Gemuruh disertai tetesan air hujan tak kunjung berhenti sejak dua jam yang lalu. Osamu menyantap makan malam di meja makan seorang diri. Ia sudah mencoba untuk menghubungin kedua orangtuanya, namun tidak ada jawaban apalagi kabar dari keduanya. Atsumu, ia sudah tidak tinggal dirumah itu lagi bukan."Capek..." Ditengah kegiatan makan malamnya, Osamu teringat hari dimana Atsumu diusir dari rumah. Saat itu, Atsumu berkata bahwa ia memata-matai wanita yang diduga adalah selingkuhan Papah. Jika boleh jujur, Osamu juga sudah beberapa kali memergoki orangtuanya yang satu itu. Apalagi saat berkomunikasi via telepon. Tapi, Osamu lebih senang untuk tutup mulut. Sebab ia tahu risikonya jika sembarang bicara dan bertindak seperti Atsumu.
Dari lubuk hati terdalam, Osamu hanya tidak ingin keluarganya tercerai-berai. Karena itulah ia terus menahan diri. Jika bicara soal rasa sakit, Osamu sangat kesakitan. Bukan cuma batin, tapi paru-parunya terasa sangat nyeri. Semuanya terjadi semenjak Atsumu diusir, Mama lebih sering keluar rumah, dan Papah selalu pulang larut malam- dengan alasan banyak pasien yang harus ia tangani di IGD.
Osamu menyelesaikan makan malamnya, kemudian berjalan ke wastafel karena dada-nya terasa seperti ditekan. Setelah berlama-lama menahan sesak, akhirnya Osamu bisa batuk. Baginya, itu bukanlah batuk biasa- sebab selalu mengeluarkan darah. Ketika batuk itu datang, rasa sakitnya menyerang hingga bagian punggung.
--
"Luka-nya udah nggak sakit, Sam?" Tanya Papah
Osamu menggeleng. Ia datang kerumah sakit untuk check up. Tepat satu bulan yang lalu, ia harus menjalani pengobatan- yaitu mengeluarkan cairan dari dalam paru-parunya. Bukan hanya itu, Osamu juga memiliki anemia yang cukup parah.
"Bagus kok. Kondisi kamu membaik." Jelas Papa.
Osamu mengangguk.
Sedaritadi Osamu tak banyak bicara, dan Papah tahu kalau ada yang tidak beres dengannya.
"Kalo ada yang pengen diomongin, cepetan. Papah sibuk." Ucap Papa, membuat Osamu sedikit terhentak.
"Papah beneran punya selingkuhan?" Tanya Osamu dengan hati-hati.
Kemudian, Osamu terkejut. Sebab Papahnya mengangguk dengan cepat. Osamu membisu, dadanya terasa seperti sedang terbakar. Osamu hanya bisa tersenyum kecil, karena dirinya terlalu takut untuk melawan orangtuanya. Iya, Osamu tahu- sekalipun ia melawan Papah. Maka tidak ada kesempatan menang baginya.
"Semoga Papah bahagia.." Ucap Osamu singkat, sebelum meninggalkan ruangan tersebut.
Rasa bersalah menampar diri Osamu dengan kuat. Seharusnya ia banyak mendengarkan dan berada di pihak Atsumu. Osamu merasa sangat menyesal, dan ia begitu ingin meminta maaf kepada Atsumu- tapi, Osamu terlalu takut. Ia tahu kalau Atsumu tidak mungkin memaafkannya dengan mudah.
Sesampainya dirumah, Osamu termenungung di pinggir kolam ikan yang ada di taman belakang rumah. Terkadang, suara gemercik air bisa menenangkan pikirannya. Sebetulnya, Osamu memiliki ide agar dirinya bisa bertemu- sekaligus membawa Atsumu kembali kerumah. Sayangnya, ide tersebut memiliki risiko- dimana Osamu takut kalau ia tidak bisa mengatasi risiko tersebut.
Batuk yang dialami Osamu semakin parah, sesak di dada-nya tak mau kunjung hilang. Apalagi jika Osamu sedang menangis, rasanya paru-parunya berhenti bekerja dan membuatnya seperti benar-benar kehabisan oksigen.
"Tuhan, semoga Samu ga dibunuh Ama Tsumu karena abis ini Samu mau bohongin dia, biar pulang." Seorang Miya Osamu melipat kedua tangannya, memanjatkan permohonan kepada Tuhan dengan kalimat seperti anak kecil. Osamu kemudian menyambar teleponnya, memandangin kontak Atsumu selama kurang lebih dua menit lamanya.
Osamu memberanikan diri, jemarinya menekan tombol telepon dan segera menunggu Atsumu untuk menjawabnya. Sebenarnya Osamu tidak berekspektasi terlalu tinggi, karena kenyataannya Atsumu benar-benar tidak mengangkat panggilan teleponnya- meskipun Osamu sudah melakukan panggilan sebanyak empat kali.
"Hmm?" Pada percobaan kelima, suara Atsumu terdengar. Osamu yang hampir putus asa mendadak menjadi kikuk. Kebingungan harus bicara apa selanjutnya.
"Tsumu, gimana kabar Lo?" Tanya Osamu.
"Kalo cuma buat basa basi, mendingan gak usah. Gw gak butuh lagi perhatian Lo!" Jawab Atsumu to the point.
"Mama sakit, dan dia mau ketemu sama Lo." Osamu mendadak berujar demikian, sebab otaknya tak mampu membuat skenario lainnya. Batinnya berkata, bahwa dirinya pasti habis dihajar begitu Atsumu sampai dirumah.
"Urusin aja, itu kan Mama Lo. Lagian Papah lo dokter, ngapain lo sekeluarga malah nyariin benalu kayak gw?" Jawaban Atsumu lagi-lagi membuat Osamu kesulitan. Yang harus Osamu lakukan selanjutnya adalah membuat kebohongan yang lebih ekstrim. Walau sejujurnya ia merasa bersalah karena menggunakan Mama-nya sebagai alasan yang kurang baik.
"Mama, nggak lama lagi bakal..." Osamu berusaha agar suaranya terdengar seperti seseorang yang sedang berduka.
"Apaan si, Sam. Mama sehat-sehat begitu, yakali langsung gitu." Dari nada bicaranya, Osamu tahu kalau Atsumu mulai panik.
"Gak apa, gw tau lo sakit hati sama kita semua." Osamu semakin memelas. "Gw bakal minta maaf ke mama, karena gabisa bawa Lo pulang."
"Hah? Gw balik, Sam! Awas Lo kalo mama sampe kenapa-napa sebelum gw sampe rumah!" Atsumu langsung mematikan teleponnya.
--
BRAKKK!
Bukannya mengetuk pintu, Atsumu malah mendobrak pintu depan dengan cara menendangnya kuat-kuat. Saat masuk, ia disambut oleh Osamu yang sedang duduk dengan napas tersendat.
"Samu... Mana mama?" Tanya Atsumu yang langsung melompat duduk disamping Osamu. Melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Osamu, membuat Atsumu sadar- bahwa dirinya sukses mengikuti tipuan Osamu hingga sampai kedalam rumah.
"Ma... Mama.." Osamu terbata-bata. "Nah! Itu mama!" Osamu menunjuk cepat, membuat Atsumu segera menoleh kearah yang ditunjuk. Sayangnya, perbuatan Osamu tadi hanyalah tipuan belaka. Buru-buru Osamu kabur dari posisinya.
"Bohong kan lo! Samuuuuu!!!" Atsumu mengejar. Ia mengambil beberapa buku yang ada di rak depan. Melemparinya kearah Osamu yang sibuk menghindar dari ujung meja makan.
"Please, please, dengerin gw dulu, Tsum!" Osamu memohon, kedua tangannya memegang panci dan wajan sebagai tameng. Yah, sebab Atsumu masih terus melemparkan barang kearah Osamu.
"Gak! Mati Lo ditangan gw!" Kata Atsumu dengan geram. Walau sebetulnya ia tidak sungguh-sungguh dengan kalimatnya itu.
Keduanya masih saling berkelahi. Terus, sampai hampir seluruh area di lantai bawah hancur berantakan.
.
.
.
.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
RUNTUH - Miya Twins [ END ] ✓
Fanfictionkehidupan yang bahagia merupakan impian dari kebanyakan orang. Sayangnya, Si kembar Miya tidak memiliki kehidupan impian itu- hampir sepanjang hidupnya. Selalu ada pertengkaran, perdebatan, kehilangan, sampai kehancuran disetiap harinya. Atsumu lela...