Berita Duka

2 0 0
                                    

Seminggu telah berlalu semenjak pertemuan terakhir kita. Pertemuan penuh duka karena aku harus menerima berita bahwa "dia" akhirnya datang, kamu akan menikah dengannya, dan aku harus kehilanganmu.

Kita sudah sama-sama mempersiapkan diri untuk hari itu, namun nyatanya masih sungguh sakit. Aku masih belum bisa pulih sepenuhnya dari keterpurukan itu. Seminggu ini aku masih belum keluar rumah. Aku membatalkan semua janji yang sudah kubuat. Bukan membatalkan, lebih tepatnya mengabaikan. Aku tidak memberikan kabar, tidak pula datang, dan tidak menjawab ketika ada yang chat ataupun telepon. Aku seminggu ini hanya diam terpuruk di kamar, menangisi kenyataan bahwa aku akan kehilanganmu.

Kamu pun tidak memberi kabar setelah hari itu. Aku berusaha berpikir positif, "Ah, mungkin kamu tidak ingin semakin menyakiti ku." Aku yakin kamu tidak ingin melihatku semakin jatuh seandainya tahu bahwa tanggal pernikahanmu sudah ditentukan. Karena itu informasi terakhir yang kamu berikan. Tanggal pernikahan akan ditentukan besok saat pertemuan keluarga.

Aku berusaha mempersiapkan diri ketika nanti waktu nya tiba aku harus menerima undangan pernikahanmu. Pikiran bertentangan terus berkecamuk, haruskah aku datang atau aku tidak harus datang. Aku ingin datang untuk mengucapkan perpisahan terakhir kita. Tetapi disisi lain, aku juga tidak ingin melihatmu di pelaminan bersama orang lain. Itu sangat menyiksa. Seandainya urat malu ku telah benar-benar sirna, dan aku tidak memikirkan akan menyakitimu dan mempermalukanmu, aku akan membawamu lari dari pernikahan yang tidak kamu inginkan itu.

Jam menunjukkan pukul 07.00 pagi. Aku sudah bangun sedari 2 jam lalu, tapi tidak beranjak sedikitpun dari kasur. Aku hanya membuka media sosial, mencari peredaran mu di sana. Aku berkali-kali merefresh story whatsapp dan instagram berharap menemukan kabar tentang mu. Aku bahkan membuka profil "dia" untuk mengetahui update yang mungkin berkaitan tentangmu. Namun semua nya nihil. Seolah-olah kamu hilang dari dunia semenjak seminggu lalu.

Setelah perjuangan panjang, aku akhirnya bangkit dari kasur karena jam 08.00 nanti ada janji dengan Bu Aisyah, pembimbing skripsiku. Aku tidak mungkin mengelak dari janji ini jika masih ingin lulus. Bu Aisyah telah sangat baik dan begitu sabar menyemangati ku agar bisa lulus. Seperti yang kamu tahu, ini adalah semester terakhir beasiswa ku. Dan jika aku tidak lulus semester ini aku terpaksa harus keluar karena tidak bisa membayar uang kuliah yang setinggi langit.

Dulu kamu pernah menawari untuk membiayai kuliahku namun aku menolak, karena aku paling tidak suka harus bergantung pada orang lain. Kamu dulu bilang, "Aku tidak bermaksud membuatmu bergantung. Aku melakukannya karena aku sayang sama kamu. Dan kamu boleh menganggapnya sebagai hutang jika itu bisa melegakanmu. Kamu bisa ganti nanti jika udah kerja."

Aku mengiyakan, tapi nanti ketika memang terpaksa aku tidak bisa lulus tepat waktu dan aku harus membayar, itu perjanjian kita. Tetapi semenjak saat itu, aku jadi lebih semangat belajar, aku jadi lebih giat menemui Bu Aisyah, dan jadi lebih sering membaca. Kebiasaan yang sebelumnya ku lakukan untuk mengisi waktu luang. Karena sebagaimana yang kamu tahu, aku harus kerja part time untuk biaya hidup sehari-hari. Aku tidak bisa mengandalkan orang tuaku karena mereka sudah tidak peduli dan sudah memiliki kehidupan masing-masing.

Iya, aku sudah hidup sendiri semenjak lulus SMP karena orang tua ku bercerai ketika aku kelas 3 SMP. Semenjak saat itu, aku pindah ke kota ini dan memulai kehidupan solo ku sebagai anak perantauan. Ketika SMA orang tuaku masih rutin mengirim uang bulanan, mereka juga masih membayar uang sekolah, dan aku sendiri tinggal di rumah Om Aceng, adik Ayah yang pindah ke Jerman. Tetapi saat lulus SMA aku membulatkan tekad untuk hidup secara mandiri. Aku ingin hidup dari keringatmu sendiri. Aku giat belajar, mencari beasiswa, dan mendaftar kuliah. Aku beruntung karena diterima di Universitas Sanata Mandala, tempat di mana aku bertemu denganmu, tanpa harus memikirkan biaya. Dengan syarat aku harus lulus maksimal dalam 4 tahun. Jika lebih dari itu maka aku harus membayar uang kuliah secara mandiri. Dan tentu saja aku tidak sanggup.

PerpisahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang