Waktu Itu

11 0 0
                                    

You were laughing when I met you, and you still do

Remember when I was the apple of your eye?

The center of your attention is still the best place I've ever been in

But nothing ever stays the same

"Erase You by Catrien"

Lantunan lagu Erase You dari Catrien mengalun lembut dari ponsel yang tergeletak di atas meja. Aku termenung menatap langit malam tanpa bintang dan kembali memutar setiap jejak kenangan yang terlewati selama hampir 3 tahun bersama. Tiap bait lagu mengingatkanku pada setiap momen yang terjadi. Ketika awal kita bertemu, mulai dekat, mulai menjalin hubungan tanpa ada waktu pasti kapan itu terjadi, hingga momen perpisahan kita.

Tanpa terasa setetes air mata mengalir perlahan. Air mata kesekian ratus kali yang telah jatuh semenjak perpisahan kita. Kamu adalah satu-satunya orang yang mampu membuatku menangis. Setiap kali aku mengingatmu, kenangan kita, aku tak kuasa membendung air mata.

Mengapa? Itu selalu menjadi pertanyaan yang muncul dan terulang tanpa ada jawaban memuaskan yang dapat kutemukan.

Mengapa?

Mengapa takdir tidak mempersatukan kita?

Mengapa kenyataan tidak memperbolehkan kita bersama?

Mengapa aku tidak cukup berani untuk menentang keadaan sehingga kita memiliki kesempatan untuk bersama?

Mengapa? Mengapa? Entah berapa banyak mengapa yang memenuhi benakku. Dan tidak ada satupun jawaban untuk setiap mengapa yang ada.

Aku selalu berusaha merenung setiap hari, setiap waktu, dan setiap malam. Dan setiap kali aku memejamkan mata, pertanyaan-pertanyaan itu selalu menjelma menjadi mimpi tentangmu.

Setiap malam, dengan cerita yang berbeda, aku selalu bermimpi tentangmu. Ah, mungkin tidak setiap malam, karena akan terdengar begitu bohong. Karena pada kenyataannya aku tidak menguasai kemampuan mengatur mimpi yang membuatku mampu mengatur mimpiku untuk hanya terisi kamu.

Namun aku dapat mengatakan bahwa sebagian besar mimpi yang bisa aku ingat adalah tentangmu. Entah itu mimpi indah ataupun mimpi buruk, yang teringat olehku hanyalah mimpi tentangmu.

Pernah suatu malam aku bermimpi kita membangun sebuah keluarga bersama. Kamu tampak begitu bahagia. Senyummu merekah. Kita berada di sebuah rumah mungil dan hanya kita berdua. Rumah yang dipenuhi suara tawamu setiap kali aku mengatakan lelucon, yang sebenarnya tidak terlalu lucu. Karena seperti yang kamu katakan, aku tidak handal dalam membuat lelucon. Yang membuatmu sering tertawa bukan karena leluconku, tapi tingkah konyolku yang kadang juga membuatmu kesal.

Di mimpiku, kita tinggal di sebuah pedesaan di pinggir kota. Terdapat sebuah pohon besar di depan rumah, pohon mangga jika aku tidak salah. Atau boleh juga pohon jambu, atau mungkin pohon rambutan. Apapun yang kamu suka.

Saat itu sedang memasuki musim penghujan, dan kebetulan gerimis sedang menyapa pohon kita. Tentu saja hujan tidak hanya turun di sekitar pohon itu, tapi kita mengartikannya demikian. Karena kita yakin, hujan turun dengan membawa sebuah misi dan untuk sebuah tujuan. Pada momen itu, hujan turun untuk pohon mangga atau jenis apapun pohon itu, karena hujan ingin agar ia merasakan buaian kesejukan setelah sekian lama tak berjumpa. Dengan takzim kita memandangnya. Kita merenungi setiap butiran air yang jatuh di atas daun, dan dengan perlahan turun menyusuri permukaannya hingga jatuh ke tanah.

Begitu indah momen itu. Aku memelukmu yang duduk di depanku di sebuah kursi panjang di depan rumah. Kain selimut tebal menyatukan dan menghangatkan tubuh. Kita tertawa untuk lelucon yang entah apa aku tidak ingat. Hanya tawa dan suasana yang ku ingat, yang aku impikan.

PerpisahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang