Normal POV
Tuhan tidak membuangnya, ia hanya mengabulkan keinginannya. Walaupun begitu, tapi gadis itu tetap merasa ingin hilang sekarang.
Pintu kamar itu ia ketuk dengan kencang, jawaban dari sang pemilik kamar terdengar. Sarada berdiri tegak di depan pintu tanpa ekspresi, menunggu orang itu keluar dari pintu.
"Yuta, kau sudah pulang—"
"Halo, aku ingin jiwamu."
Lelaki itu mematung, badannya gemetar hebat. Wajahnya pucat pasi, segera ia berjalan mundur meraih ponsel. Ia hendak menelfon polisi namun tangannya yang gemetar sulit untuk mengetik.
"Pergi!" ucapnya. Mulut pria itu seperti tengah berdoa, mungkin saja untuk mengusir Sarada.
"Hei tak perlu repot-repot berdoa seperti itu. Di dalam tubuhku sudah ada sedikit jiwa untuk membalas mu, jadi doa-doa yang kau lantunkan itu tak ada gunanya." Sarada mendekati pria tersebut dengan gontai.
"Aku tidak akan melakukan apapun kepada mu. Aku hanya meminta kau mengaku dan meminta maaf dihadapan orang tuaku juga para polisi." sambungnya lagi.
Gadis itu tak boleh melakukan hal kotor seperti membunuh. Ia hanya perlu meminta lelaki itu mengakui perbuatannya di depan publik.
"Tidak. Tidak akan!"
"Jangan seperti itu, suatu saat Tuhan akan membalasnya lebih perih."
"Kau hanya tubuh tanpa nyawa, tidak bisa mengancam aku seperti itu."
"Sungguh? Oh siapa itu yang datang? Lebih baik aku yang akan membantu istrimu melahirkan, lebih cepat lebih baik." Mata pria itu penuh keputusasaan, ia teringat janin yang ada di perut istrinya.
"Tunggu, jangan lakukan itu. Baiklah aku akan mengaku, tapi berjanjilah kau tidak akan menyentuh anak dan istriku." Ia berhenti sejenak, tersenyum lalu pergi menghilang begitu saja. Sebelumnya ada sepatah kata yang gadis itu ucapkan.
"Aku akan mengawasi mu sampai kau mau mengakui perbuatan keji itu."
****
"Ada apa kalian malam-malam begini memanggil kami?"
Wajah Shikadai dan Boruto terlihat pucat pasi. Mereka seperti anak kecil yang tengah ketakutan melihat hantu. Shikadai menarik nafasnya, meredakan gejolak kepanikan dalam dirinya.
"Dari kalian ada yang bawa ponsel?" Sumire merogoh sakunya, mengeluarkan benda pipih tersebut. Shikadai merebutnya paksa.
"Bukannya kau juga bawa ponsel?"
"Ponselku mati akibat terinjak tadi."
"Kau mulai ceroboh seperti Boruto."
"Hei! Kenapa aku?!"
Shikadai berdesis, dia menunjukkan sebuah artikel tentang hal menjijikkan. Boruto bergidik merinding, dia meraih lengan Inojin begitu saja. Inojin dengan sigap menepis itu.
"Astaga, aku masih menyukai wanita." Boruto berdecak kesal. Ia juga masih menyukai perempuan, memangnya apa yang ada dipikiran temannya itu saat dia mendekat.
"Pengawetan mayat? Kau mau melakukan kasus apa memangnya?" celetuk Chocho.
"Aku dan Boruto menemukan mayat di gedung tua itu. Sama sekali tidak ada baunya, jadi aku mengira dia diawetkan seperti mumi." Perkataan Shikadai sontak membuat mereka tercengang.
"Bercanda mu tidak lucu." ujar Mitsuki.
"Aku tidak bercanda. Maka dari itu aku memanggil kalian ke sini, kita berdua juga ketakutan."
Perlahan satu persatu dari mereka mulai bergidik ngeri. Menggigit jari untuk menenangkan pikiran, saling berpegangan meminta perlindungan, ataupun bercekcok dengan Shikadai. Mereka tak punya hal lain selain itu sekarang.
"Organ-organnya diambil untuk membuat bau busuk dari mayat hilang?"
"Huh? Lihat, di artikel ini juga ditulis untuk menabur garam di mayatnya."
"Tunggu, kalian melihat semua benda-benda ini tadi?" Boruto menggeleng, ia tak memperhatikan sekitar dan hanya fokus dengan tubuh yang tersungkur di lantai putih.
"Kita akan ke sana."
"Eh?! Tidak tidak, aku tidak mau ke sana."
"Ayolah Inojin, kau tidak penasaran? Kalau ini kasus kriminal dan kita memecahkannya, kau bisa dapat upah lalu bisa untuk kau belikan cat lukis paling langka itu." Mitsuki merangkul pundak kawannya.
Ia memang ketakutan sama seperti yang lain, namun rasa penasarannya lebih besar. Dia pernah mendengar tentang hal pengawetan mayat seperti ini dari Ayahnya si ahli biologi.
"Nyawaku lebih berharga dari cat itu." tukas Inojin.
"Baiklah kalau begitu kau tunggu disini saja. Sepertinya mereka para perempuan juga akan ikut kami."
Setelah perkataan Mitsuki selesai, kelima remaja itu mulai meninggalkan Inojin sendirian. Inojin tau pilihannya salah, namun jika ia ditinggal sendirian seperti ini dirinya akan lebih ketakutan.
"Oi tunggu!"
****
Perlahan tapi pasti. Pintu itu ia buka kembali, menampakkan sosok orang meninggal. Sumire berjengit namun bola matanya menyipit hendak mengetahui siapa di balik topi yang menutupi wajah itu.
"Aku akan menelfon polisi." Gadis itu tak kuat lagi, dia mundur lalu mengambil ponselnya.
"Lihat, ada kemasan garam yang biasanya aku beli di supermarket." Chocho tak tahu yang ia lihat barusan benar garam atau tidak, namun saat ia mengambil kemasan itu dia mulai menyadari hal aneh.
"Siapapun tolong buka topinya. Aku sepertinya pernah melihat syal rajut itu." Sumire kembali setelah perbincangannya dengan polisi di telfon selesai.
Dengan ragu Boruto maju. Langkahnya gemetar. Hei tunggu, ini bukanlah genre horor mengapa harus takut. Memantapkan niat, Boruto meraih topi hitam tersebut. Anak rambut yang menutupi wajah itu pun turut serta ia rapihkan.
"Tuhan..., Badanku gemetar."
Angin musim dingin berhembus masuk melalui pintu yang terbuka. Mulutnya terbungkam habis menatap ini. Penuh drama, mengapa hidupnya dipenuhi drama seperti ini.
"SMA nanti, aku akan mengunjungimu lagi."
Boruto bangun, dia berbalik keluar dari ruangan itu. Sementara teman-temannya masih menatap terkejut mayat dengan penuh sayatan di bagian perutnya.
"Aku mengenalnya."
"Kita semua mengenalnya."
"Pukul aku, pasti aku sedang bermimpi."
"Itu,,"
"Sarada-san."
✵✵✵
Agak cringe ni partಠ﹏ಠ
Btw, ini tinggal 1 chap lagi trs ending loh mwehehehe. Emang udah niat dari awal kalo cuman bikin 10 part doang. Selain ide yang cetek, sy jg males bgt kl nulis di wp, harus penuh tekanan baru lanjut chap.
Ano, jadi untuk pengawetan mayat (mumifikasi) itu tradisi orang-orang mesir kuno. Tau lah pasti. Setelah baca-baca informasi dari website, pengawetan mayat itu susah gak cuman bungkus kain linen doang trs jadi.
Ada yg namanya diambil itu otak melalui lubang hidung, organ-organ kek paru-paru, lambung, dkk jg. Belum lagi si jenazah harus dibilas pake anggur sm rempah-rempah. Habis itu tinggal di tutupi garam selama 70 hari :')Geli bacanya sy bacanya kak, apalagi anti bgt sm yg kek gituan. Ok segitu sj ntar next chap ada penjelasan gak logis kenapa Sarada bisa diliat lagi seolah-olah dia emang masih idup.
Terimakasih, arigathankz XD
KAMU SEDANG MEMBACA
Sarada-san
Fanfiction【END】 . . . . "I can't stop." Pertemuan di atas bangunan sekolah itu adalah hal pertama yang tidak akan Boruto lupakan. Entah apa alasan takdir mempertemukan keduanya. Gadis raven berkacamata itu memang aneh, ia selalu mencoba bunuh diri dari gedu...