Saya kembali merenungkan diri disebuah tempat gelap, kotor, dan banyak sekali barang yang tak terpakai atau rusak di ruangan itu.
Saya selalu bingung apa yang terjadi pada diri saya. Mengapa saya seperti ini? Mengapa saya selalu merasa sendiri? Dan apa yang sebenernya harus saya lakukan disini?
Saya selalu merasa jika saya seperti terkurung, terpenjara di tempat ini. Saya ingin keluar! Tapi saya tidak tahu bagaimana caranya atau bahkan saya tidak tahu harus pergi kemana.
Sungguh saya yakin Mama pasti akan memarahi saya habis-habisan karena saya tak kunjung pulang.
Saya ingin meminta tolong.. Tapi selalu tertahan karena saya rasa itu adalah hal yang cuma-cuma saja.
Mama tolong... Saya lebih takut berada disini ketimbang saya berada di rumah, di dekatmu, bersamamu.
***
Hari ini, Caca berangkat sekolah seperti biasa. Tapi karena hari ini adalah hari piketnya, ia datang lumayan sangat pagi dari biasanya.
Namun setibanya di tepat di depan gerbang. Ia melakukan doa terlebih dahulu, "Ya Allah.. Semoga hari ini hantu itu gak muncul Aamiin... Saya janji deh Ya Allah.. Kalo hantu itu gak muncul saya bakalan amal 2000 ke musholla." Doanya. Dan kemudian ia masuk ke area sekolah.
Setibanya di kelas, ia sedikit heran karena kondisi kelasnya yang ternyata sudah bersih. Padahal jika dilihat-lihat, Hanya ada dua murid yang datang. Tiga beserta dirinya. Yang dua itu ntahlah dia pergi kemana. Mungkin sedang berkunjung ke kelas lain atau ke tempat lain.
"Trus ini gue gak usah piket gitu? Udah bersih banget ini mah gila." Celetuk Caca sambil melihat ke kolong-kolong meja dan bangku yang benar-benar sudah bersih. "Tapi syukur deh, setidaknya gue libur piket hari ini hehehe."
Caca langsung duduk di tempatnya, dan kemudian mengeluarkan bekal yang ia bawa dari rumah, yang telah disiapkan oleh Neneknya tadi.
Tidak mewah.. Hanya nasi goreng saja.
"Tumben sih tuh Nenek-nenek baik. Biasanya juga ngomel-ngomel kerjaannya. Padahal gue gak salah apa-apa." Celetuk Caca sebelum akhirnya ia menikmati sarapan nasi goreng yang di buat neneknya itu.
Selama di kampung ini, Caca memang tinggal bersama neneknya berdua. Dan selama itu juga Caca harus menguatkan mentalnya. Karena tinggal bersama Nenek tidaklah enak seperti apa yang ia bayangkan selama ini.
Alasannya mengapa ia bisa tinggal di kampung dengan neneknya itu karena ibunya. Ibunya meminta agar Caca tinggal disana fokus belajar dan mengurus neneknya. Sementara ibunya, di kota, ia akan fokus bekerja dan berjanji akan selalu menuruti apapun kemauan anaknya itu selama di kampung. Bukan hanya itu.. Keluarga yang lain pun juga turut mengimi-imingi Caca jika ia mau pindah, ia akan tinggal di sebuah rumah yang besar, nyaman, memiliki sebuah kamar yang nyaman dan juga diberikan motor untuk kemana-mana terkecuali sekolah. (Karena sekolah melarang muridnya untuk membawa kendaraan jika belum memiliki SIM)
Tentu saja jika di iming-imingi seperti itu Caca terima. Lagian siapa sih yang nggak mau hidup enak? Dan diberikan banyak fasilitas yang enak seperti itu?
Ya memang benar ketika ia pindah, ia mendapatkan apa yang mereka katakan padanya saat itu. Tapi, perlahan.. Ia mulai kehilangan rasa istirahat. Untuk fisik, mental maupun otak.
Tidak hanya itu. Ia juga kehilangan rasa kenyamanan hidup.
Secara fisik, Ia tidak libur eskul karena eskul yang ia ambil adalah dance dan bulutangkis. Dimana setiap hari, dance dilakukan dua hari dalam seminggu di hari sabtu dan minggu, sedangkan bulutangkis 3 hari dalam seminggu sesudah jam pelajaran semuanya telah usai atau biasa di sebut ketika pulang sekolah.
Sekolah masuk jam 07.00 pas, pulang sekitar pukul 15.30. Jika eskul mungkin pulang bisa sampai hampir maghrib atau bahkan sesudah maghrib.
Tidak hanya tentang sekolah. Tapi, tentang di rumah juga. Nenek selalu mengatakan jika Caca adalah anak yang pemalas. Benar-benar pemalas! Padahal selama ini, Caca selalu mengerjakan pekerjaan rumah juga. Tapi yang terlihat di mata nenek adalah main hp, main hp dan main hp. Tak pernah sedetikpun rasanya ia melirik Caca yang selalu mengerjakan pekerjaan rumah. Tidak hanya itu. Neneknya juga selalu mengadu pada anak-anaknya termasuk pada ibu Caca yang tidak-tidak. Membuat anak itu selalu menangis kelelahan.
Dan meskipun begitu, Caca selalu mencoba menjadi baik, lebih baik di hari kemudian dan seterusnya meskipun yaaa sama sekali tetap tak di hargai. Hingga Caca menelpon ibu menanyakan apa yang harus ia lakukan agar nenek itu sadar jika ia tidaklah malas seperti apa yang selalu ia katakan pada orang lain.
Ibu bilang jika caca harus bangun minimal ketika tepat adzan subuh berkumandang. Baik, Caca ikuti.
Kemudian, tak lupa untuk sholat lalu mengerjakan pekerjaan rumah sebelum berangkat sekolah. Karena ibu melakukan hal itu saat masih sekolah dulu. Dan baik, Caca ikuti.
Bangun sekitar jam 04.00, melakukan beres-beres rumah seperti mencuci piring, mencuci baju, nyapu dan ngepel. Lalu di lanjut mandi, sholat, siap-siap sekolah dan berangkat sekolah.
Lalu hasilnya bagaimana?
Lebih baik kalian tidak tahu, karena pasti kalian akan kesal mendengar hasilnya.
Mental? Sepertinya cerita di atas itu sudah dapat di simpulkan bagaimana mentalnya.
Ah, tapi kalian sepertinya harus tau perubahan mentalnya.
Sebelumnya Caca adalah anak yang manja pada ibunya, dia juga anak yang aktif dan mudah berbaur. Meskipun tak memiliki ayah, ia tak pernah pusing akan hal itu karena ia masih memiliki ibu, dan itu sudah cukup.
Tapi semenjak tinggal bersama neneknya, ia menjadi anak yang pendiam, tidak mudah bersosialisasi, dan emosian ketika berada di luar rumah. Mungkin ini efek karena ia selalu menahan emosi ketika neneknya itu kambuh. Ia tidak dapat melawan apapun alasannya karena ibunya selalu bilang "Wajar, nenek sudah tua." Caca juga kerap selalu menangis tengah malam karena lelah. Tapi apa boleh buat? Ketika mengeluh pada ibunya atau keluarga yang lain, yang ia dapatkan hanya sebuah kata "Sabar."
Dan untuk otak? Ya apalagi jika bukan pelajaran sekolah?
Benar-benar melelahkan bukan?
Tapi syukurlah setidaknya ia tidak tambah lelah hari ini karena hantu itu akhirnya benar-benar tak menunjukkan diri kepadanya hari ini.
"Itu karena saya, ingin melihatnya melakukan amal. Seperti apa yang tadi ia janjikan pada Tuhan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Ghost
FanfictionBagaimana jika rasanya kamu terkurung, terpenjara dan tak tahu arah di kehidupanmu? Dan apa yang akan kamu lakukan jika tak ada seorang pun yang peduli, atau bahkan untuk mendekat saja mereka enggan. Di kehidupan. Kita tak bisa untuk selalu percaya...