Ingin sekali pagi ini aku bangun telat dari biasanya. Mataku belum ingin melihat hal selain menikmati hangatnya selimut berpelukan guling apalagi diluar sedang gerimis.
Hal itu urung kulakukan saat kudengar suara tangisan sikecil Yura__bayiku yang berusia enam bulan. Aku bergegas bangun memeriksa ranjangnya yang berjarak beberapa langkah saja dari ranjangku dan mas Ali.
"Kenapa, Sayang? Popoknya udah penuh ya?"
Dalam gendonganku Yura masih merengek, lekas aku membawanya ke kamar mandi lalu mengganti popok yang penuh dengan cairan kekuningan. Sepertinya Yura panas dalam kalau dilihat dari warna urin.
Inilah aktivitasku setiap hari. Saat mas Ali diluar kota aku hanya berdua ditemani Yura di rumah. Seperti malam tadi mas Ali izin tidak pulang karena banyak berkas yang harus diselesaikan. Mas Ali sering lembur dan katanya ada kamar yang disediakan disana.
Ah. Suamiku yang pekerja keras tak kenal waktu.
"Sayang, udah sarapan belum?"
Aku mengetik sebuah pesan diaplikasi berwarna hijau. Terkirim. Sejenak aku menunggu balasan karena terlihat dua contreng biru, artinya mas Ali sudah membaca pesanku. " mas Ali baik baikan aja?"Aku kembali mengirim pesan. Contreng , namun tidak juga terlihat ketikan sedang menulis diujung kiri gawaiku.
Sudahlah. Mas Ali ku mungkin masih berkutat dengan laporan-laporan akhir tahun yang harus ia persiapkan. Nanti juga ia akan balas atau menelpon balik .
Jam menunjukan pukul sepuluh pagi. Hari ini jadwalku membawa Yura ke dokter Nira untuk imunisasi lanjutan. Sebenarnya aku ingin mas Ali juga ikut, tapi ia tidak bisa.
"Sayang, ini akhir tahun. Semua karyawan di kantor pada sibuk mengurus laporan akhir. Akupun begitu. Imunisasi terakhir nanti kita bareng ya, Mas janji luangkan waktu."
Begitulah kata Mas Ali. Alasannya masuk akal walaupun aku tidak tahu persis bagaimana sistem dan cara kerja di kantor. Apa daya aku hanya lulusan Madrasah Aliyah. Itupun berkat pamanku yang menanggung biaya hidup setelah kedua orangtuaku meninggal kecelakaan saat aku baru duduk di bangku Tsanawiyah. Hidup paman serba kekurangan, sangat bersyukur aku bisa menyelesaikan sekolah walaupun kuliah adalah cita-citaku yang terpendam.
Ddrrrtt
"maaf ya Ris, mas baru bales sekarang. Mas udah sarapan tadi bareng anak kantor. Kamu gimana? Yura udah bangun belum."
Ternyata pesan dari Mas Ali. Aku tau dia akan membalasnya saat sempat.
'Aku juga udah, Mas. Yura udah bobo lagi. Sepertinya dia panas dalam."
'Anak kecil emang sering sakit, sayang. Tandanya ia tumbuh, jangan khawatir."
'Mas kapan pulang? Aku sama Yura kangen." Balasku tak lupa kusematkan tanda 'peluk'.
Aku berharap mendapat pesan balasan. Walaupun sehari tidak ketemu, aku terus merindukannya. Dia lelaki yang sangat aku cintai. Walaupun pernikahan ini berawal dari perjodohan, namun kami berdua saling mencintai lalu menikah tanpa paksaan.
Sambil menunggu pesan dari Mas Ali. Aku berkemas untuk pergi ke dokter Nira, lalu akupun berangkat ditemani pak Nuh sopir pribadi yang mas Ali pekerjakan untuk membantuku saat ia tidak ada. Lelaki paruh baya ini sudah seperti bapak bagiku, perawakannya yang sopan, dan sering memberikan nasehat yang baik membuatku sangat nyaman. Pak Nuh bukan hanya seorang sopir, tapi ia guru bagiku.
Aku sampai di rumah sakit. Lekas aku menuju ruangan spesialis anak dan melihat ada beberapa orang sedang mengantri untuk giliran. Setelah mendaftar akupun duduk di kursi yang telah disediakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Aku tak Cantik Lagi (Complete✓) Revisi
RandomMenikah tidak hanya menyatukan dua hati agar saling mengikat. Lebih dari itu sebuah hubungan harus berlandaskan kejujuran, kesetiaan dan komitmen yang dibangun sejak awal. Bagi Risa, kejujuran adalah hal penting lalu diikuti oleh kesetiaan dan komi...