Lain Kali yang dikatakan Io pada bagian sebelumnya akhirnya datang. Sedikit tidak menyangka kalau lain kali baginya hanya secepat malam berganti hari. Pagi ini, pagi-pagi sekali Io mengirimkan pesan padaku. Bertanya apakah aku bisa meluangkan sedikit waktu. Berakhirlah kita punya janji temu, 15 menit lagi Io sampai di rumah untuk menjemputku.
Jantungku kembali berpacu. Aku bahkan bisa merasakan aroma-aroma masa lalu, tepat seperti aroma disaat aku bersiap diri hendak berjalan mengekor pada Io menuju toko buku. Pernah ngerasain juga gak? Bukan bagian toko bukunya, tapi seperti merasakan aroma yang pernah tercium di masa lalu?
Pemberitahuan pesan masuk, aku terima.
Joshua.
Dijaga makannya, take ur time and have fun. take care
Aku membacanya dengan tersenyum lebar. Padahal pesan Joshua yang isinya hampir selalu sama aku terima di setiap paginya. Tak hanya itu, semalam setelah Io mengantarku pulang, aku berbicara banyak dengan Joshua di telepon. Joshua menceritakan bagaimana serunya teman-teman lamanya yang tak berubah barang sedikitpun dan bagaimana ia berakhir mengantarkan temannya untuk pulang secara bergantian. Terlalu banyak minum katanya, tapi dia tidak.
Akupun begitu. Aku menceritakan bagaimana kecanggungan yang selalu ada diantara aku dan Io, bagaimana Io memberiku pensil sebagai sesaji dan bagaimana kami berakhir di toko bunga langganan yang masih sering aku kunjungi bersama Joshua. Joshua bilang tidak apa-apa, akan selalu ada saatnya kita untuk berdamai dengan apa yang kita takutkan.
Julian Io sudah di depan rumah. Menungguku sembari melihat-lihat taman bunga kecilku.
"Io." Sapaku sesaat setelah aku sadar aku sudah cukup lama memandangi Io tanpa sepengetahuannya.
Jadilah aku pergi dengan Julian Io yang katanya mau mengelilingi setiap sudut kota. Kangen katanya.
Tak heran, Io memang sudah lama meninggalkan kota kelahirannya ini. Dia menghilang tanpa jejak dan kabar setelah acara kelulusan selesai, 5tahun lalu. Entah kemana dia pergi, aku tidak pernah mendapatkan informasi selain dia baik-baik saja dari Arka.Bukan Julian Io namanya kalau tidak merencanakan setiap detail hidupnya dan tidak menjalankan rencananya tersebut. Seperti yang dia katakan untuk berkeliling kota, dia benar-benar mengelilinya. Mengunjungi setiap tempat yang memberinya cerita sebelumnya. Ke warung soto ayam legendaris dekat alun-alun buat sarapan, mampir ke daerah pecinan yang rame penjual jajanan tradisionalnya, balik ngadem ke alun-alun cuma buat ngerasain jalan di rumput yang katanya mahal, ke toko buku yang semalam lagi dan dikasih pensil lagi buat sesaji, pergi ke toko bunga yang semalam juga gatau mau beli bunga apa lagi dan sekarang namanya jelas bunga mawar lengkap dengan potnya, bukan bunga yang bagus buat hadiah kelulusan.
Dan berakhirlah kami berhenti di sebuah tempat parkir luas berpaving yang terasa teduh karena banyak pohon menjulang tinggi sebagai atapnya dan benar-benar tidak asing bagi kami . Tempat parkir SMA kami dulu."Aku ada project disini." Ucap Io tanpa aku tanyai sebelumnya.
Aku bisa merasakan nafasku yang sempat hilang beberapa detik karena terlalu shock. Tempat ini sudah sangat lama tidak aku kunjungi, bahkan ketika ada acara reuni sekalipun aku lewati.
"Aku-"
"Ayo." Ucap Io membukakan pintu untukku, yang tak lain tak bukan berarti memaksaku turun bahkan sebelum aku mengatakan aku tak akan pergi berjalan kemanapun di setiap sudut gedung itu.
Dengan langkah kaki berat, aku mengalah. Sembari mengingat kembali pesan Joshua yang berkata semua akan baik-baik saja. Tapi ini benar-benar tidak baik. Tangan dan kakiku mulai terasa dingin dan lemas, aku tak yakin mampu berjalan barang sepuluh langkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
HABIT [IF I]
Short StoryJutaan manusia aku temui setelah menghilangnya kamu dari setiap halaman dalam ceritaku. Namun tetap saja, mereka yang datang selalu mengingatkanku pada bagian yang hilang itu. Dan setiap kali aku mengingatnya, aku nampak seperti manusia bodoh. Aku m...