Bab: 1 Man Of The Week

25 7 0
                                    

"Hei!"

Tepukan seseorang di punggung mengejutkan Nissa. Dia berputar cepat menoleh kebelakang dan menatap bingung sosok perempuan yang berdiri dihadapkannya sekarang. Tubuh tinggi semampai berbalut gaun pesta yang mewah, rambut hitam terurai panjang dan penampilan nyaris sempurna.

"Vania!" pekiknya senang begitu mengenali sosok itu.

Vania mendecakan lidah dan tersenyum lebar, "Aku melihat kamu barusan sedang bicara dengan Mas Wijaya, pemilik EO yg menangangani acara ini. Jadi, aku ikuti saja setelah kamu selesai berurusan dengannya."

"Dia memintaku untuk mengantarkan anggrek-anggrek yang dibutuhkan segera," jelas Nissa. "Tokoku menjadi suplier bunga  acara ini, Vania."

"Dan, kamu yakin sekali menemuinya dengan pakaian seperti ini?" tanya Vania berkacak pinggang sembari memperhatikan Nissa dari atas sampai ke bawah. "Percaya dirimu cukup tinggi, Nissa."

Nissa mendesah berlebihan menyadari penampilannya yang tidak pantas. Sepatu boot di kaki, celemek hitam di atas baju kodoknya serta jilbab berwarna navy yang menutupi rambut. Kontras sekali dengan penampilan Vania dan tamu-tamu yang mulai berdatangan.

"Acara belum dimulai, Vania," gumam Nissa pelan. "Lagian, aku kesini untuk pekerjaan bukan sebagai tamu undangan."

Vania mendengkus, "Kamu belum berubah juga, Nissa, tidak memperhatikan penampilan. Kamu itu pemilik toko bukan tukang kebun."

Nissa terkekeh menanggapi perkataan Vania. Dia sudah terbiasa menghadapi sikap blak-blakan sahabat karibnya ini. Berprofesi sebagai model, Vania selalu dituntut menjaga penampilan. Hal wajar jika Vania mengkritik pakaiannya sekarang.

"Omong-omong, kamu dengan siapa," tanya Nissa mengalihkan pembicaraan. Dia menatap ke belakang Vania, "Mana Bobby?"

Senyum di bibir Vania melebar penuh misteri, membuat kening Nissa berkerut. Rahasia apa yang disembunyikan Vania.

"Aku datang ke sini bersama sesorang."

Alis Nissa terangkat sedikit, "Apa aku mengenalnya?"

"Tidak. Orang seperti kamu belum tentu mengenalnya," jawab Vania ringan. "Dia seorang Akuntan, bekerja di salah satu perusahaan konsultan keuangan di kota ini,"

"Wow, keren."

Vania mengangguk, "Dia laki-laki terhebat dari lelaki yang pernah aku kenal selama ini, Nissa," kata Vania sembari memandang melewati Nissa, "Dan dia sedang menuju kemari."

Nissa berbalik mengikuti arah pandang Vania dan terbelalak tidak percaya melihat siapa yang sedang berjalan mendekati mereka.

"Hai," sapa laki-laki bertubuh jangkung dan berkulit putih itu. Ia tersenyum kepada Nissa, membuat Nissa menahan napas.

"Aku mencarimu sedari tadi, rupanya berada di sini," kata lelaki itu menunduk menatap Vania. "Apa semua baik-baik saja?"

"Iya, tidak ada masalah," jawab Vania, lalu beralih memandang Nissa. "Nissa, kenalkan ini Mas Dwiki Apriansyah."

Dwiki tersenyum ramah, mengulurkan tangan kepada Nissa. "Hallo."

Nissa menelan ludah, tidak bisa berkata apa-apa. Dia tak menyangka Vania bisa berkenalan dengan lelaki berciri khas memakai kacamata itu. Sebagai salah satu penyuka majalah bisnis, dia tahu siapa Dwiki Apriansyah. Ingatannya melayang kepada gelar Man of the week yang disematkan oleh salah satu majalah bisnis kepada Dwiki. Sebersit iri timbul di hati Nissa, bagaimana bisa Vania dekat dengan pria sekeren ini.

"Nissa."

Suara Vania menyadarkan Nissa, dia begitu terhanyut dengan pikirannya hingga tak menyadari dua orang yang mengamati. Satu mengamati dengan penuh penilaian, yang satu lagi penuh kebanggaan. Dengan gugup dia membalas uluran tangan Dwiki dengan tangkupan telapak tangan di dada. Sekilas kernyitan tampak di dahi Dwiki tetapi hanya sesaat. Senyum pengertian tersungging saat lelaki itu menurunkan tangan.

Tangan Vania bergerak mesra, menggandeng lelaki itu seakan menyatakan kepemilikan. "Kami kenal enam bulan yang lalu di sebuah pesta." senyum Vania bertambah sumingrah menjelaskan. "Sebulan yang lalu Mas Dwiki memintaku menjadi pacarnya."

Nissa berusaha tersenyum walau hambar, untuk menutupi sebah yang tiba-tiba terasa. Pertama kali dalam hidupnya dia tidak menerima kedekatan Vania dengan seorang. Selama ini Nissa tidak pernah peduli dengan siapa Vania berhubungan. Wanita secantik Vania bergonta-ganti pacar itu biasa, dengan berbagai tipe lelaki dan tidak ada yang bertahan lama. Nissa memandang Dwiki yang sedang mengatakan sesuatu kepada Vania, entah mengapa rasa tak rela tiba-tiba menjalar di dalam dada jika Dwiki akan menghabiskan hidup bersama Vania.

*****

Nissa memandang wajahnya di cermin. Memperhatikan raut oval yang dihiasi mata bertulang alis tebal dengan lipatan yang dalam. Menyisir rambut ikal sebatas punggung. Nissa terpaku menatap pantulan diri di kaca, menyadari bahwa dia tidak secantik Vania. Bertanya dalam hati, apakah dengan semua ini dia tidak bisa mendapatkan seseorang lelaki yang hebat seperti Vania.

Nissa merasa frustrasi, lalu mengempaskan diri ke atas kasur, menatap kosong langit-langit kamar. Bayangan bertemu dengan Vania tadi di pesta mengusik pikirannya.

Perbincangan mereka tidak berlangsung lama. Setelah perkenalan singkatnya dengan Dwiki, lelaki itu mengajak Vania memasuki ruangan pesta karena acara akan dimulai. Nissa hanya bisa memandang punggung Dwiki yang berjalan meninggalkannya.

Selama pesta berlangsung Nissa keluar dari acara, dia kembali ke ruangan belakang dekat gudang tempat membereskan pot-pot bunga dan berbagai macam tanaman serta beberapa karung tanah bersama pegawainya. Sebelum meninggalkan ruangan pesta dia sempat melirik Vania. Gadis itu berdiri di samping Dwiki yang sedang asyik mengobrol. Berdiri begitu dekatnya sampai Vania nyaris bisa dibilang menyampirkan dirinya di sisi tubuh Dwiki.

Nissa mendengkus mengingat reaksi dirinya saat melihat semua itu. Rasa muaknya terhadap Vania seakan memuncak. Gadis itu tidak pantas bersanding dengan lelaki seperti Dwiki.

"Dwiki," gumam Nissa lirih. Dia memukul dadanya. Mencoba membuang rasa sakit di hati, marah dan kecewa kepada diri sendiri.

Selain dari membaca majalah bisnis, Nissa mengenal Dwiki dari Workshop dan seminar-seminar bisnis yang sering dikutinya. Lelaki berdagu belah itu tidak sekali dua kali  menjadi pengisi acara. Apakah itu sebagai moderator atau narasumber.Cara Dwiki menyampaikan materi membuat Nissa kagum. Pemikiran Dwiki yang smart dan tidak membosankan betul-betul memukau. Diam-diam Nissa mengagumi lelaki itu.

Dengkusan keluar dari bibir Nissa saat mengingat Vania, gadis manja yang temperamen dan rata-rata dari semua hubungan Vania dengan laki-laki kebanyakan dia ditinggalkan. Para pria itu bosan dengan sifat emosional Vania dan ingin menang sendiri. Kecantikan Vania berbanding terbalik dengan hatinya. Banyak orang-orang bertanya, mengapa Nissa bisa bersahabat lama dengan Vania. Nissa hanya tersenyum saja dan menjawab dia sudah terbiasa. Padahal, betapa ingin dia jauh dari Vania

Senyum miring tersungging di bibir Nissa, terngiang kata-kata Vania mengenai dirinya yang belum tentu mengenal Dwiki. Vania salah, Dia mengetahui siapa Dwiki jauh sebelum Vania mengenal lelaki itu. Nissa yakin Vania tidak tahu kalau Dwiki bukan bekerja di perusahaan konsultan keuangan itu melainkan Dwiki adalah pemiliknya.

Nissa memejamkan mata, melepaskan lelah yang terasa. Ingin dia mencurahkan resah di dada tetapi tidak tahu kepada siapa. Rindu menyergap hati kepada mereka orang tuanya yang telah tiada. Andai mereka berada di sini, dia tidak akan nelangsa seperti ini.
*****

Cinta Yang TergantikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang