Jalanan dipenuhi oleh manusia yang berlalu-lalang sibuk dengan dirinya sendiri. Tanpa saling berbicara bahkan bertegur sapa. Seorang gadis berseragam putih abu sedang berdiri berdesakan di antara banyaknya manusia. Menunggu kendaraan umum menjemput. Gadis itu bernama Kahsa Xora, sering dipanggil Kahsa oleh teman-temannya.
Kahsa mengibaskan tangannya seakan menjadi pengganti kipas. Kerutan alisnya terlihat jelas. Sesekali melihat jam yang melingkar di tangannya.
"Duh, lama banget," ia menggerutu.
Tak berselang lama, bus putih dengan goresan-goresan dibagian belakang dan samping itu berhenti. Kahsa segera masuk ke dalam. Ia melihat ke belakang berharap ada tempat kosong untuk ia duduki. Namun, ia tersentak ketika bertabrakan dengan badan seseorang.
"Ah, maaf," Kahsa menundukkan kepalanya.
"Makanya kalau jalan matanya dipakai, jangan hanya buat pajangan saja," ucap lelaki berseragam putih abu seraya meninggalkan Kahsa yang masih tertunduk.
Kahsa pun mengangkat kepalanya. Ia memalingkan wajahnya dan menggerutu sendiri.
"Belagu banget si jadi makhluk hidup,"
Tak berselang lama, bus yang membawanya ke sekolah sudah hampir sampai. Ia pun memberikan kode agar sopir bus menghentikan lajunya.
"Bang, kiri," teriaknya sembari berjalan menuju pintu bus.
Tangan kanannya merogoh uang yang berada di saku seragamnya.
"Ini Bang, uangnya," Kahsa memberikan uangnya kepala kernet bus.
Banyak siswa lain yang berjalan santai menuju gerbang, namun tidak dengannya. Ia berjalan seperti sedang dikejar oleh sesuatu.
"Sa, ngapain lo buru-buru," teriak gadis berambut pendek yang berusaha menghampirinya.
"Eh Linlin, ini kan jadwalnya gue piket, kemarin gue lupa,"
"Kebiasaan deh,"
"Gue duluan ya,"
Kahsa berlari meninggalkan Alin. Setelah sampai di kelas, Kahsa meletakkan tasnya di atas meja. Kemudian bergegas mengambil sapu dan membersihkan lantai yang belum disapu oleh teman se-piketnya.
"Wah, tuan putri pagi-pagi rajin banget," celetuk lelaki yang baru saja memasuki ruang kelas.
"Gue memang rajin dari lahir, ada apa tumben pagi-pagi ke sini?" tanya Kahsa ditengah sibuknya menyapu lantai.
"Gue mau ngajak lo sarapan,"
"Gue lagi sibuk, No. Sama Alin saja,"
"Ada apa nih pagi-pagi sudah disamperin," celetuk Alin dari luar kelas.
"Niatnya gue mau ngajak Kahsa sarapan, tapi dianya sibuk. Lo mau ga sarapan bareng gue?" Tutur Jino
"Wah, kebetulan gue belum sarapan," ucap Alin dengan mengelus perutnya.
"Lo mau nitip sesuatu ga, Sa?" Tawar Alin.
"Ga dulu deh, lo berdua pergi saja. Ga kelar-kelar ini gue nyapunya kalau diajak ngobrol," oceh Kahsa.
Alin dan Jino meninggalkan kelas, sedangkan Kahsa melanjutkan menyapu. Selesai menyapu, ia membersihkan debu di meja guru dengan kemoceng hijau yang ia pegang.
"Huh, akhirnya beres juga,"
Tak berselang lama setelah Alin kembali ke kelas, bel pun berbunyi. Guru dengan rambut disanggul itu memasuki ruang kelas. Seketika suasana kelas menjadi hening.
"Selamat pagi, anak-anak," sapa Guru sembari meletakkan map yang ia bawa di atas meja.
"Pagi, Bu," jawab siswa dengan kompak.
"Kemarin ada tugas ya, jadi hari ini kita akan membahas tugas minggu kemarin. Nama yang ibu panggil silakan maju ke depan mengerjakan soal. Boleh pilih nomor yang menurut kalian mudah,"
Seketika semua yang ada di ruang kelas menundukkan kepalanya, tak terkecuali Kahsa dan Alin. Mereka berdoa dalam hati masing-masing agar namanya tidak dipanggil oleh bu Eni.
"Soalnya ada 4, jadi ada 4 siswa yang akan mengerjakan di depan. Roni, Sita, Kahsa, Dodi, nama yang ibu sebut silakan maju ke depan,"
Kahsa berjalan ke depan kelas disusul oleh teman-temannya. Kahsa mengambil spidol dan menuliskan nomor dan soal di papan tulis. Setelah semuanya telah menuliskan soal di papan tulis, guru berjalan menghampiri mereka dan mengambil satu persatu buku yang mereka bawa.
Terlihat beberapa diantara mereka tangannya menjadi kaku untuk menulis di papan tulis. Entah karena grogi atau tidak bisa menjawab. Namun, berbeda dengan Kahsa, ia langsung menjawab soal yang telah ia tulis dengan lancar karena dirinya memang jago soal perhitungan.
Setelah selesai menjawab, Kahsa kembali ke tempat duduk. Namun, dua diantaranya masih berdiri di depan menyelesaikan jawaban.
Tak memakan waktu lama, mereka berdua pun kembali ke tempat duduk.
"Teman-teman kalian sudah menjawab keempat soal ini, mari kita koreksi bersama,"
***
Semua siswa yang berada di kelas 11-A menghela napas lega ketika mendengar bel berbunyi. Suasana kelas yang semula senyap menjadi bising seketika. Beberapa di antara mereka berlari keluar kelas untuk mengisi perut yang meraung-raung minta makan atau hanya sekedar mengobrol di taman.
"Lin, ke kantin yuk!" Kahsa menyenggol lengan Alin.
Alin mengelus perutnya seraya berkata "yuk, sudah keroncongan nih perut gue,"
Mereka berjalan melewati lapangan basket yang bising akan teriakan dari para siswi. Kahsa mendengus melihat pemandangan itu.
"Jam istirahat bukannya makan malah teriak-teriak, aneh banget," ucap Kahsa dengan nada jengkel.
"Bukan aneh, lo yang aneh. Sekali-sekali nikmatin masa-masa SMA lo dong! masa cuma belajar, ke kantin abis itu ke perpus, gitu aja terus,"
"Kalau gue aneh, kenapa lo bareng sama gue yang aneh ini?" jawab Kahsa.
"Ya gue si merasa kasihan sama lo, daripada ga punya temen ya sudah gue temenin aja,"
Kahsa menyentil kepala Alin, "Dih, bilang saja lo emang ga punya temen,"
"Aw sakit, bego!" celetuk Alin yang disambut dengan kekehan Kahsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis X hidup
Teen FictionSekuat apa pun jalinan kisah ini. Jika garis hidup kita tak berkata "iya", perpisahan pun menjadi jalannya.