama tiga hari. Baru pada hari keempat dia melakukan perjalanan turun dari celah. Ketika dia melihatnya, dia sedang mengemasi barang bawaannya. Yan Xun masuk tanpa diundang, tanpa seorang prajurit memperingatkannya. Sinar cahaya yang menyilaukan bersinar dari punggungnya. Chu Qiao berbalik dan untuk sesaat dibutakan. Yan Xun mengenakan jubah hitam panjang, dengan sulaman pola naga emas di atasnya. Dia menatapnya dalam-dalam, tetap diam untuk waktu yang lama.

Cahaya itu menyilaukan. Bintik-bintik debu bisa terlihat mengambang di bawah cahaya. Chu Qiao memandang Yan Xun. Pada saat itu, rasanya seperti mereka berada di Pengadilan Yingge bertahun-tahun yang lalu. Pemuda itu baru saja kembali dari pelatihan seni bela diri, semua berkeringat. Dia suka berdiri di belakangnya tanpa membuat suara apa pun, menunggunya menemukannya. Saat itu, mereka kesepian. Selain satu sama lain, mereka tidak memiliki orang lain. Tidak seperti sekarang, ketika mereka dikelilingi oleh banyak orang, mereka tampak semakin menjauh. Chu Qiao berdiri dan ingin berlutut untuk memberi hormat, tetapi tidak bisa memanggilnya "Yang Mulia". Yan Xun berjalan ke arahnya dan memegang tangannya. Dia tidak melawan atau melihat ke atas. Tubuhnya ditahan di pelukan pria itu, sementara dahinya bersandar di dadanya. Dia bisa mendengar detak jantungnya yang hidup, yang mengingatkannya pada genderang perang di Kota Beishuo. Langit cerah; pemandangannya berwarna emas cerah. Tirai tenda berkibar di udara karena angin. Chu Qiao melebarkan matanya, sepertinya bisa membayangkan rerumputan hijau di musim panen. Hatinya telah melayang jauh, dan tidak lagi bersamanya.

"AhChu, apakah kamu pergi?" Yan Xun bertanya dengan suara rendah, tapi dia tidak menjawab. Dia melepaskan tangannya, melihat tatapannya yang setengah hati. "AhChu?"

Chu Qiao mengangkat kepalanya dan mengangguk. "Ya, aku akan pergi besok."

"Tahun baru akan datang. Tetaplah bersamaku."

"Tidak perlu. Saya memiliki beberapa hal untuk diselesaikan, saya harus kembali. "

Yan Xun menjawab dengan keras kepala, "Serahkan pada orang lain. Aku ingin menghabiskan tahun baru bersamamu."

"Orang-orang Quanrong mendambakan Meilin Pass. Saya khawatir."

"Mereka juga perlu merayakan tahun baru," Yan Xun memandangnya dan berkata. Seolah-olah tidak ada yang terjadi di antara mereka, dia melanjutkan, "Tidak perlu menyelesaikan ini secara pribadi. Saya akan mengirim orang lain untuk menyelesaikan masalah ini. "

Chu Qiao tetap diam dan menundukkan kepalanya, melihat lingkaran kecil cahaya yang terbentuk di tanah, seperti kisi. Suasana hati Yan Xun menjadi cerah saat dia mengatakan bahwa dia ingin membawa Chu Qiao ke Kota Xiling untuk menghabiskan tahun baru. Itu adalah kota baru yang dia dirikan. Itu makmur dan hidup. Dia telah menyiapkan rumah yang nyaman dan kamar pribadi untuknya. Dia berulang kali menekankan bahwa dia telah makan camilan lezat saat dia masih muda. Setelah dia memulihkan Yan Bei, dia mencari koki yang telah menyiapkannya untuknya. Ketika dia melacaknya, dia menyadari bahwa koki itu telah meninggal di tengah konflik. Untungnya, putranya masih hidup dan mewarisi keterampilan kuliner ayahnya. Saat ini, dia ditempatkan di halaman Kota Xiling. Dia terus mengoceh, dan mulai tampak cerewet.

Chu Qiao mendengarkan lama sebelum dia mendongak dan berkata pelan, "Yan Xun, aku tidak ingin tinggal di sini."

Yan Xun tercengang saat dia tampak terikat lidah. Aliran kata-katanya yang tak berujung berhenti. Dia menatap Chu Qiao dan menjawab setelah beberapa saat, "Kamu masih menyalahkanku?"