Lan Wei-Sun, peramal yang tidak pernah meramal takdirnya sendiri, datang ke Negeri Surga Awan. Kabar tersiar perihal perang antara tersebut dengan Negeri Awan Melayang sampai di telinga Pemuda Lan. Lantas, ia bertanya-tanya pada mimpinya, siapakah yang akan memenangkan perang besar yang pernah tercatat dalam sejarah Daratan Fana?Kubus Suci, nyawa dari kematian pertama Lan Wei-Sun, memberi jawaban yang tidak masuk akal. Menginap di Negeri Mimpi, Pemuda Lan meminta Raja Mimpi Shin untuk membantunya meluruskan perihal ramalan yang ia curi dari Dewa Langit.
"Ramalanku menjelaskan jika Negeri Surga Awan dan Negeri Awan Melayang adalah dua negeri yang sebenarnya sama. Negeri Duyung memisahkan mereka setelah Kubus Suci di perbatasan fana dan surga hancur. Kubus Suci di perbatasan fana dan surga, bukankah mereka delapan orang yang membangun pembatas antara negeri? Jika ramalanku kali ini melenceng, aku akan dibuang oleh guruku atau harus melewati kematian kedua." Lan Wei-Sun menggoyang cangkir tehnya sebelum menyeruput sedikit demi sedikit teh di dalamnya.
"Peramal yang kurang beruntung. Anda kurang pengetahuan tentang dunia ini. Apa karena Anda masih sangat muda? Aku melihat usia Anda berkisar antara 15 atau 16 tahun. Di usia Anda, sebaiknya Anda lebih banyak mencicipi rasa makanan yang dihidangkan para dewa di sepanjang garis tangan Anda." Raja Mimpi Shin terkekeh-kekeh melihat wajah yang masih begitu belia di depannya, lalu matanya mencuri pandang pada kaki Pemuda Lan yang gemetar.
"Aku sudah mati satu kali. Aku tidak menyia-nyiakan sisa hidup ini dengan bermain seperti anak-anak muda. Guru menanam pohon dan mengajarkan padaku untuk berguna sejak awal tumbuh. Persis seperti kecambah. Ia tidak ingin kami, muridnya, tumbuh seperti bonsai," balas Pemuda Lan yang menyembunyikan kakinya di balik pakaian luarnya yang menjuntai hingga lantai.
Raja Mimpi Shin mengangguk-angguk. Ia mengenali Pemuda Lan dari giok hijau berbentuk segiempat selebar tiga jari yang tergantung di pinggangnya. Anak muda itu baru saja tiba di negerinya, Negeri Mimpi, setelah lepas dari wilayah Bambu Kuning, negeri yang berbatasan dengan Negeri Duyung dan Kerajaan Elang Selatan.
Jika Raja Mimpi Shin melihat peta Daratan Fana, ia telah melihat kaki Pemuda Lan kelelahan tersebab perjalanan panjang telah dilalui. Pemuda Lan mengetahui perang antara Negeri Awan Melayang dan Surga Awan. Artinya, di usia semuda itu, Pemuda Lan telah melewati Negeri Duyung, Negeri Peri, Negeri Beruang, Negeri Rubah Peri, Negeri Api, Negeri Es, lalu tiba di Negeri Mimpi.
"Setelah aku memutuskan, aku akan mengantar Anda ke gerbang perbatasan antara Negeri Awan Melayang dan Surga Awan. Anda bisa meramal dari sana dan bisa melihat rangkaian peristiwa seperti gugusan bintang-bintang di langit malam. Jika Anda setuju untuk melewati Negeri Bunga," tawar Raja Mimpi Shin.
Nyaris saja Lan Wei-Sun tersedak dengan teh yang ada di dalam mulutnya. Ia berpikir bahwa telinga telah salah mendengar sehingga ada nama Negeri Bunga yang disebutkan Raja Mimpi Shin.
"Aku bukannya tidak mau, tetapi tidak bisakah kita mengambil rute lainnya? Berjalan seribu tahun pun aku tidak masalah. Raja Shin tahu, bukan? Negeri Bunga akan membutakan mata laki-laki yang masuk ke negerinya." Pemuda Lan mencoba bernegosiasi dengan menunjukkan tekatnya.
Raja Shin kembali mengangguk. Ia paham maksud pemuda yang amatlah muda ini untuk melakukan perjalanan dengan rute yang ia sebutkan. Wajah pemuda di depannya memang masih begitu belia, bahkan pipinya masih tampak merah muda, tetapi pikirannya lebih dewasa dari pria-pria yang berpura-pura bodoh.
Berpikir sejenak, Raja Shin meminta pelayannya membawakan kue beras buatan negerinya untuk dihidangkan di depan Pemuda Lan yang jauh-jauh dari Negeri Bambu Kuning.
"Anda boleh beristirahat. Kita bisa bicarakan nanti. Makanlah dulu," tawar Raja Mimpi Shin.
Lan Wei-Sun mengangkat tangannya sebagai tanda ia menolak. "Guru tidak mengizinkan aku memakan makanan dari beras."

KAMU SEDANG MEMBACA
Sio Panga
FantasySio Panga, sembilan cabang dari satu induk cabang. Buku ini berisi cerpen-cerpen dari seorang penulis bernama Na, panggil saja begitu. Selami sembilan cabang dalam kelapa. Tidak ada yang harus putus asa dan menyerah terhadap kehidupan. Terlebih men...