Sebelum mulai membaca, alangkah baiknya untuk menyalakan sound yang sudah disiapkan~
Enjoy'♡
.
Hujan deras menyelimuti rumah seorang gadis yang sedang duduk didekat jendela kamar pribadinya. Menyaksikan tangisan awan yang cukup deras membuat suara rintikannya terdengar gusar ditelinga.
Ia seraya menulis diselembar kertas dengan pena kuno miliknya. Menghembuskan nafas sedikit mencium bau petrikor yang melangkah perlahan didepan hidung mancungnya.
Kata demi kata ia tulis dengan wajah yang cukup serius. Entah untuk apa ia menulis ditengah malam begini, tetapi ia memang senang meluangkan waktu malamnya dengan menulis.
Sebuah kiasan yang ia tulis dalam beberapa lembar kertas, dan ia akan menjadikannya sebuah buku.
Tidak untuk diperjual belikan, namun ia akan mengkoleksinya di rak buku khusus yang ada diruang sebelah kamar miliknya.
Menghela nafas ia bangkit dari duduknya. Melangkah pelan mengelilingi rumahnya. Rumah kuno yang cukup besar dan luas dengan dinding kayu yang sedikit usang dimakan waktu.
Menyentuh pilar kayu ia berargumen pada diri sendiri. Ia memikirkan bagaimana ia harus memperbaiki rumahnya apabila rumah tua ini hancur dimakan rayap? Jawaban memang sudah ada didepan mata, mustahil.
Dengan tubuh lemah nan ringkih ini ia takkan bisa memperbaiki rumah tua ini, apalagi pergi dari rumah dan mencari pertolongan tukang kayu untuk memperbaiki satu demi satu komponen rumah kuno yang dimakan rayap.
Sejak kecil ia tidak pernah bertemu dengan orang lain selain orang tuanya, adiknya dan bibi pembantunya. Seakan terisolasi dalam rumah tua yang berada diatas gunung dan ditengah hutan yang tidak diketahui keberadannya oleh orang luar.
Terduduk lemas dibalkon depan pintu masuk ia merapatkan genggaman kedua tangannya. Menatap keluar dengan perasaan kosong.
Sendirian. Tidak ada satupun yang mengajaknya bermain ataupun mengobrol. Bibirnya yang sudah kaku tidak bisa digerakkan lagi semenjak tragedi 10 tahun yang lalu.
Mengusap kedua matanya menahan tangis yg mendera. Perasaan sakit ditinggalkan kesepian dan kelelahan atas bertahan hidup dalam kesengsaraan yang ia rasakan bertahun-tahun.
Ia sudah kewalahan dengan kehidupannya. Tak tau apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Putus asa telah menarik-narik lengan dan tubuhnya, namun ia masih belum memutuskan nasibnya.
Mengeratkan kain tebal yang menyelimuti bahunya. Padahal ia sudah menggunakan syal merah dan yukata yang lumayan tebal nan berlapis tetapi masih saja hawa dingin menggelitik masuk ke rongga pembuluh darahnya.
Meniup-niup kedua tangannya yang bergetar akan kedinginan dan tanpa sengaja sekelebat bayangan hitam tertangkap oleh manik hitamnya. Ia menajamkan pengelihatannya dan terlihat sesosok bocah laki-laki dengan memakai hakama biru tua yang sedikit usang berjalan mendeketi tempat yang ia duduki.
Rambutnya yang berantakan dan basah kuyup dengan mata sayunya dia menangkap eksistensi seorang gadis itu dengan tatapan kosong.
Bocah itu tiba-tiba menghentikan langkahnya dan berjalan mundur dengan perlahan. Dengan sigap ia berlari menghampiri bocah tersebut dan mengajaknya masuk kedalam rumah.
Ia membantu menggantikan pakaian bocah tadi yang basah kuyup dan menghangatkannya dengan selimut tebal yang terbuat dari bulu domba. Sejenak ia menuangkan segelas susu hangat dan memberikannya pada bocah tersebut.
Sebuah argumen dan berbagai pertanyaan sudah menumpuk memenuhi isi kepalanya. Bagaimana dia bisa kemari? Pertanyaan itu yang membuat ia sangat ingin mengatakannya. Namun ia sudah lupa cara berbicara maupun membuka mulutnya. Jadi ia mengurungkan niatnya.
Bocah tersebut menatap wajah gadis itu. Mereka saling pandang sekitar beberapa waktu kemudian bocah itu mengatakan 'aku sangat mengantuk', 'apakah aku boleh tidur disini?' Ucapnya dengan ungapan besar dari mulut mungil nan imut bocah itu.
Si gadis sedikit tertawa melihat tingkah gemas bocah laki-laki dihadapannya. Dan ia pun menggelar satu futon dikamarnya dan mereka tidur bersama dalam satu selimut. Ah... menggemaskan.
Beberapa jam kemudian, bocah itu membangunkan si gadis yang sudah terlelap beberapa waktu lalu. Ia bangun dan bertanya pada si bocah, dan bocah itu mengatakan ia tidak bisa tidur karena mimpi buruk.
Si gadis tersenyum kecil, ia pun mengambil buku yang ada dimeja bundarnya. Ia menyuruh bocah itu tidur dipangkuannya, dan ia membacakan sebuah dongeng yang ia tulis ketika ia masih berumur 10 tahun bersama adiknya saat itu.
Sebenarnya ia sangat ragu karena sudah lama ia tidak berbicara, namun dengan keberanian dan tekad yang kuat ia pun menggerakkan mulutnya. Walaupun suaranya sudah hancur berantakan seperti orang bisu yang menyiksa pita suaranya, namun bocah itu tidak memperdulikannya dan tetap mendengarkan dongengannya sambil sesekali bertanya padanya.
Sepercik kehangatan muncul didalam hati si gadis, ia kini merasa sangat senang dengan kehadiran seseorang yang membuat perasaan nyaman yang ia dambakan 10 tahun ini.
Seperti sebuah bingkai lukisan kecil yang retak karena benturan yang terletak dimeja bundarnya, itu sedikit demi sedikit menghilang dan berubah. Potret lukisan seorang gadis dan bocah laki-laki dengan yukata yang bercorak sama persis dengan yang mereka pakai sekarang tersenyum cerah dengan menggenggam batang bambu yang dipakai untuk menggantungkan harapan. Dan mungkin pohon itu masih ada dirumah ini.
Dan mungkin, ia tidak akan kesepian lagi.
Tidak, sudah pasti ia tidak akan sendirian lagi.
Pukul 3 pagi pun telah berdentang. Hujan juga sudah sedikit mereda, mereka berdua sudah terlelap dalam mimpi. Sambil berpelukan dibawah selimut putih dengan syal merah menyelimuti leher mereka berdua. Dengan senyum hangat diwajah tenang mereka berdua dan dibaluti oleh nyanyian jangkrik yang merdu.
Bocah itu berkata pada si gadis, "Kita akan terus bersama 'kan, Kakak?"
TAMAT.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen
Short StoryHanya kumpulan cerpen. "Apakah kamu lelah? Istirahatlah sejenak dan baca ini... Semoga lekas sembuh:) " Genre: Thriller, Horror, Romance, Drama, Komedi, dll. WARNING! BxB, GxG, BxG.