Depok, 10 Maret 2009
Hari ini hujan mengguyur kota Depok dengan derasnya. Lalu lintas pagi ini masih tetap padat meski jalanan diguyur hujan. Banyak yang masih nekat meski tahu mereka akan basah kuyup sampai di tempat tujuan demi tidak terlambat. Tidak terlambat masuk kerja, tidak terlambat masuk kantor, mungkin juga tidak terlambat bertemu dengan orang yang dituju.
"Hmm", Lika menghembuskan nafas berat, lelaki di sebelahnya hanya tersenyum kecil melihat sahabatnya yang sejak tadi terlihat gusar.
"Mau nerjang?", tawarnya
"Basah tapi ya?", terlihat berpikir keras. Pagi ini ada ulangan Matematika di jam pertama dan tidak mungkin kalau telat. Guru matematika mereka terkenal tidak mengenal kata terlambat meski hujan badai. Si perempuan ingat sudah tidak ada baju cadangan di loker. Biasanya ada satu setel baju seragam yang dia simpan di loker.
"Ya kalau pakai jas hujan kelelawar kita pasti bakal basah sih. Kamu masih ada baju di loker?", perempuan itu hanya menggeleng, masih berpikir. Keduanya berteduh di ruko yang masih tutup bersama dengan beberapa orang lain, setengah perjalanan lagi menuju sekolahnya. Beberapa orang terlihat gusar juga, 20 menit menuju pukul 7.
"Tapi gak papa yuk? Kamu mau gak?", si lelaki hanya mengangguk. Tapi tak lama kemudian ada taksi yang menghampiri. Jaris, nama lelaki itu, kemudian membuka jok motor dan mengeluarkan payung lalu menyerahkan pada si perempuan, Lika. Sahabat sejak masuk ke SMP yang sama.
"Buat?", Lika bingung.
"Itu taksinya udah nunggu", semakin bingung
"Iya pak, sebentar ya", terlihat Jaris menutup telepon yang sepertinya dari driver taksi.
"Kamu duluan, biar gak telat ujiannya. Aku nunggu redaan sedikit"
"Aku duluan ya", Jaris hanya mengangguk, matanya mengekori sampai Lika masuk ke dalam mobil dan melambaikam tangan ke arahnya. Mobil melaju menerjang hujan, sementara Jaris dan beberapa orang masih berteduh di halaman ruko tutup.
"SMA mana dek?", tiba - tiba bapak disebelah Jaris mengajak bicara.
"SMA BITNA, Pak", si bapak hanya mengangguk - angguk.
"Pinter ya berarti kamu, bapak dengar disana anaknya pintar - pintar", Jaris tersenyum kikuk sambil mengusap tengkuknya.
"Insya Allah pak, mungkin lebih ke rajin dan akhirnya membuahkan hasil ya pak", kali ini giliran si bapak yang mengangguk - angguk.
"Iya, kadang orang pintar kalah sama yang rajin dan gigih, apalagi kalau udah pintar, rajin, gigih juga beruntung. Paket komplit", si bapak terlihat menerawang. Jaket hitam dengan garis putih 2 di sepanjang lengan masih terpakai di badannya.
"Anak saya pintar, sayang bapaknya ini belum mampu untuk memberikan yang terbaik buat dia. Les gak ada, sekolah seadanya", bapak menjeda lalu menghela nafas,"Saya bersyukur dia punya pengertian dan pemakluman yang banyak menjadi anak tukang ojek dan kurir serabutan", Jaris masih mendengarkan bapak bercerita.
Pagi hari, hujan, di tempat berteduh. Banyak pikiran berkecamuk diantara mereka. Ada yang berusaha berbicara satu sama lain ada yang hanya diam mendengarkan.
"Kamu kelas berapa?", si bapak kembali bertanya.
"Tiga pak, sebentar lagi lulus"
"Pantes, saya pas lihat kalian berdua kayanya seumuran sama anak saya. Eh udah mulai reda, yuk lanjut lagi perjalanan. Rezeki pagi, insya Allah gak ketuker", si bapak memakai jas hujannya. Terlihat di bagian belakang motor ada kotak agak besar yang katanya isinya titipan paket untuk diantarkan hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
(another) you
Fanfiction"Don't give up easily, kalau capek aku ada disini" Jaris Naratha Lika Narendra