34. Perasaan Kecewa?

6.5K 821 31
                                    

¤¤¤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

¤¤¤

Pelajaran terakhir telah selesai. Semua murid bergegas merapikan alat tulisnya masing-masing dan berlarian keluar dari kelas untuk pulang ke rumah.

"El, hari ini lo sibuk gak?"

Elang sontak berhenti dan menoleh ke arah Gilang. "Saya sibuk. Ada apa?"

"Bukan apa-apa, sih, bukan hal penting juga," jawab Gilang.

"Cepat katakan, siapa tau saya masih punya waktu untuk itu."

"Oke. Bisa kita kerjain tugas tadi di rumah lo? Selama ini gue belum pernah ke rumah lo, 'kan? Sekalian gue main." Gilang menampilkan raut senangnya.

Elang berpikir sejenak, bagaimana jika Gilang bertemu dengan Tasya di rumahnya? Tidak, ada yang lebih perlu dikhawatirkan lagi. Bagaimana jika Gilang bertemu dengan Zion? Drtt! Ponsel Elang tiba-tiba berbunyi. Dia mengecek siapa pengirim pesan tersebut.

Tasya :
[Maaf, hari ini aku tidak ke rumahmu dulu. Rasanya aku sedang tidak enak badan.]

Elang mengembuskan napas lega. Oke, satu orang telah selesai. Tinggal bagaimana caranya agar Zion tidak datang ke rumahnya saat masih ada Gilang.

"El, gimana?"

Mendengar pertanyaan Gilang itu membuat pikirannya terbuyar. "Oh, boleh saja. Sekarang?" Gilang sontak mengangguk cepat. "Baiklah."

Drtt! Lagi-lagi sebuah pesan masuk di ponselnya.

Zion :
[Kamu di mana? Cepat keluar dan temui aku di parkiran sekolah!]

Elang melirik Gilang sekilas, lalu menyimpan ponselnya kembali. "Tunggu saya di sini. Saya mau ke toilet dulu sebentar."

Gilang yang sedikit bingung dengan tingkah Elang itu hanya bisa mengangguk saja. Elang sontak bergegas keluar dari kelas. Namun, itu berhasil membuat Gilang terheran. "Memangnya ke sana ada toilet, ya? Toilet di luar? Sejak kapan?" gumam Gilang bingung sendiri.

Dia menggelengkan kepalanya dengan cepat dan memilih untuk mengikuti ke mana Elang pergi. Jelas-jelas Elang berbohong padanya. Seharusnya Elang mengambil jalan sebelah kiri untuk ke toilet, tetapi Elang malah mengambil jalan sebaliknya. Benar saja, Gilang menemukan Elang yang tidak pergi ke toilet, melainkan ke parkiran sekolah. Dia berusaha melangkah lebih dekat tanpa ketahuan. Dia ingin tahu siapa dan apa yang dibicarakan Elang.

"Bagaimana kau bisa masuk sampai ke parkiran?" tanya Elang.

Zion hanya terkikik dengan santai. "Itu tidak perlu dipertanyakan. Bukan hal penting. Aku kesini hanya ingin memastikan, malam ini kita jadi melakukannya, 'kan? Jangan katakan 'tidak' karena kau sudah berjanji."

Elang sontak berdecak malas. "Oke, tapi tolong jangan temui saya seperti ini. Bagaimana jika ada orang lain yang mendengar perbincangan kita?"

"Memangnya kenapa? Kita bunuh saja bersama-sama. Entah laki-laki atau perempuan, adik kelas atau satu angkatan, semuanya bisa jadi korban, 'kan?" Zion menampilkan senyum piciknya.

"Jangan seenaknya menentukan kor—"

"Seorang psikopat tidak pernah pandang status, Elang," potong Zion dengan cepat hingga membuat Elang seketika terdiam.

Gilang yang semenjak awal mendengar obrolan Elang dan Zion secara diam-diam itu sontak terkejut. Psikopat? Korban? Apa yang mereka maksud? Itu semua membuat Gilang kebingungan.

"Apa yang sebenarnya mereka bicarakan? Psikopat? Mereka pembunuh?" gumam Gilang seraya mencoba menstabilkan detak jantungnya dan kembali mengintip. Dia terlonjak kaget ketika melihat Zion menyodorkan pisaunya ke arah Elang. Namun, Elang menerimanya dengan sangat santai.

"Bagaimana dengan perempuan yang kemarin? Apa dia tidak takut denganmu?" tanya Zion. Elang mengerti, perempuan yang Zion maksud adalah Tasya. "Siapa, ya, namanya? Tasya? Apa dia pacarmu? Tunggu, memangnya pembunuh sepertimu bisa jatuh cinta? Ah, bagaimana kalau kita jadikan dia korban untuk malam ini?"

"Dia bukan wanita seperti itu, dia bukan target kita."

Zion menyeringai. "Kenapa? Kenapa kamu begitu menyangkalnya? Kalau kamu tidak mau, biarkan aku saja yang melakukannya sendiri. Kalau dipikir-pikir lagi, sepertinya aku pernah melihat wajah itu di masa lalu."

Mendengar itu, Gilang lagi-lagi terkejut. Sapu lidi di sampingnya terjatuh karena tersenggol tangannya. Mendengar benda terjatuh, Elang dan Zion sontak menoleh ke sumber suara secara bersamaan. Gilang merutuki tingkah bodohnya, lalu segera pergi ke kelas untuk berpura-pura menunggu Elang dan melupakan obrolan tadi.

"Ada yang menguping, ya? Gawat dong," ucap Zion, "bagaimana kalau kita cari pelakunya dan kita bunuh sama-sama?"

"Diam, cepat pergi dari sini!" usir Elang. Zion hanya membalasnya dengan kekehan, lalu pergi menaiki tembok tinggi parkiran sekolah.

Elang menelusuri setiap sudut parkiran sekolah, beruntungnya mereka berada di titik buta dari CCTV. Dia bergegas untuk kembali ke kelas seraya mengecek tempat suara benda terjatuh tadi. Elang hanya bisa mengembuskan napas berat dan berlalu begitu saja. Di depan kelas, dia melihat Gilang yang sedang duduk di kursinya, menunggu dia datang seperti yang dia katakan.

Melihat Elang sudah berada di depan kelas, Gilang sontak terbangun dan bersikap seperti biasanya untuk menutupi rasa takutnya. "Oh, lo udah dateng? Ngapain aja? Lama banget di toilet," ucap Gilang berusaha mencairkan suasana. Namun, Elang hanya diam dan tidak merespons.

"Tingkahmu aneh." Gilang sontak terdiam 'tak tahu harus bereaksi seperti apa. "Layaknya orang yang sedang ketakutan. Kamu takut sama saya?"

Gilang lagi-lagi terdiam. Dia tidak tahu, tubuhnya terasa kaku. Ingin rasanya lari, tetapi kakinya tidak bisa melangkah lagi. Gilang akhirnya hanya bisa pasrah dan menunduk dalam. "Gue kecewa, El," celetuknya.

Elang mengepalkan kedua tangannya. Jika yang dipikirkannya benar, bahwa orang yang mengintipnya tadi adalah Gilang, dia tidak bisa menutupi jati dirinya lagi.

"Gue kecewa sama kakak gue, El!" seru Gilang membuat Elang terkejut. Dia menatap Gilang dengan heran. "Gue kecewa sama kakak gue, El. Masa cuma gara-gara istrinya ngidam ayam goreng, ayam kesayangan gue jadi korbannya. Lihat, nih!"

Elang membuka kembali kepalan tangannya dan menerima sodoran ponsel dari Gilang. Dia melihat pesan masuk dari kakaknya Gilang yang meminta maaf karena ayam kesayangan milik Gilang telah menjadi korban pemotongan.

Elang mengembalikan ponsel itu ke pemiliknya. "Oh, iya, El, mungkin rencana awal tadi kita undur aja, ya, gak papa, 'kan? Gue udah gak mood lagi buat ngerjain tugas. Gue mau sidang kakak gue dulu, maaf." Dengan cepat Gilang menggendong tasnya dan pergi begitu saja. "Sampai jumpa besok, El!"

Elang terdiam menatap kepergian Gilang. Dia mengembuskan napas beratnya."Semoga kamu tidak sedang bersandiwara dengan saya, Gilang."

¤¤¤

Cirebon, 25 Desember 2021

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cirebon, 25 Desember 2021

Follow IG ⬇
taa.fn28

Indigo vs Psikopat 🔞 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang