Part 6

19.6K 108 2
                                    

Untunglah saranku kelihatannya dapat diterima, apalagi melihat Ita segera
membuka bajunya sendiri yang kusut sekali.

Satu persatu kancing bajunya dibuka,
dan sekali merosot sekujur keindahan tubuhnya terpampang.

Tak kusangka Ita terus melepas BH-nya, kemudian membungkuk dan melepas celana dalamnya.

Seketika jantungku berhenti berdetak, seluruh susunan syarafku mengeras, sampai dada ini seperti mau meledak.

Sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan terpampang begitu saja di depanku.

“Luar biasa.. Hebat.. Nah dengan begini berarti Lusi nggak boleh ngambek lagi
lho.

Lihat Ita telah membayar kontan. Yuk kalian semua sekarang duduk lagi di
ranjang sini.”

Segera mereka sekali lagi menuruti perintahku. Aneh memang selama ini aku nggak pernah kenal sama ilmu-ilmu gaib seperti di Mak Lampir, tetapi kenyataannya kok bisa mereka begitu saja patuh padaku.

“Nah sekarang kalian semua berbaring,” Mereka patuh lagi. Dengan kaki terjuntai
di lantai mereka semua membaringkan tubuhnya.

“Sekarang kalian diam saja, Oom akan memberi sesuatu pengalaman baru seperti yang kalian tonton waktu Oom sama Nita.

Kalian tinggal menikmati saja sambil menutup mata kalian biar lebih konsentrasi.”

Sengaja aku menjatuhkan pilihan pertama pada Lusi. Perlahan-lahan kubuka celana dalamnya, kakinya agak menegang Sedikit demi sedikit terus kutarik ke bawah.

Segundukan daging mulai terlihat. Detak
jantungku kembali berdegup cepat. Dan lepaslah celana dalamnya tanpa perlawanan lagi.

Gundukan bukit kecil yang bersih, dengan bulu-bulu tipis yang mulai tumbuh di sekelilingnya, tampak berkilatan di depanku.

Sedikit kurentang kedua kakinya
hingga terlihat sebuah celah kecil di balik bukit itu. Lalu dengan kedua jempol kubuka sedikit celah itu hingga terlihat semua isinya.

Aku sampai menelan air liurku sendiri demi melihat liang kewanitaan Lusi.

Kudekatkan kepalaku agar pemandangan nya lebih jelas.
Dan memang indah sekali. Aku tak bisa menahan lagi, segera kudekatkan mulutku dan kulumat dengan bibir dan lidahku.

Rakus sekali lidahku menjilati setiap bagian liang kewanitaan Lusi, rasanya tak ingin aku menyia-nyiakan kesempatan dan tiap lidahku menekan keras ke bagian yang menonjol di pangkal liang kewanitaannya.

Lusi mendesis kegelian. Kombinasi lidah
dan bibir kubuat harmonis sekali.
Beberapa kali Lusi mengejangkan kakinya. Aku tak peduli akan semerbak bau yang khas memenuhi seputar mulutku. Malah membuat lidahku bergerak makin gila.

Kutekankan lidahku ke lubang liang kewanitaan Lusi yang sedikit terbuka. Rasanya ingin masuk lebih dalam lagi tapi tak bisa, mungkin karena kurang keras lidahku. Hal ini membuat Lusi beberapa kali mengerang keenakan.

“Aduhh.. Oomm.. enakk sekali.. teruss Oomm.. ohh..”

Mulut Lusi mendesis-desis keenakan setiap lidahku menerjang liang kewanitaannya, Lusi menghentakkan
pinggulnya ke atas, seakan ingin menenggelamkan lidahku ke dalam liang
kewanitaannya. Banyak sekali cairan kental mengalir dari liang kewanitaannya.

Dan seperti kelaparan aku menelan habis-habisan. Persis seperti orang sedang berciuman, cuma bedanya bibirku kali ini mengunyah bibir liang kewanitaan Lusi hingga mulutku berlepotan lendir.

Ita yang berbaring di sebelah Lusi tampak gelisah, beberapa kali kulihat dia
merapat-rapatkan pahanya sendiri.

Rupanya dia ikut hanyut melihat permainanku.
Diantara mereka berempat, dia memang yang tercantik. Karena itulah mungkin yang membuatnya sedikit genit, lebih matang, dan lebih ‘berbulu’.

Satu Lawan EmpatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang