Part 1

43.6K 206 0
                                    

Suatu hari aku mendapat perintah dari boss untuk mendatangi rumah Ibu Yuli,
menurutnya antena parabola Ibu Yuli rusak tidak keluar gambar gara-gara ada
hujan besar tadi malam.Dengan mengendarai sepeda motor Yamaha, segera aku meluncur ke alamat tersebut.

Sampai di rumah Ibu Yuli, aku disambut oleh anaknya yang masih SMP kelas 1, namanya Anita. Karena aku sudah beberapa kali ke rumahnya maka tentu saja Anita segera menyuruhku masuk.

Saat itu suasana di rumah Ibu Yuli sepi sekali, hanya ada Anita yang masih mengenakan seragam sekolah, kelihatannya dia juga baru pulang dari sekolah.

"Jam berapa sich Ibumu pulang, Nit..?"
"Biasanya sih yah, sore antara jam 5-an," jawabnya.

"Iya, tadi Oom disuruh ke sini buat betulin parabola. Apa masih nggak keluar gambar..?"

"Bener Oom.. sampai-sampai Nita nggak bisa nonton Diantara Dua Pilihan, rugi
deh.."

"Coba yah Oom betulin dulu parabolanya.."

Lalu segera aku naik ke atas genteng
dan singkat kata hanya butuh 20 menit saja untuk membetulkan posisi parabola
yang tergeser karena tertiup angin.

Nah, awal pengalaman ini berawal ketika aku akan turun dari genteng, kemudian minta tolong pada Anita untuk memegangi tangganya. Saat itu Anita sudah mengganti baju seragam sekolah nya dengan kaos longgar ala Bali.

Kedua tangan Anita terangkat ke atas memegangi tangga, akibatnya kedua lengan kaosnya merosot ke bawah, dan ujung kerahnya yang kedodoran sampai lebar.

Pembaca pasti ingin ikut melihat karena dari atas pemandangannya sangat transparan hehe ..

Ketiak Nita yang ditumbuhi bulu-bulu tipis sangat sensual sekali, lalu dari ujung kerahnya terlihat gumpalan payudaranya yang kencang dan putih mulus. Batang kemaluanku seketika berdenyut-denyut dan mulai mengeras. Sebuah pemandangan yang merangsang.

Anita tidak memakai BH, mungkin gerah, payudaranya berukuran sedang tapi jelas kelihatan kencang, namanya juga payudara remaja yang belum terkena
polusi.

Dengan menahan nafsu, aku pelan-pelan menuruni tangga sambil sesekali mataku melirik ke bawah. Anita tampak tidak menyadari kalau aku sedang menikmati
keindahan payudaranya.

Tapi yah.. sebaiknya begitu. Gimana jadinya kalau dia tahu lalu tiba-tiba tangganya dilepas, dijamin minimal pasti patah tulang. Yang pasti setelah selamat sampai ke bumi, pikiranku jadi kurang konsentrasi pada tugas.

Aku baru menyadari kalau sekarang di rumah ini hanya ada kami berdua, aku dan seorang gadis remaja yang cantik.

Anita memang cantik, dan tampak sudah dewasa dengan mengenakan baju santai ketimbang seragam sekolah yang kaku.

Seperti biasanya, mataku melihat anak ini dari wajah lalu turun ke betis lalu naik lagi ke dada. Kelihatannya pantas diberi nilai 99,9. Sengaja kurang 0,1 karena perangkat dalamnya kan belum ketahuan.

"Oom kok memandang saya begitu sih.. saya jadi malu dong.." katanya setengah
manja sambil mengibaskan majalah ke mataku.

“Wahh.. sorry deh Nit.. habis selama ini Oom baru menyadari kecantikanmu,”
sahutku sekenanya, sambil tanganku menepuk pipinya.

Wajah Anita langsung memerah, barangkali tersinggung, emang dulu dulunya nggak cakep yahh om ehehe

“Idihh.. Oom kok jadi genit deh..”
Duilah senyumnya bikin hati gemas, terlebih merasa dapat angin harapan.

Setelah itu aku mencoba menyalakan TV dan langsung muncul RCTI Oke. Beres deh, tinggal merapikan kabel-kabel yang berantakan di belakang TV.

“Coba Nit.. bantuin Oom pegangin kabel merah ini..”

Dan karena posisi TV agak rendah maka Anita terpaksa jongkok di depanku sambil memegang kabel RCA warna merah. Kaos terusan Anita yang pendek tidak cukup untuk menutup seluruh kakinya, akibatnya sudah bisa diduga. Pahanya yang mulus dan putih bersih berkilauan di depanku, bahkan sempat terlihat warna celana dalam Anita.

Seketika jantungku seperti berhenti berdetak lalu berdetak dengan cepatnya, dan bertambah cepat lagi kala tangan Anita diam saja saat kupegang untuk mengambil kabel merah RCA kembali..

Punggung tangannya kubelai, diam saja
sambil menundukkan wajah. Aku pun segera memperbaiki posisi, tangannya
kuremas Anita telah me ngeluarkan keringat dingin. Lalu pelan-pelan kudongakkan wajahnya serta kubelai sayang rambutnya.

“Anita, kamu cantik sekali.. Boleh Oom menciummu?” kataku kubuat sesendu
mungkin.

Anita hanya diam tapi perlahan matanya terpejam. Bagiku itu adalah jawaban.

Perlahan kukecup keningnya lalu kedua pipinya,setengah ragu aku menempelkan
bibirku ke bibirnya yang membisu.

Tanpa kuduga dia membuka sedikit bibirnya. Itu pun juga sebuah jawaban. Selanjutnya terserah anda. kulumat bibirnya yang empuk dan terasa lembut sekali. Lidahku mulai menggeliat ikut meramaikan suasana.

Tak kuduga pula Anita menyambut dengan hangat kehadiran lidahku, Anita mempertemukan lidahnya dengan milikku. Kujilati seluruh rongga mulutnya sepuas-puasnya, lidahnya kusedot, Anita pun mengikuti caraku.

Pelan-pelan tubuh Anita kurebahkan ke lantai. Mata Anita menatapku sayu. Kubalas dengan kecupan lembut di keningnya lagi. Lalu kembali kulumat bibirnya yang sedikit terbuka. Tanganku yang sejak tadi membelai rambutnya, rasanya kurang pas, kini saat yang tepat untuk mulai mencari titik-titik rawan.

Kusingkap perlahan ujung kaosnya mirip ular mengincar mangsa. Karena Anita memakai kaos terusan, pahanya yang mulus mulai terbuka sedikit demi sedikit. Sengaja aku bergaya softly, karena sadar yang kuhadapi adalah gadis baru berusia sekitar 14 tahun.

Harus penuh kasih sayang dan lembut , sabar menunggu hingga sang mangsa mabuk. Dan kelihatannya Anita bisa memahami sikapku, kala aku kesulitan
menyingkap kaosnya yang tertindih pantat, Anita sedikit mengangkat pinggulnya.

Wah, sungguh seorang wanita yang penuh pengertian.

“Ahh.. Ahh..” hanya suara erangan yang muncul dari bibirnya kegelian ketika
mulutku mulai mencium lehernya.

Next part

Satu Lawan EmpatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang