Tempat latihan itu sudah nyaris kosong. Ya, hari memang sudah beranjak larut. Sesi latihan utama sudah berakhir lebih dari dua jam yang lalu.
Hanya ada satu orang yang masih bertahan di sana, memukul shuttlecock ke arah dinding, kaki dan tangan terus bergerak seiring dengan bunyi tak-tak-tak ketika shuttlecock membentur dinding.
Pak satpam yang sedang melakukan patrolinya, berhenti dan menonton sosok itu berlatih sendiri. Namun sebelum dia sempat mengatakan apapun, sosok yang sedang berlatih itu lebih dulu meneriakkan, "sebentar lagi ya pak! Nanti saya tutup pintunya seperti biasa!".
"Jangan lupa lampunya!" balas pak satpam yang sudah cukup tua itu. Dia menggeleng, tahu bahwa dia tidak akan bisa menyuruh anak ini berhenti latihan sekarang.
Tawa Ahsan menggema di gedung latihan yang kosong itu. "Iya, Pak, saya nggak akan lupa matiin lampunya! Lagian kan udah lama banget itu saya lupa matiin lampu – kok bapak masih ingat saja?"
Pak Pri, sang satpam yang sudah mengabdikan puluhan tahun hidupnya di kompleks pelatnas ini, tidak menggubris balasan Ahsan, hanya menonton selama beberapa saat sebelum akhirnya melanjutnya patrolinya ke sekeliling gedung. "Satu jam lagi selesai, ya!" teriaknya sambil beranjak pergi.
Ahsan hanya tersenyum sendiri, mendengarkan sayup suara langkah yang menjauh di antara suara shuttlecock yang membentur dinding.
Ada sesuatu yang mengganggu benak Ahsan sejak pagi, tapi dia tidak bisa menemukan apa sebenarnya hal yang mengganggunya. Konsentrasinya terganggu selama latihan hari ini, bahkan Koh Aryo sampai meneriakinya dengan kesal. Untungnya, partnernya tidak marah kepadanya, dan terus menepuk punggungnya untuk memberi semangat.
Ahsan merasa bersalah, karena gara-gara dia tidak bisa konsentrasi, latihan partnernya pun menjadi terganggu, sehingga akhirnya dia memutuskan untuk melakukan latihan tambahan setelah sesi latihan utama selesai. Partnernya dan beberapa juniornya juga menemaninya latihan tambahan ("biar makin jago kayak Babah," celetuk mereka), tapi mereka akhirnya memutuskan pulang lebih dari setengah jam yang lalu.
Tanpa partner, Ahsan memutuskan memukul shuttlecock ke dinding. Biasanya, latihan sendiri seperti ini, dimana dia tidak harus berpikir banyak dan hanya mengandalkan insting, membantunya untuk berpikir dan mengatur ulang segala pikiran-pikirannya, dan malam ini, utamanya, kekuatirannya.
Tapi sudah beberapa lama, tetap saja Ahsan tidak berhasil menemukan apa yang mengganggu benaknya.
Tak lama, dia mendengar suara langkah kaki di belakangnya. "Pak Pri, ini kan belum satu jaaam," katanya merajuk, tanpa menghentikan gerak tangannya ataupun menoleh.
Tapi kemudian –
Entah dari mana datangnya dia mencium sesuatu dan –
Otak manusia memang sebuah benda yang rumit namun mengagumkan. Bagaimana sebuah benda, suara, pemandangan, sentuhan, atau bau bisa memunculkan memori yang sangat jelas dan nyata.
Bagaimana sebuah baju vintage yang tidak sengaja kamu lihat mengingatkanmu akan waktu-waktu bersama nenek, yang kamu ingat sangat suka memakai baju dengan model itu.
Bagaimana rasa sebuah masakan mengingatkanmu akan masakan ibu, sebegitu kuatnya sehingga kamu menjadi sangat rindu rumah.
Bagaimana sebuah lagu mengingatkanmu akan tawa riuh teman-temanmu, dalam perjalanan yang pernah dilakukan bersama.
Dan di antara semua indera, bau yang ditangkap penciuman kita memunculkan memori yang paling nyata, dan bau yang Ahsan tangkap barusan seketika memunculkan memori tentang perjalanan pesawat dan kamar hotel dan tangan seseorang yang tergenggam erat-erat di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fireflies - a HS x MA Oneshot Collection
General Fiction(Bahasa Indonesia & English) Koleksi fanfiction oneshot - angst, fluff, drama, semi-canon, AU. Semua oneshot di sini tersedia dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, kecuali oneshot dengan rating Dewasa, yang hanya tersedia dalam bahasa Inggris :...