3 - Kejanggalan

5.2K 524 100
                                    

Ketika melihat Jecelyn bersimbah air mata saat meneleponnya, Jeffrian langsung panik dan kembali ke rumah. Dia membuka pintu kamar dan menemukan istrinya menelungkup di atas ranjang.

"Sayang..." panggilnya sepelan mungkin. Jecelyn bergeming. Tiba-tiba punggung ringkih itu bergetar. Jeffrian membalik badan istrinya. Wajah sembab dan penuh air mata yang ia dapati.

"Maafkan aku," pinta Jeffrian tulus dan penuh sesal.

Entah maaf atas kesalahan yang mana, membohongi sang istri tentang keberadaannya tadi, atau rahasianya selama ini. Tiap menatap wajah sayu istrinya, Jeffrian selalu tak kuasa. Ia juga ikut menangis dalam hati, tapi semua yang ia lakukan demi kebaikan semua orang.

"Aku kangen kamu. Kamu jarang banget di rumah Mas," Jecelyn makin sesegukan. Jeffrian memeluknya erat, menumpukan dagu di atas kepalanya.

Setelah panggilan yang ia akhiri tadi, tiba-tiba Jeffrian meneleponnya dengan panggilan video. Dia tahu, Jecelyn salah paham. Ternyata suara wanita tadi adalah milik salah satu karyawan Jeffrian, yang sudah ia kenal juga--Yusi. Jeffrian sedang rapat, di ruangan itu ada banyak orang. Lantas barulah Jecelyn menarik napas lega, setidaknya tidak ada hal seperti ketakutannya. Tapi Jeffrian malah panik, melihat Jecelyn dalam ruang gelap gulita, dan sedikit isak tangis.

"Maafkan aku sudah membuat kamu ketakutan. Lain kali aku janji akan pulang tepat waktu."

Jecelyn memeluknya kian erat, walau tangisnya sudah mereda tapi tidak dengan pikiran buruknya. Dia tahu Jeffrian tidak berbohong, tapi entah mengapa hati kecilnya meragukan.

"Jangan tinggalkan aku," ucapnya tiba-tiba, membuat Jeffrian membeku sesaat.

"Aku mencintaimu Jeffrian, tolong jangan pernah tinggalkan aku."

Mata Jeffrian memejam, dalam hati mengucapkan beribu maaf. Sebenarnya Jeffrian tidak ikut rapat, dia baru sampai di kantor ketika Jecelyn menelepon. Kondisi Raline kembali memburuk, dia tidak tahu harus berbuat apa selain menemaninya di rumah sakit.

"Aku juga mencintaimu, Sayang."

"Aku tidak meminta apa pun Mas, tapi tolong jangan pernah kecewakan aku."

Jeffrian mengangguk dan memeluknya erat. Jecelyn menciumnya, suaminya membalas dengan sama dalamnya. Sesungguhnya dia juga sangat merindukan Jecelyn, setiap menemui Raline, dia selalu terbayang istrinya. Dan setiap dia mencium Jecelyn, Raline juga hadir di pikirannya.

Dua wanita yang ia cintai. Menempati relung hatinya yang berbeda. Jeffrian tidak bisa memilih antara keduanya.

Dia memang brengsek, bahkan sangat.

Tapi api yang sudah ia mainkan juga tak bisa dipadamkan begitu saja.

Ciuman itu terlepas. Tangan lembut Jecelyn mengelus surai halus suaminya. Jeffrian adalah dunianya. Walau awal hubungan mereka bukan kehendak satu sama lain, tapi cinta itu hadir atas seizinnya. Atas kerinduannya yang selalu haus kehadiran Jeffrian di sisinya.

Jeffrian juga menatapnya dalam. Tersenyum manis menampilkan lesung pipinya. Kemudian mendekatkan bibir mereka lagi. Tangannya yang besar meraba punggung Jecelyn hingga turun ke paha. Menciptakan pola abstrak yang membuat keduanya terbakar.

"I love you," suara husky-nya menggelitik telinga Jecelyn, dan bibir tebal itu mengecupi seluruh tubuh indah yang terbaring di bawah kukungannya.

"Can I...?"

"I'm yours."

***

Sinar matahari yang menembus celah-celah gorden membuat mata Jecelyn kesulitan beradaptasi. Dia duduk sejenak, mengikat tali jubah tidurnya yang dipakaikan sang suami ke tubuhnya ketika ia tak sanggup karena kelelahan. Olahraga malamnya benar-benar membuat tenaganya habis, hingga ia bangun kesiangan.

Night In BaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang