PRANG
Suara piring yang terjatuh memecah keheningan di tengah malam. Ibar yang kebetulan masih terjaga terkaget dan menghampiri asal suara dengan sandal di genggamannya yang sudah siap untuk memukul siapapun yang ada di depannya.
Ia mengendap-endap, melihat sekelebat bayangan hitam berlalu dengan cepat. Baiklah, jika dia terbangun hingga matahari terbit, pasti kalian tahu alasannya. Lagi-lagi bayangan itu lewat, Ibar semakin gemetar lalu melempar sandal ke arah benda-makhluk atau apapun itu yang bergerak.
Dan bayangan itu berhenti, lalu mengeongㅡ
Tunggu, mengeong? Kucing jenis apa yang bisa menyusup masuk ke rumahnya. Padahal pintu serta jendela sudah tertutup rapat sejak tadi sore.
Ibar menyalakan lampu dan terkejut.
Bukan, bukan karena kucingnya. Karena jujur, makhluk butelan rambut itu sangat menggemaskan. Dirinya terkejut karena, sumpah, berantakan sekali.
"Buset... KUCING SIAPA WOY," Ia beteriak.
Derenza, Alvey, Juliecy secara bersamaan turun dari tangga.
"Yaampun kucing gueeeee. Dicariin kemana-mana," kata Juliecy lalu membawa kucing itu ke dekapannya.
"Sejak kapan lo bawa kucing jul?" tanya Ibar lalu menghela nafas. "Bilang dulu kek, panik bangsat. Gue kira setan. Mana dapur jadi kayak abis dijadiin tempat perang," lanjutnya.
"Ya sorry, baru dibawa dua hari yang lalu .Dadakan soalnya," jawab Juliecy lalu menurunkan kucingnya, serta mulai membereskan kekacauan yang dibuat oleh majikan nya.
"Lagian kok sampe dibawa kucingnya jul. Kalo kangen tinggal pulang." Derenza menyambar.
"Jadi gini ceritanya, kemarin pas mampir rumah ngeliat kucing ngenes banget. Tempat beraknya gak keurus, makanannya juga kayaknya belum diisi ulang. Kayak gembel." Juliecy memelas. "Kan kasian, udah gue rawat dari jaman zigot pas gede malah gembel gara-gara ditinggal sama gue. Yaudah dibawa. Gapapa ya nambah satu member. Gue rajin bersihin pasir beraknya kok, gabakal bau deh serius," lanjutnya memohon.
"Ya.. Gapapa sih, cuma lain kali kalo mau bawa apa apa bilang dulu," putus Ibar.
"Oke. Terimakasih bunda," jawab Juliecy.
"Gue cowok, anjir." Ibar mengumpat. "Nama kucingnya siapa jul?" Ia beralih menggendong kucing milik Juliecy lalu diangkat olehnya tinggi-tinggi.
"Namanya kucing." Juliecy menjawab.
Derenza yang sedang gemas dan memainkan kaki depan si kucing berucap, "Tau ini emang kucing. Nama kucingnya siapa?"
"Kucing nja, namanya kucing." Juliecy menekankan. "Alvey tolong bantuin nyapu dong," lanjutnya yang ternyata diiyakan oleh Alvey.
"Jule, nama kucingnya siapa?" Alvey bertanya.
"Yaampuuuuuuun. Udah gue jawab daritadi. Si kucing namanya KUCING. Ya KUCING. Paham?" Juliecy jadi gemas, ingin dirinya memukul temannya satu persatu dengan gagang sapu yang ia gunakan.
"Ooooo kucing. Bilang dong." Ibar mengangguk paham.
"YA DARITADI UDAH BILANG," kesal Juliecy.
"Gak kreatif amat namanya kucing," komentar Alvey.
Juliecy mendelik. "Awalnya mau dinamain anjing, tapi kata bunda gak cocok," jawabnya lalu mendengus.
"Terus, selama ini kucingnya ditaruh mana?" Ibar lanjut bertanya. Nanya terus kayak wartawan.
Juliecy menyengir. "Di kamaaar, hehee. Kucing beraknya di kamar mandi kok. Aman," jawabnya.
Kamar Juliecy, iya itu ada kucingnya,
.
Beberapa hari setelahnya, sepulang sekolah.
Meong
"AAAAA PACARKUUUU. GUMUS BANGET SIH." Begitu membuka pintu, Ibar berlari kecil menuju si kucing lalu memeluknya.
Sambil berjalan, Derenza berucap, "Haduh, kucing punya siapa, yang paling sering megang siapa."
"Mboh nja. Suka suka kepala suku," jawab Juliecy lalu beranjak menuju kamarnya.
────────────────────────
cr. julveybarza
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Neon
De TodoSingkat, namun penuh kenangan. Bercerita tentang sekelompok siswa siswi sekolah menengah yang beranggotakan empat manusia. Namanya Ibar, Alvey, Derenza, Juliecy. "NEON, ABSEN!!" "HADIR SUHU"