1

2 0 0
                                    

Depok, April 2009

Pagi ini sangat ditunggu oleh beberapa siswa, hari pengumuman, banyak orang bekerumun di depan papan pengumuman dekat dengan ruang guru. Melihat dengan seksama tabel yang ditempel disana, hasil try out ujian nasional. Kelas tiga mulai sering ada pengayaan dan tryout. Hasil tryout yang menentukan bulan ini akan di kelas mana saat pendalaman materi ujian di SMA Bitna. Kelas tiga terdiri dari sembilan kelas, empat IPA dan lima IPS. IPA 1 untuk pendalaman materi berisi orang - orang dengan nilai tertinggi tentunya, 30 orang dengan urutan satu sampai 30, urutan tiga puluh kebawah di kelas selanjutnya.

"Selamat, masuk IPA 1 lagi", Jaris menoleh ke arah suara. Lika di sebelahnya tersenyum manis. Menyodorkan permen jahe yang bawanya. Oleh - oleh yang selalu Lika minta dari mba Darsih, pengasuh Lika sejak kecil yang kalau pulang ke desanya naik kendaraan umum selalu dititipi permen jahe, bukan untuk Lika, tapi untuk Jaris.

"Kita sekelas lagi ya", Lika hanya mengangguk. Jaris berada di urutan pertama tryout menyusul Lika di urutan kedua. Dua sahabat ini memang saling kejar - kejaran untuk menduduki peringkat pertama. Bahkan keduanya juga saling memperebutkan kursi ketua OSIS saat kelas 11 dulu.

"Kalian ada belajar bareng gak sih? Nilainya diatas terus, bareng dong", Arya yang sudah disana sejak Lika dan Jaris datang mengajak untuk adanya belajar bersama yang di sambut baik oleh keduanya.

"Pulang pendalaman lanjut kerumah aja, Ar. Kita biasa sampai malam belajar bareng", Jaris menawarkan yang disambut dengan anggukan Lika disebelahnya.

"Ajak yang lain juga, kan seru kalau rame", Lika menambahkan. Riri, Damas juga Freya disamping ikut menguping.

"Gue ikut ya, Freya sepaket sama gue juga pasti ikut, terus Damas sepaket sama Freya juga. Jadi ya pasti ikut", ke enamnya hanya tertawa bersama. Si empunya rumah mengizinkan untuk mereka belajar bersama. Entah belajar entah bermain, tapi belajar sambil bermain rasanya lebih menyenangkan.

.....

Lika

Arya menambahkan anda di grup "BELAJAR KALI MASA ENGGAK"

Arya menambahkan Jariiiiiiis di grup "BELAJAR KALI MASA ENGGAK"

"Kenapa senyum sendiri?", Jaris didepanku penasaran. Tangannya sibuk mengupas Jeruk.

"Buka grup deh, mereka lucu", aku masih tertawa kecil sambil membalas beberapa pesan didalamnya.

"Jadi mulai sore ini kita belajar? Mau di rumah kamu aja? Belum bilang ibu tapi", aku terus nyerocos sementara Jaris cuma senyum aja di depanku.

"Kalau orang nanya tuh dijawab, bukan senyum senyum", rutukku

"Udah bilang ibu, tadi jam istirahat aku chat. Ibu bilang boleh, malah nanya 'Tanyain Lika mau makan apa, nak. Kasian ibu liat dia kayanya kurusan' gitu", lanjutnya.

"Masa ibu bilang gitu, emang aku kurusan?", Jaris hanya mengangguk.

"Ibu masak apa hari ini? Aku makan apapun yang ibu masak", jawabku,"Eh bentar belum bilang bunda tapi", aku lupa

"Aku udah bilang, ke bang Rendra juga udah", tanpa sadar aku membulatkan mata.

"Kalau kamu lupa, bunda sama bang Rendra juga sering chat ke aku nanyain kamu", aku hanya terkekeh setelahnya.

Sering lupa kalau Jaris sedeket itu sama bunda juga bang Rendra. Suka lupa kalau Jaris udah kaya anak ke-3 bunda. Iya soalnya aku anak ke-2 gak bisa di ganggu gugat meski Jaris usianya lebih tua dari aku tiga bulan.

"Nih", Jaris menyodorkan jeruk yang sudah dikupas juga dibersihkan ke arahku. Aku berusaha mengambilnya dengan tanganku tapi..

"Aaa"

"Bisa makan sendiri"

"Kamu belum cuci tangan", Jaris si nomer satu urusan bersih. Tanpa cuci tangan gak ada yang boleh sentuh makanan. Tanpa pengecualian.

"Ibu Sita tau gak sih anaknya sebersih ini?"

"Tau, kan ibu juga begini", jawabnya sambil memasukkan jeruk juga kemulutnya. Hal yang paling khas dari Jaris. Selalu dibawain bekel Jeruk sama ibu. Soalnya Jaris paling gak suka minum suplemen, lebih baik makan langsung kalau bisa katanya. Jadi buat memenuhi kebutuhan vitamin C nya, ibu selalu bekelin Jaris jeruk empat buah. Satunya buat aku.

"Oalah, pantes. Buah jatuh gak jauh dari pohon memang",aku agak mengernyitkan dahi, jeruk yang kumakan ada sedikit rasa asam.

"Soal kebersihan itu wajib, bukan keturunan", Jaris si orang yang gak mau didebat.

"Oke - oke. Suapin aku terus kalau gitu, aku lagi males cuci tangan", bukannya suapin jeruk lagi dia malah usek - usek rambutku.

Tolong, Ris jangan gini. Mukaku memanas, mungkin udah merah kaya tomat.

16.00
Jaris' house

"Dimakan ya nak, kalau kurang tinggal minta ke ibu", ibu Jaris membawakan beberapa camilan untuk anak dan teman - temannya makan.

"Ini bikin sendiri, Ris", Freya takjub, mungkin baru pertama kali melihat kue lupis dan onde - onde.

"Ibu bikin sendiri, hobi masak", bukan Jaris tapi Lika yang jawab.

"Ini si Lika udah kaya anak tante aja, udah lah kalian berdua nikah aja, cocok", Damas yang satu SMP juga dengan Jaris, Lika, juga Arya memberi komentar.

"Cocok, cocok. Lonya liat mereka cocok, tapi kan gatau merekanya gimana", Arya ikut menimpali. Sementara air muka Lika berubah, Jaris menyadarinya mencoba mengalihkan perhatian.

"Ini kita makan dulu deh, pada butuh makanan kan soalnya logika kadang gak jalan tanpa logistik", Jaris membagi lopis ke piring kecil dan menuangkan kuah gula merah ke masing-masing piring. Lika masih saja diam, Arya hanya bisa melihat sahabatnya berubah dan yang satu lagi sibuk menuangkan kuah kue lupis.

"Kalau kurang bisa nambah, ibu bikin banyak. Kalau kurang lagi bisa dibawa pulang. Sepuluh menit cukup lah ya buat isi perut, nanti kita lanjut ke pembahasan bab 1 aja langsung. Kita bahas dari pembahasannya jangan soalnya. Soalnya agak buang waktu", semua mengiyakan lalu menyantap lupis buatan ibu.

"Ini kamu makan dulu", Lika hanya menerima piring dari Jaris. Kue lupis tanpa gula. Lika kurang suka makan makanan manis. Jaris ingat betul itu. Hapir semua yang Lika suka dan tidak dia ingat.

"Udah makan dulu. Muka lo bentar lagi berubah jadi khrisna nanti kalau gak makan", Lika sedikit tertawa akan lelucon Arya. Si pemecah suasana. Sama seperti beberapa tahun lalu. Arya si pemecah suasana.

(another) youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang