02. Pertemuan

2 0 0
                                    

Entah sudah berapa lama Ria tak sadarkan diri. Ingatan terakhirnya ada pada saat ia memasuki ruang tunggu yang hanya berisikan ia sendiri selepas pemilihan senjata.

Ditangannya kini ada busur dan beberapa anak panah yang cukup cantik menurutnya. Sebenarnya ia ingin mengambil senjata api yang menurutnya akan lebih efektif saat menyerang lawan. Namun mengingat persediaan amunisi yang terbatas yang dapat ia bawa mengurungkan niatnya itu. Sebenarnya ia bisa mengambil senjata milik lawan lain, namun sebisa mungkin ia ingin menyelesaikan permainan ini tanpa harus mengotori tangannya sendiri dengan darah.

Daerah tempat Ria ditempatkan memang cukup cocok dengan senjata pilihannya. Apa penempatan peserta memang disesuaikan dengan senjata pilihan mereka? Entahlah, namun tidak ada salahnya jika berhati-hati dengan pemanah lain yang mungkin akan ia temui didalam hutan nanti.

.........

Sudah sekitar tiga jam ia berjalan menyusuri hutan, tidak ada tanda-tanda keberadaan musuh ataupun tanda yang ia cari. Matahari kini sudah berada pada puncaknya ia bersinar. Kemungkinan sudah lewat tengah hari sekarang.

Ria melihat kedalam tas perbekalan yang memang disediakan untuk para peserta bertahan hidup. Tapi didalam tas itu hanya perbekalan untuk satu hari saja, karena memang para peserta ujian harus bisa mencari makanan mereka sendiri dalam kondisi apapun. Namun yang pasti untuk sekarang fokus Ria mencari sungai untuk perbekalannya. Karena ia lebih tidak ingin mengalami dehidrasi yang membuatnya kehilangan fokus.

Dari tempatnya berdiri terdengar dentingan logam beradu yang cukup keras. Mencoba menaiki pepohonan yang cukup rimbun agar dapat menyembunyikan kehadirannya yang mungkin tertangkap mata lawan dan Ria memfokuskan pendengarannya untuk mencari sumber suara.

Bergelantungan antar satu pohon ke pohon lainnya, hingga akhirnya Ria menemukan sumber suara logam tadi.

Terlihat dua orang pria yang saling beradu senjata. Seorang pria berkulit pucat, berambut blonde dengan pedang mata dua yang ia gunakan, pedang itu tampak mempesona dengan garis biru ditengahnya seperti mata pria itu. Dan seorang pria lainnya dengan kulit eksotis dan rambut perak bercahaya dengan kedua pedang di kedua tangannya. Pedang mata satu yang polos, sederhana, namun tampak memikat.

"Nitoryu? Terlebih mata itu..." Ria memperhatikan iris kuning mata pria eksotis itu. "Kurasa si-pucat itu tak ada kesempatan" final Ria kemudian.

Dan benar saja. Pria pucat tadi tumbang, walau tidak merengut nyawanya tapi tetap saja kemungkinan ia untuk bertahan melewati ujian dengan selamat sudah tidak ada karena baik persenjataan atau perbekalannya sudah dilucuti sebagai rampasan perang oleh lawannya.

Ria berencana meninggalkan tempat itu setelah si-perak, begitu Ria menyebut pria eksotis tadi pergi duluan agar tidak ada gesekan dipohon yang dapat memberitahukan keberadaannya. Rencananya begitu. Tapi ternyata sia-sia saja.

"Kamu bisa keluar sekarang" Karena mata spesial yang dimiliki si-perak dapat mengetahui keberadaan Ria dengan sangat mudah.

Ria melompat turun dengan santainya sambil tetap waspada pada orang didepannya itu. Yah walau Ria melawan dengan kejutan pun ia tetap tidak akan menang melawan mata ramalan, begitu yang orang sebut untuk pemilik mata itu. Seperti namanya, mata yang dapat meramalkan masa depan. Artinya perlawanan apapun yang dikerahkan Ria tidak akan berguna karena pria itu lebih dulu mengetahui pergerakannya. Yah, walaupun Ria sendiri tidak begitu paham cara kerja mata itu seperti apa. Apakah benar seperti yang dirumorkan orang-orang atau tidak.

"Sepertinya saya mengganggu perburuan anda" ujar Ria tetap menjaga sopan santun pada orang asing.

"Tidak usah begitu formal begitu tuan putri. Oh, atau saya juga harus bersikap informal terhadap anda" ucap pria perak itu dengan senyum yang menghiasi wajahnya. Entah apa arti senyuman itu Ria sendiri pun tidak tahu meski ia orang yang sangat peka diantara para prajurit istana.

"Kita disini setara. Jadi tidak perlu memanggil ku dengan embel-embel. Kamu bisa panggil aku dengan nama saja" Ria menyodorkan tangannya untuk berjabat.

"Mariane".

"Xean" balasnya seraya menjabat tangan Ria.

"Baiklah kalau begitu, aku pemisi dulu" ucap Ria segera melepaskan jabatannya dan berlalu melewati Xean.

Sebisa mungkin Ria tidak ingin berhubungan dengan Xean. Entah kenapa ia merasakan firasat buruk jika ia terus bersama Xean.

.........

Setelah sampai disungai kecil Ria meminum dan menyimpan untuk persediaannya nanti. Segera pula ia membersihkan daging kelinci buruannya tadi saat berjalan mencari air. Mengumpulkan beberapa ranting pohon dan mulai ia membuat panggangan sederhana dari alat yang dapat ia temukan dihutan.

Melihat daging kelinci buruannya yang sudah hampir matang sempurna membuat Ria ingin segera melahap habis daging itu. Namun ia merasa tidak nyaman karena sedari tadi Xean mengekori Ria. Apalagi sekarang ini Xean dengan terang-terangan menatap calon santapannya itu dengan mulut terbuka dan air liur yang menetes.

Ya, sejak perpisahan mereka setelah berkenalan, mereka tidaklah benar-benar berpisah. Xean mengikuti Ria dalam diam. Ria tidak menegur karena ia pikir Xean akan merasa bosan sendiri dan pergi. Tapi nyatanya Xean masih kekeuh mengikuti Ria, dan bahkan ia berani menatap calon santapannya.

Ria yang tak enak hatipun akhirnya membagi sedikit buruannya pada Xean. Apa ini juga terlihat melalui matanya, makanya ia mengikuti terus dari tadi?

"Kamu gak berencana merekrutku jadi rekan?" tanya Xean sambil mengunyah daging buruan Ria dengan lahapnya.

"Sayangnya aku saat ini tak butuh rekan sama sekali. Karena itu sehabis kamu selesai makan kuharap kamu pergi".

Tak ada balasan setelahnya. Xean hanya menghabiskan makanannya dalam diam.

Setelah mereka menghabiskan makanan mereka, tibalah akhirnya mereka berpisah. Xean menyodorkan tangan dan berterima kasih atas makanannya. Kini mereka benar-benar berpisah disiang yang terik?.

.........

Kembali menyusuri hutan untuk mencari tanda, sepertinya hari ini Ria tidak akan dapat menemukannya, terlebih hari sudah menjelang malam. Pasti akan sulit bergerak pada malam hari karena sekitar benar-benar gelap gulita.

Kalian mungkin bertanya-tanya, apa tidak ada sinar bulan yang menerangi hutan? Ya sebenarnya ada saja, namun beberapa titik dihutan sangatlah rimbun dengan pepohonannya. Karena itu sinar bulan maupun matahari tidak akan menembus kedalam hutan. Bahkan jika Ria ingin melihat pergerakan matahari ia harus menaiki puncak pohon terlebih dahulu.

Walaupun keadaan gelap gulita, Ria masih bisa merasakan kehadiran seseorang, sekitar empat orang? Sepertinya mereka membentuk grup kecil dalam ujian. Yah mungkin Ria akan mendekati mereka untuk sekedar mengamati pergerakannya.

Namun yang dilihat Ria sangatlah mengejutkan matanya. Karena tidak hanya energi ke-empat orang tadi lenyap, tapi Xean juga muncul disana. Dengan tangan yang bersimbah darah Xean hanya tersenyum puas melihat tumpukan daging tak bernyawa didepannya. Dan terlebih lagi, apa-apaan matanya itu? Mata kirinya berubah menjadi merah.

Xean mengambil pisau milik lawan. Dan tanpa diduga pisau itu melesat ke samping wajah Ria yang tak dapat bergerak sama sekali dari tempatnya sekarang. Bahkan untuk bernapas saja Ria seakan lupa.

"Keluarlah"

....
...
..
.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Silva: Thorpian Military SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang