Chapt 25

6.5K 346 6
                                    

Mas Ali?
Mau apa lagi dia.

Aku menyentuh tanda  warna merah pada layar ponselku lalu melempar benda itu mendarat mulus di atas sofa. Sangat malas meladeni lelaki itu.

Tak lama berselang nada dering kembali terdengar. Aku mengabaikannya kesekian kali sampai tidak lagi dering maupun getaran dari sofa.

Syukurlah. Akhirnya ia lelah sendiri, mungkinkah ia sedang di interogasi oleh Mama dan Papa karena tidak mengantarku pulang? Ah, entahlah. Bodo amat dia meneleponku demi kepentingan apa.

Ada dua puluh panggilan masuk yang terabaikan, lima pesan belum terbaca. Melihat nama pengirim adalah Mas Ali langsung aku menghapus tanpa ingin tahu pesan apa yang ia kirimkan. Paling juga umpatan atau sindiran yang membuat darahku berdesir.

Aku menuju kamar untuk istirahat. Menyesali telah  menolak jasa pijat waktu di rumah sakit kemarin, sekarang badanku sangat pegal dan kepala agak berat.

Aku menelpon supermarket terdekat yang menawarkan pelayanan delivery order untuk membawa keperluan dapur seperti beras, air mineral, snack dan susu Yura aku beli untuk bisa stok beberapa hari ke depan. Aku sengaja membatasi diri keluar rumah karena masih dalam keadaan nifas, biarpun tidak ada larangan aku tetap merasa harus menunggu sampai masa nifas ku berakhir.

Jam menunjukan pukul dua siang. Aku mengambil tas lalu mencari obat untuk meredakan nyeri ini. Tanganku meraba-raba ke dalam tas selempang yang aku bawa pulang dari rumah sakit. Aku mendelik semua isi dalam tas tapi tetap saja tidak ada obat yang aku cari.
Lalu  dimana aku menaruhnya?

Ya Tuhan!
Bagaimana bisa aku lupa menebus obat di apotik?
Bahkan catatan resepnya tak tahu dimana. Mendadak kepalaku terasa pusing mengingat kecerobohanku.

" Mbak ... Mbak Ning "

Mbak Ning yang baru keluar dari kamar Yura tergopoh mendekatiku.

" Kenapa Mbak? Sakit, ya? "

Aku mengibaskan tangan " bukan. Lihat resep obat, nggak? Tadi kita tidak ambil obatnya di apotik tapi saya tidak tahu dimana catatan kecil itu" tanyaku sambil terus memeriksa semua barang yang aku bawa dari rumah Mama dan rumah sakit. Bisa saja itu terselip diantara barang-barang itu.

" Resepnya tadi di atas nakas dekat tempat tidur Mbak Risa. Emang Mbak nggak ambil?"

Aku menggeleng pasrah. Ternyata memang murni kecobohanku sendiri.
Sangat malas harus keluar lagi. Hari ini sejak pagi aku belum merebahkan badanku, bagaimana jika bekas operasi ini infeksi kalau aku tidak minum obat?

Huffttt!
Aku membuang napas kasar. Semua gara-gara Mas Ali yang memulai keributan tadi pagi sampai aku lupa mengambil catatan Dokter Fajar.

Dokter Fajar?

Aku meraih ponsel lalu mencari nomornya. Dapat.
Syukurlah malam itu ia mencatut nomernya tanpa aku meminta.

Tapi ....
Aku menghela nafas jengah. Dokter Fajar masih kerabat dekat Dita. Aku sangat malas berurusan dengannya apalagi menyangkut Dita si ratu drama.

Ya, Dita aku panggil ratu drama. Karena ia berhasil mempengaruhi Mas Ali bahwa aku menghinanya. Pengaduannya itu mampu menambah daftar panjang pertengkaran kami yang kesekian kali.

Ting tong .
Suara bel berdentang di luar mengangetkan ku yang sedang merebahkan diri di atas tempat tidur. Sial, padahal baru semenit yang lalu mataku hampir terpejam sempurna.

" Mbak, mungkin itu barangnya sudah sampai. Tolong ambilkan"

Lagi, aku hanya bisa meminta bantuan Mbak Ning. Pasti itu orderanku dari supermarket tadi sudah sampai.

Karena Aku tak Cantik Lagi (Complete✓) RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang