'Bukan Suatu Pilihan'••
••
Pada hari Senin yang cerah matahari bersinar dengan terangnya, membuka awal hari untuk beraktivitas setelah menjalani libur yang tidak panjang.
Kemarin Sabian pulang terlambat, terlalu semangat berkejaran hingga melupakan fakta bahwa besok adalah hari Senin yang tidak dapat Sabian lewatkan.
Dan karena keterlambatan pulangnya ia juga bangun tidur lebih siang dari biasanya, beruntung Aya mengetuk pintu Sabian jika tidak, mungkin ia benar benar akan sangat terlambat masuk.
Ia juga belum sempat sarapan karena terburu buru, tas ransel miliknya bahkan tidak tergantung dengan baik di pundak Sabian.
Saat ini pemuda itu bahkan tengah berlari menuju sekolahnya, dengan sesekali menyekat keringat menggunakan seragam sekolah. Salahkan saja bus yang ia tumpangi harus berhenti di halte ke 2 dan tidak dapat kembali melaju membuat Sabian mau tidak mau harus mengeluarkan keringat di pagi hari.
Memang jarak antara halte ke 2 dengan sekolah tidak terlalu jauh namun bagi seorang Sabian itu cukup menguras tenaganya, ia bahkan sering mendapatkan nilai B di hasil ujian olahraga dan hampir mendapatkan C untuk praktik olahraga.
"Hey sialan"
Lelah, Sabian telah merasakan lelah sejak ia mulai menggerakkan tungkainya berlari menuju sekolah.
Langkah Sabian terhenti, ia menatap ketiga pria dihadapannya dengan kesal. Sesekali Sabian melirik sekitarnya, tempat yang ia lewati tidak dapat dikatakan sepi bahkan ada beberapa orang yang berjalan melewati mereka. Namun sekalipun tidak ada yang perduli dengan Sabian, haruskah ia berteriak meminta tolong lebih dulu agar di perhatikan, tapi dalam kondisi seperti ini bila bukan Sabian sendiri yang bertindak mana ada yang akan peduli.
Sabian mengerutkan keningnya kala atensi pemuda itu terhenti pada pria yang berdiri tepat di tengah, ia ingat orang di hadapannya itulah yang telah membuat ulah beberapa hari yang lalu saat Sabian tengah berkerja di toko swalayan Dewi.
"Lo harus ganti rugi!" Pria itu berujar dengan memberikan Sabian tatapan yang menyebalkan.
Sabian berdeham sejenak, memastikan suaranya akan keluar dengan baik setelah kegiatan lari pagi yang ia lakukan. "Kenapa harus?"
Ucapan Sabian mampu mengundang tawa dari ketiganya, pria di bagian kiri menekan jari telunjuknya tepat di kening Sabian, "Tolol banget" dorongan keras yang Sabian terima di keningnya membuat ia tersentak mundur beberapa langkah kebelakang.
Sabian mendengus kesal, apa apaan mereka itu. Jelas jelas pria dihadapannya itulah yang membuat gara gara di toko swalayan milik Dewi dan seharusnya yang meminta ganti rugi bukan mereka melainkan Sabian juga Dewi selaku pemilik toko.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanggal Satu
Teen FictionBila takdir telah tertulis tidak ada yang dapat menentang. Ia yang selalu merasakan sakitnya kehilangan. Melihat langsung bahwa satu persatu orang pergi begitu saja dari dirinya. Selalu ditinggalkan, hingga akhirnya terbiasa. Rasa hampa yang dulu m...