Keadaan terasa ramai meski hanya ada kamu dan Nao saat ini. Gesekan wrapper permen yang dibuka dan diremas setiap beberapa menit sekali, ditambah dengan suara televisi, serta sound effects game dari ponsel bergema memenuhi ruang tamu rumah pemuda itu.
Kalian baru beberapa bulan pacaran dan hal pertama yang kamu mengerti dari pemuda itu adalah kesukaannya terhadap permen yang terkadang cukup mengkhawatirkan.
"Nao, itu permenmu yang keberapa?"
"Hmm, entahlah. Yang ke-63? Yang pasti ini permen melon ke-30-ku."
Tangan kirimu yang mengusap rambut pemuda itu spontan berhenti. Kemudian menjambak rambut bak kapas miliknya.
"Ow! Hei! Ayolah! Aku sedang berlomba dengan pemain lain, jangan membuatku hilang konsentrasi!"
Kamu mengambek. Pemuda yang tadi membujuk agar kamu memberikan pahamu untuk dijadikan bantalnya, kini sibuk sendiri dengan permen dan permainan di ponsel kesayangannya.
"Huh, memangnya kamu sendiri tidak takut gigimu rusak? Makan permen sebanyak itu setiap hari."
"Tidak. Selama aku rajin gosok gigi, Hanae tidak akan menonjok- maksudku, gigiku akan baik-baik saja," balas Nao yang masih fokus ke permainannya.
"Kenapa kamu sebegitu sukanya dengan permen? Sudah seperti orang merokok saja, kecanduan," celetukmu sembari mengganggu pemuda itu dengan memainkan pipinya.
"Setidaknya kecanduan permen tidak akan membuat paru-paruku rusak."
"Tapi gigimu yang rusak, Nao."
"Makanya tadi kubilang, asal aku rajin menyikat gigi setiap hari, harusnya mereka baik-baik saja."
Kamu memasang wajah merajuk.
"Permen terus. Setiap hari makan permen, main game. Aku saja tidak bisa bertemu denganmu setiap hari. Apa aku tidak lebih penting dari permen?"
Mendengar omelanmu, Nao menghentikan permainannya seketika dan mendongak. Kedua netra merah mudanya menatap matamu dalam.
"Ada kok, yang bikin aku candu selain permen."
Kamu mengerutkan dahi. "Game?"
Nao menyunggingkan senyum dan mengeluarkan tawa kecil. "Kamu."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
