Oke guys, mohon dukungan buat cerita ini dengan vote kalian xD
Malam yang dingin, dengan hujan lebat, serta petir yang bergemuruh di langit, menambah kesan mencekam kala itu.
Asya, ia tampak tengah bergerak-gerak gelisah, di ranjang empuk berselimutkan selimut bulu tebal, yang mampu menghangatkan tubuh di kala tengah hujan lebat seperti sekarang ini. Mungkin selimut itu memang menghangatkan, namun itu semua tidak berlaku untuk Asya. Tubuhnya bergetar--menggigil. Sementara bulir-bulir keringat tak henti-hentinya merembes keluar--mengucur deras dari dahi , serta sekujur tubuhnya. Keningnya yang mengkerut, serta deru nafasnya yang memburu, menandakan bahwa wanita itu tengah bermimpi. Ia bermimpi. Yah, Asya tengah bermimpi. Mimpi buruk, yang sesungguhnya tak ingin ia dapatkan.
Di dalam mimpinya, ia melihat putrinya--Ayra tengah di gandeng oleh seorang anak perempuan, sebaya putrinya, menuju ke tepi sebuah jurang curam tak berdasar. Ingin ia menghentikan langkah mereka, namun dirinya seakan membatu. Suaranya tercekat di tenggorokan, hingga tak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulutnya.
Hingga tiba-tiba ...
"Tidaaaakkk!" Asya menjerit, saat gadis kecil yang menggandeng putrinya tadi, menghempaskan diri mereka ke dalam jurang tersebut.
"Aaakkkhh!!!"
Dengan nafas memburu, Asya pun terbangun dari mimpinya. Dan tanpa berpikir panjang, ia langsung bergegas meninggalkan tempat tidurnya menuju kamar Ayra.
"Astaga! Ayra, nak, ap-apa yang kamu lakukan?" Asya terpekik, saat mendapati Ayra yang tengah membentur-benturkan kepalanya yang mungil, hingga membuat tembok yang tadinya putih, penuh dengan bercak darah merah.
Asya terpaku, sedang Ayra tetap membenturkan kepalanya, dengan seringai tipis yang mengembang, serta mata yang menatap tajam ibunya dengan sorot mengerikan, seakan-akan Asya adalah musuh yang harus dibunuhnya.
"Sudah sayang, jangan lakukan itu!" Seakan baru saja ia kembali tersadar dari mimpi buruknya, Asya langsung merangkul putri tercintanya. Putri yang selalu ia kasihi, namun juga putri yang tak lagi ia pahami.
Asya meraung melihat kondisi anaknya. Namun yang di tangisi hanya menyeringai dengan sorot mata membunuh, di tengah gelapnya kamar tersebut.
Yang mampu Asya lakukan hanya menyalahkan dirinya. Menyalahkan dirinya sendiri, karena ia berpikir ia telah gagal menjaga putrinya. Bahkan sebab nusabab perubahan Ayra pun, tak ia ketahui.
Bersambung ... (LAGI?) XD
Sorry guys. Sengaja pendek-pendek biar penasaran. Jangan bosen ya xD ...