Halo semua, selamat datang di cerita aku dan terimakasih bagi yang sudah mampir. .
Tolong yang utama bersikap saling menghargai, enjoy sama ceritanya. jika kalian tidak puas sama cerita ini, kalian bisa tinggalkan. Jangan lupa beri vote dan komen jika suka dg ceritanya. Ok, terimakasih.
***
Di pagi hari setelah turun hujan suasana semakin sejuk ditambah terlihat air embun di dedaunan. Terlihat sesosok pria tampan berumur 22 tahun, berparas tinggi, ramping dan kulit putih yang membuka jendela kamarnya kemudian menghirup udara dingin pagi itu dengan dalam dan mata tertutup merasakan udara segar. Tidak ada yang berubah pun dari diri pria itu, wajahnya tetap tampan walaupun baru bangun tidur.
Panggilan telepon dari ponselnya yang ada di nakas meja membuatnya membuyarkan aktivitas menghirup udara segar saat ini. Segera pria itu mengangkat teleponnya.
"Natha. Lo di rumahkan belum berangkat ke kampus kan?" Tanpa permisi seorang sahabatnya yang menelpon itu langsung bertanya kepada Jonatha dan itu sudah biasa dia kadang juga begitu.
Biasanya sahabatnya, Jeje itu menginap di rumah Natha. Tapi kali ini, mamanya Jeje menyuruhnya tidur di rumah, karena neneknya sedang berkunjung ke rumah.
Jeje Anggiatama Narendra adalah teman sekaligus sahabat Jonatha sejak kecil. Mereka selalu bermain bersama dari kecil, satu sekolah bahkan setiap masuk sekolah selalu satu kelas. Tetapi sejak memasuki sekolah SMA Jeje dan Natha berbeda sekolah. Walaupun begitu mereka tetap bersama-sama. Keluarga Jeje juga sudah menganggap Natha sebagai anak sendiri sejak Natha ditinggalkan oleh orangtuanya. Meskipun begitu Natha merasa kurang enak dengan orangtua Jeje, karena selalu membantu Natha.
"Belum. Gue gak ada kelas pagi nanti siang gue mulai kelasnya" Natha sudah terbiasa dengan kelakuan Jeje yang random, sebenarnya Natha juga random sih.
Mereka seperti saudara kembar tingkahnya pun hampir sama. Hanya saja jika sudah kumat sifat aslinya Natha, dia kadang sibuk menyendiri dan jika sudah seperti ini Jeje lah yang selalu ada untuknya. Sejak sepeninggal kedua orangtuanya Natha, ia menjadi terlalu banyak menyendiri. Rasa kesepian datang tiba-tiba, hanya ada sahabatnya itu yang selalu tahu apa yang dirasakan Natha.
Dulu setelah kematian orangtuanya ketika ia masih berumur 15 tahun, mama dan papanya Jeje pernah menawarinya untuk tinggal di rumah orangtua Jeje, karena menurut mama Jeje tidak mungkin jika neneknya harus merawat Natha sedangkan rumah nenek Natha sangat jauh dari rumah Natha dan sekolahnya. Begitupun dengan Natha, ia juga tetap teguh dengan pendiriannya untuk ingin tinggal sendiri dan menyendiri dulu, dan ia ingin belajar mandiri.
"Oh, niatnya sih gue mau ajak bareng lo" jawab Jeje dari sebrang sana.
Biasanya Jeje sama dengan jadwal kelas Natha supaya bisa berangkat bareng. Karena jurusan mereka berbeda Natha mengambil jurusan hukum sedangkan Jeje mengambil jurusan bisnis jadi jadwal kelas mereka berbeda. Hanya hari selasa yang sama dengan jadwal kelas mereka.
Selain Jeje ingin mengajak Natha berangkat bersama ke kampus, Jeje tidak tega harus melihat Natha pergi dan pulang naik bus. Sebenarnya Natha bisa saja membeli motor atau bahkan mobil, tapi tidak ia lakukan karena selain ia ingin hidup sederhana ia tidak mau membuang-buang uang dari warisan orangtuanya, dan ia pun juga tidak perlu khawatir dengan biaya kuliahnya, karena Natha adalah mahasiswa pintar dia mendapatkan beasiswa mahasiswa berprestasi, dan ada saudara papanya yang berbaik hati membantunya, begitulah. Selain sederhana ia juga rendah hati dan bijak, jadi semua orang sangat menyukai Natha.
"Udah, lo pergi duluan aja. Lagian hujannya udah redakan." Jawab Jonatha yang masih mengucek matanya.
"Oh ya. Jangan lupa nanti pas pulang kuliah lo anterin pulang Kia ya?" lanjut Natha.
Kia adalah pacar Jonatha sekaligus teman satu kelas Jeje. Sebenarnya Kia dan Natha dulu satu kelas di SMA yang sama, dan sekarang Jeje lah yang satu kelas dengan Kia. Kia dan Natha mulai berpacaran sejak satu tahun yang lalu setelah mereka mulai pendekatan dan Natha memiliki rasa pada Kia ketika masuk kuliah semester pertama. Hubungan mereka masih belum diketahui oleh orangtua Kia, karena ayahnya melarang untuk pacaran dulu, dan hanya Jeje yang tahu. Itulah mengapa Ka dan Natha berpacaran tapi jarang bertemu.
"Emang harus ya?" tawar Jeje yang agak keberatan dengan permintaan Jonatha.
Tidak salah jika Jeje keberatan, jika Jeje dan Kia berdua mungkin Jeje akan risih sama Kia. Karena dia gadis yang lumayan cerewet menurut Jeje dan Jeje pun termasuk pria yang agak cuek sama cewek, tetapi karena Kia adalah pacar Jonatha, Jeje bisa mentolerir nya. Beda lagi jika bersama dengan Jonatha, yah karena mereka memang pasangan kekasih, dan mungkin sudah nyaman dengan sikap masing-masing yang selalu manis.
Kadang pernah saat Jeje mengantarkan pulang gadis itu berbicara terus dan Jeje pun hanya memasang wajah senyum sehingga matanya hampir tidak terlihat karena ketika Jeje senyum matanya terlihat tersenyum tapi dengan tidak ikhlas dan hanya mengangguk -angguk saja.
Kalian mungkin mengira Jeje mengantar Kia sampai depan rumah, tapi itu salah. Jeje hanya mengantar Kia hanya sampai di depan gang warung jalan belok menuju rumah Kia, selanjutnya gadis itu jalan kaki."Ya haruslah, kan gue yang minta. Ya, ya? Je?" suara Jonatha yang terdengar memohon dengan alis di naik turunkan yang tidak dilihat Jeje dengan nada menggoda yang lucu. Jonatha lebih suka jika Kia pulang bersama dengan Jeje lebih aman daripada harus Kia naik bus, jika sopirnya telat menjemputnya.
"Ok, yang punya pacar siapa yang selalu nganterin siapa. Tapi nanti sore kita main ke lapangan taman mini seperti biasanya ya?" sebagai gantinya Jeje meminta Nana untuk main ke tempat biasanya ia ngobrol berdua serta teman-teman lainnya jika mereka ada disana.
"OK, sekalian gue mau ngasih kaosnya si Jeki ketinggalan kalo dia ke sana, biasanya ke lapangan dia."
"Tuh anak tidur di rumah lo lagi? Masih aman kan rumah lo?" tanya Jeje memastikan sambil terkekeh.
"Iya, aman. Udah lanjut nanti aja ceritanya. Cepetan berangkat gih, nanti telat"
"iya iya, gue matiin. Bye" jeje mengakhiri panggilannya.
Di kamarnya, Natha masih duduk dan melihat-lihat sekitar kamarnya."Sepi banget gak ada Jeje sama Jeki" gumamnya. Tidak tahu apa yang ingin ia lakukan. Hanya saja ia merasa masih malas bangun dari duduk di spring bed nya. Kemudian dia keluar dari kamar dan ingin memasak untuk sarapannya.
Jeki merupakan tetangga Natha anak kelas 2 SMA, rumahnya di sebrang jalan rumah Natha, tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat. Dia hanya tinggal bersama Abangnya bang Septian atau panggil saja bang Tian. Mereka hanya tinggal berdua karena orangtuanya ke luar kota untuk masalah pekerjaan. Bang Tian punya bengkel yang lumayan jauh dari rumahnya, biasanya jika Bang Tian tidak pulang bang Tian menitipkan Jeki kepada Natha dan menginap di rumah Natha, dan Natha pun tidak keberatan Jeki sudah dianggapnya sebagai adik sendiri. Jadi kalau Jeki akan berangkat ke sekolah Natha akan membuatkannya sarapan, yah seperti adiknya sendiri.
Sebelum mulai memasak Natha membuka ponselnya, sepertinya ia ingin menghubungi seseorang.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
JENATHA [On Going]
Novela JuvenilBagaimana perasaanmu jika orang yang kamu cintai dijodohkan dengan sahabatmu sendiri? Itulah yang dirasakan Jonatha , ia harus merelakan kebahagiaannya. Disisi lain Jeje harus memilih antara melanjutkan atau mempertahankan persahabatan nya. Bukan ha...