“mereka sudah pergi nona”
Sepasang kaki jenjang dengan tidak sopannya bertengger diatas meja membiarkan sebagian kulit putih tanpa noda terekspos begitu saja. Setiap kuku jemari dipoles menggunakan cat berwarna merah, semakin membuatnya terlihat mempesona. Namun tidak bagi orang-orang berbadan tegap yang masih setia menunduk. Badan besar mereka dibalut jas hitam yang sangat menempel hingga lekuk otot samar masih dapat dinikmati.
“Jaesuk Ahjussi, aku tidak ingin kejadian seperti ini terulang kembali. Jika suruhan orang tua itu kemari lagi segera tendang mereka dari sini. Jangan sampai batang hidungnya terlihat oleh ku” pekik manja Jiyeon yang sangat tidak takutnya menceramahi pria-pria dewasa tersebut. Bibirnya mengerucut menyedot segelas choco blend dengan toping vanilla frape. “Lagi!” pria paling depan dari kursi yang diduduki Jiyeon maju untuk mengambil gelas kosong dari tangan bos mereka.
“Aku akan memberikan pelajaran pada orang tua itu segera” beranjak dari kursi diikuti oleh anak buah yang lain. Jiyeon memerintahkan tangan kanan kepercayaannya itu untuk mengantar ke sekolah, hari ini dia sangat malas untuk pergi menggunakan bus. Moodnya sudah sangat berantakan dan dia tidak cukup bisa bersabar untuk menunggu bus serta berdempetan dengan orang-orang lain. Walaupun fisiknya masih sangat muda tetapi jangan lupakan bahwa kematangan emosinya berbeda dengan dahulu. Sekarang Jiyeon menjadi sangat sensitif dan tidak sabaran, sungguh jika sudah masuk usia tua makin tidak terkontrol.
Mual seketika mendera melihat tingkah Jaemin yang kelewat manja, meminta ini, diambilkan itu. Pagi tadi tepat setelah ia turun dari mobil dia melihat Sehun berlalu melewati gerbang sekolah berhenti sejenak mengatakan bahwa Jaemin tidak dapat berangkat sekolah karena baru saja mengalami kecelakaan. Kaki kanannya patah dengan luka robek dibeberapa sisi wajah, seperti itulah yang Jiyeon lihat dari kondisi Jaemin. Sehun tersenyum melihat interaksi sang adik dengan temannya walaupun ia tidak yakin apakah mereka lebih dari teman atau bukan.
“Aku membolos disini bukan untuk menjadi pelayanmu Oh Jaemin!” sungut Jiyeon sebal karena baru saja ia selesai mengupas jeruk, pria muda tersebut kembali merengek untuk diambilkan minum.
“Kalau begitu pulang saja kau Park Jeyi!”
“Cih..”
“Sudah-sudah mengapa jadi bertengkar seperti ini sih. Oh ya Jeyi, bisa kita bicara sebentar?” terkejut, tentu saja karena melihat bahwa Sehun berbicara dengannya begitu serius. Jaemin juga sampai menghentikan kunyahannya, dia merengek agar mereka berbicara disini saja namun Sehun menolak karena Jaemin masih butuh istirahat.
☘🍀☘
Cangkir dengan aksen emas gambar bunga-bunga diletakkan Jiyeon secara canggung di atas pangkuannya. Mereka sudah keluar dari kamar Jaemin dan duduk di ruang tamu tanpa ucapan sepatah katapun yang keluar. Melirik sejenak sebelum kembali menatap cairan gelap di cangkirnya saat Sehun sepertinya masih menikmati tehnya sekali lagi. Rumah Jaemin sangat besar namun Jiyeon merasa aneh karena tidak menemukan satu foto keluarga satupun terpajang di dinding. Hanya beberapa huruf kanji dan guci tema sakura di dekatnya selebihnya ruang tamu itu sangat bersih.
“Jeyi!” suara rendah yang tiba-tiba memanggilnya membuat Jiyeon tersentak sebelum menyembunyikan rasa terkejutnya saat Sehun tertawa tipis. “Apa aku membuatmu takut?” gelengan menjadi jawaban atas pertanyaan singkat tersebut, entahlah lidah Jiyeon terasa kelu untuk menjawab. Sebenarnya apa yang ingin dibicarakan pria ini, jujur saja keberadaan Sehun dan Jiyeon yang hanya berdua seperti ini sedikit membuatnya tidak nyaman.
“Sebenarnya apa yang ingin anda—ah.. oppa bicarakan denganku?” mendekatkan ujung cangkir pada bibirnya, menenggak sedikit teh hijau guna mengurangi rasa gugup. Oh tuhan rasanya sudah lama sekali ia tidak merasa secanggung ini, biasanya dia hanya ‘berpura-pura’ canggung untuk mempertahankan image polosnya. Tetapi sekarang di depan pria itu ia berubah menjadi seperti dirinya yang dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMPITERNAL
FanfictionTerinspirasi oleh sebuah film tidak pandai membuat deskripsi, langsung baca saja