Seoul, 2021
Surai hitam legam berhamburan tertiup semilir angin membawa hawa sejuk. Kontras dengan kondisi langit yang nampak sangat cerah siang itu. Langit biru muda dengan matahari terik menjadi satu-satunya penghias. Jalanan mulai dipenuhi oleh orang-orang yang masih harus menyelesaikan rutinitas harian mereka. Begitu pula seorang gadis berbalut seragam sekolah menengah akhir bersama sebuah buku tebal dalam dekapan.
Menegadah menatap langit luas ia tersenyum. Musim semi adalah salah satu hal yang membuatnya bersemangat setiap saat, berbeda sekali dengan kebanyakan orang yang akan mengeluh pada perubahan cuaca tersebut. Sebuah bus bertuliskan deretan angka pada pojok jendela berhenti menunggu setiap penumpang yang bergantian memasuki. Gadis tersebut hati-hati melangkah kala gilirannya untuk naik tiba. Duduk dengan tenang pada bangku belakang menunggu hingga benda persegi tersebut bergerak mengantar sampai tujuan.
Dua lilin berbeda bentuk tersusun sejajar pada sebuah kue yang dihias sedemikian rupa. Sorakan dan suara tepuk tangan menggema setelah lilin-lilin yang menyalakan terangnya sudah meredup tergantikan oleh asap tipis pada submbunya. “Selamat ulang tahun Jeyi-ah” gadis yang semula meniup lilin berbentuk angka 17 berdecak walaupun dia masih tetap membalas pelukan hangat tersebut.
“Bukankah sudah ku katakan untuk tak perlu melakukan hal bodoh seperti ini lagi” wanita yang baru saja menyerahkan sebuah kotak hadiah berdecak. “Ack—“ mendengus karena merasakan jitakan keras pada dahi, sementara sang pelaku tidak merasa bersalah tersenyum setengah menyeringai.
“Sopanlah berbicara dengan orang yang lebih tua darimu. Bagaimanapun juga kau sudah ku anggap sebagai anakku sendiri Jeyi-ah” rambut ikal akibat bantuan sebuah alat pengkriting itu bergerak karena tangan kanan yang sibuk melambai memanggil seorang pelayan. Memerintahkan untuk mengeluarkan pesanan menu utama sekarang juga. Mengangkat seluruh piring menyisakan kue ulang tahun yang masih utuh. “Kau tau aku iri dengan sweet seventeen kesekianmu ini”
Jeyi merotasikan mata tidak perduli, justru ia lelah saat harus melakukan rutinitas yang sama berkali-kali. Termenung memandang isi dari kotak hadiah yang baru saja diberikan oleh wanita dewasa di depannya. Sebuah potret menampikan sosok berwajah tidak asing dalam benaknya, Jeyi ikut tersenyum kecil meraba sebagian gambar wajah tersebut. “Dia tumbuh dengan baik” bangganya pada diri sendiri mengabaikan sorot iba seseorang yang duduk bersebrangan dengannya.
“Kau tidak ingin menemuinya?”
“Dan membuat dia terkejut karena ada siswi sekolah yang tiba-tiba sok kenal?”
“Sejujurnya aku masih tidak percaya dengan apa yang terjadi padamu. Semuanya dan tampilanmu sekarang yang—“ Jikyung berdecak saat lawan bicaranya mendengarkan tapi seolah tak ingin memperdulikan. Sibuk menyuapkan pasta dan berseru pelan saat rasa favorit melebur disetiap sudut dalam mulut. “Jiyeon-ah” sebuah nama yang sudah lama tidak pernah disebut menguar keluar begitu saja dari bibir Jikyung. Kedua wanita dengan paras terpaut jauh tersebut saling bertatapan, salah satu diantara mereka menggeleng meminta untuk tak membahas topik yang sama setiap saat mereka bertemu.
“Bagaimana dengan butik?” cairan merah dituang dalam gelas tinggi menguarkan sedikit aroma fermentasi menggiurkan. Jikyung memukul lengan Jeyi yang hendak meraih gelas berisi anggur merah kesukaan. Bagaimanapun juga dia masih seorang pelajar dibawah umur kendati usia sudah melewati jauh dari yang sebenarnya. Jujur saja Jikyung hanya tidak ingin pelanggan di sekitar mereka menatap sinis karena membiarkan seorang anak mengkonsumsi alkohol saat belum waktunya.
☘🍀☘
Lampu hijau penanda seseorang untuk dapat membelah rentetan kendaraan berkedip. Lautan manusia berbondong-bondong untuk segera menyeberang ke tepian bersamaan satu dengan lainnya. Kedua telunjuk sibuk mengetuk-ngetuk pada kemudi beriringan dengan lagu grub idola bertempo cepat. Netra jelaga dilempar kesetiap sudut jalan guna menghilangkan kebosanan. Di depan sana terdapat seorang gadis muda berlari menggendong seekor anak anjing. Selang beberapa detik setelah menyerahkan makhluk berbulu seputih kapas pada seorang wanita tua, ia kembali berlari ke sisi lain jalan untuk mengangkut dua buah kotak.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMPITERNAL
FanfictionTerinspirasi oleh sebuah film tidak pandai membuat deskripsi, langsung baca saja