Part 1 | Kesiangan

27 2 2
                                    

Jemariku perlahan membubuhkan tanda silang pada sebuah kertas berbahan art carton yang menampakkan sederet angka di bulan Desember. Kali ini angka empat menjadi hari ke-171 semenjak kejadian itu terjadi.

Rutinitas seperti ini sudah menjadi makananku sehari-hari. Di mana setiap pukul 23.59, tepat berakhirnya hari, kegiatan memberi tanda silang itu di mulai. Mungkin, jika teman-temanku mengetahui kegiatan ini, mereka akan menjedotakanku sambil berkata 'ya ampun, mau sampai kapan jadi cewek bodoh?' 'Hey, dia aja nggak mikirin kamu' 'gimana mau lupa kalau kamu aja seneng ingatnya' dan berbagai macam makian lain yang entah kenapa membuatku semakin tidak nyaman. Aku tahu niat mereka baik agar menyadarkanku, tetapi perasaan tidak bisa berbohong kan?

Setiap malam, semua kilas balik itu terus berputar bak kaset rusak. Masih tak menyangka kenapa dia bisa pergi secepat itu? Kemana janjinya?

Hampir setengah tahun aku masih berdiri di sini, tidak kemana-kemana, dan tidak merasakan hal lain lagi. Bahagia itu kemana? Rasa semangat itu kemana? Semua seakan hilang semenjak hari itu. Mungkin benar kata teman-temanku bahwa aku bodoh.

Hampir pukul satu pagi, tanpa sadar aku mulai terperangkap dalam kilas balik itu lagi. Entah sampai kapan aku harus terperangkap di dalam ruangan yang menyesakkan ini, ruangan yang terletak jauh dari dalam lubuk hatiku.

"Sabar Arunika, waktu akan menyembuhkanmu," gumamku sepanjang perjalanan menuju alam mimpi.

***

Drt...
Drt...
Drt...

Aku mulai menyipitkan mata saat cahaya-cahaya itu mulai berlomba memasuki indra penglihatan. Ah, jam berapa sekarang? dan kenapa juga ponselku ini sibuk bergetar-getar. Tidakkah dia tahu bahwa aku sedang bermimpi indah. Indah sekali sampai aku sadar kalau itu hanya mimpi yang tidak akan terjadi di dunia nyata.

Dengan malas, aku segera menggapai ponsel pintar yang sepertinya tergelatak di atas nakas. Aku terus meraihnya, tapi tidak ada. Arghh... bisa dipastikan bukan di sana. Aku meraba sekitar kasurku, tetap tidak ketemu.

Drt...
Drt...
Drt...

"Ahhh, mengganggu sekali!!" Kesalku. Rasa mengantuk sudah hilang berganti rasa kesal. Seharusnya, aku matikan saja sebelum tidur.

Aku segera mencari ponsel di bawah bantal, di bawah bantal guling, di bawah kolong kasur. Pagi ini ponselku seakan menggunakan ilmu gaib. Hanya suara saja yang terdengar, tanpa sosok.

Drt...
Drt...
Drt...

"Eh," sentakku saat merasakkan ada sesuatu yang bergetar.

Aku merasa sangat bodoh pagi ini, benar kata teman-temanku, aku bodoh. Hey, sejak kapan ponsel itu terhimpit di bokongku? Siapa yang meletakkannya di sana? dasar tidak sopan.

Aku segera mengatur napas. Ayo lah ini masih pagi, tidak seharusnya mood ini hancur karena ponsel gaib ini. Dengan gesit aku segera mengambil ponsel, puluhan notifikasi langsung terpampang jelas di atas layar.

Aku mengerutkan dahi seketika saat 30 panggilan tak terjawab dan 10 pesan masuk memenuhi layar ponsel. 7 dari Rania, 10 dari Melan, dan sisanya Gebi. Baru saja ingin membuka menu pesan, ponselku sudah menampakkan nama Gebi lagi.

"Hal-"

"Aruuuu kamu di mana??"

"Ya di kos," jawabku sambil mengubah mode suara menjadi loud speaker, di sana bising sekali bisa sakit telingaku.

"Heh jangan tidur mulu!! liat grup, kita ada kelas pagi sama wewe gombel"

Aku seketika terlonjak saat mendengar kabar buruk itu. "Serius bi??? Jam berapa??"

"Lima belas menit lagi masuk!! GC atau kamu siap-siap aja ngulang"

Tanpa berpikir panjang dan bertanya-tanya mengenai alasan kelas di majukan hari ini, aku segera mengganti pakaian dan menyemprotkan parfum sebanyak-banyaknya. Ya, tanpa mandi. Tidak ada waktu untuk mandi atau aku akan mengulang. Wewe gombel itu memang tidak berperikemanusiaan, makanya kami memanggilnya seperti itu. Memang tidak baik kedengarannya, tetapi peraturan yang dibuatnya kelewat ketat.

Peraturan pertama, kalau dia sudah datang terlebih dahulu, tandanya pintu di tutup, tidak boleh ada yang masuk. Peraturan kedua, apabila poin pelanggaran sudah mencapai 100 dipastikan tidak lulus. Peraturan ketiga, tidak hadir kena poin 10, tidak mengerjakan tugas kena poin 70, dan tidak gabung saat diskusi kena poin 20. Peraturan keempat, tidak boleh memberi tahu teman yang tidak hadir akan tugas yang diberikan minggu depan. Apabila ketahuan siapa orangnya, langsung kena poin 100. Intinya adalah tidak hadir sama dengan tidak lulus karena terkena poin absen, poin tidak diskusi, dan poin tidak mengerjakan tugas , tentu saja tidak akan ada yang berani memberitahu atas alasan keselamatan nilai pribadi.

Aku bersyukur jarak kampus dan kos yang kutempati tidak terlalu jauh. Cukup berjalan kaki 6 menit, sisanya aku berharap bisa terbang ke lantai 4 tempat di mana kelas biasa di mulai. Namun, langkahku terhenti saat melihat tenda-tenda yang terpasang beberapa meter dari tempatku berdiri. Apalagi saat melihat gerombolan orang berpakaian rapi memenuhi jalan.

Aku tidak habis pikir mengapa ada orang yang mengadakan acara pernikahan sepagi ini. Ya walau pukul delapan kurang beberapa menit lagi. Sekarang aku harus lewat mana? tidak mungkin lewat sana karena jalanan di tutup. Bisa lewat belakang, tetapi hey aku sedang telat dan membutuhkan waktu 10 menit untuk sampai ke gerbang fakultas bila nekat lewat belakang.

"HADUH KENAPA MANTENNYA MALAH DIAM DI SINI. KITA CARIIN KAMU LOH" pekik sebuah suara perempuan dewasa.

"Duh saya tahu kamu tidak suka dijodohkan dengan kakek-kakek tua itu. Tetapi, bagaimana lagi kan orang tuamu terlilit
utang," seru perempuan yang sepertinya berumur 25.

"Eh maksudnya apa?" tanyaku tak paham.

"Duh maaf tapi kami di sini bekerja. Kita harus mengadunkan kamu terlebih dahulu, tamu undangan mulai ramai," ujar perempuan bersuara cempreng ini.

"Eh kalian salah orang, lepasin dong," seruku saat kedua tanganku ditarik menuju sebuah rumah yang terletak tak jauh dari sini.

"Duh maaf kami cuma jalanin tugas," ujarnya.

Aku segera mengeluarkan tenaga sekuat mungkin, agar terlepas dari kedua perempuan sok tahu ini. Sayang sekali aku belum sarapan, jadi percuma juga tidak ada tenaga. Akhirnya, aku menggunakan cara jitu yang biasa kulakukan saat dikerjai adikku di rumah. Tanpa aba-aba kugigit lengan mereka bergantian. Pegangan mereka terlepas, aku segera menggunakan kesempatan ini untuk kabur.

Aku segera berlari ke arah tenda itu. Hanya itu jalan satu-satunya agar cepat sampai kampus. Tidak peduli dengan tatapan mereka, aku segera memasuki tenda. Saat sampai di ujung sana, aku segera menyibak tenda, tanpa malu langsung sedikit berjongkok keluar dari sarang masalah ini. Aku bisa mendengar seruan yang terus memanggil diriku, tetapi hey aku tidak ingin mengulang!!

✈️✈️✈️

HanuunJan Vei_la Aelvin hey terima kasih, aku nggak jadi nyerah karena semangat dari kalian.


Bogor, 04 Desember 2021

Kilas BalikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang