Sa Famille 2

212 27 10
                                    

Hari ini aku memutuskan untuk tinggal di apartemen Sarada hanya menginap tidak lebih dari itu karena hari juga telah menunjukkan waktu beristirahat.  Badanku sudah tak lagi menyisakan tenaga hanya untuk sekedar menegakan tulang belakang, lelah. Apalagi mataku yang juga berat untuk diajak bekerja sama akan bahaya bila aku mengendarai mobil dalam keadaan seperti ini.

Tenang saja. Tak perlu berpikir negatif aku dan sarada tidur di ranjang yang berbeda. Sarada tidur di kamarnya dan aku tidur di ruang tamu dengan kasur lipat milik Sarada. Jadi tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Okay?

Kecuali bila memang Tuhan berkehendak lain:)

Luna setitik demi setitik menghilang
Menyembunyikan eloknya tatkala tirai abu itu menyapu penjaganya. Ku pejamkan mataku bersiap memasuki alam mimpi dengan semua inderaku yang mulai menumpul. Ku senderkan kepalaku di atas sebuah benda berbentuk kotak yang membuatku semakin nyaman. Hukum fisika terus berjalan dengan baik sampai pagi menjelang.

.
.
.

Esok paginya aku terbangun lebih dulu mungkin karena tidur di tempat asing, so I wake up early in the morning. Tiga puluh detik, aku memastikan untuk benar-benar sadar dari tidurku. Memastikan semua inderaku sudah mulai bekerja dengan semestinya. Lalu setelahnya aku membereskan ruang tamu Sarada, mandi dan bersiap untuk memasak sarapan. Hanya makanan simpel yang bisa ku buat karena memang aku tidak pandai memasak. Dua piring avocado toasts tersaji rapi di atas piring hitam. 'perfect' pujiku dalam hati.

Belum selesai aku membersihkan sisa-sisa yang ku tinggalkan di dapur Sarada tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka.

Krieeet

Dan bisa kalian tebak, itu adalah Sarada. Dengan wajah bangun tidurnya, rambut yang hmmm cukup untuk membuatku jatuh lebih dalam untuknya. Tidak buruk bila pemandangan pagiku nantinya seperti di setiap pagi. Masih dengan wajah sayunya dia berjaran menuju kamar mandi.

'tidak ingatkah dia kalau aku bermalam di sini?' masih tidak percaya dengan apa yang ku lihat banyak pertanyaan yang muncul tiba-tiba di kepalaku. Yang ku tahu wanita, khususnya wanita lajang akan sangat mementingkan penampilannya, kurang lebih ini yang ku pelajari dari hidup bersama ibu dan adikku. 'apakah informasi yang aku dapatkan salah?' atau 'mungkin ini hanya berlaku untuk Sarada?' jika diingat-ingat pertama kali aku bertemu Sarada, dia juga tidak berpenampilan rapi.

Saat tengah berpikir indraku berpapasan dengan milik Sarada. Kami saling memandang sampai

3

2

1

"Aaaaaa Boruto apa yang kau lakukan di rumahku?" Astaga kali ini aku kaget setengah mati hampir saja aku bereaksi seperti kucing kaget tapi untung saja aku masih bisa mengendalikan tubuhku.

'hm ternyata dugaanku benar' ucapku dalam hati.

"Sarada pelankan suaramu dulu. Apa kau ingin aku terlihat seperti penguntit bila tiba-tiba ada orang yang mendobrak pintumu?"

Dengan pelan aku berjalan mendekat ke arahnya tapi belum sempat langkah ke tiga aku ambil,

"Stop Boruto, don't get any closer!" Perintahnya dengan satu tangan ke depan seperti mengintruksikan aku untuk berhenti dan satu tangan lainnya untuk menutupi wajahnya.

"Why?  Kau malu Sarada?" tanyaku dengan smirk di akhir kalimat. Lihat dia, bukankah tadi dia berjalan seperti tidak ada orang di rumahnya selain dia. Ah mungkin saja, dia baru mendapatkan kesadarannya sedetik yang lalu saat melihatku.

"Stop teasing me or..."

"Or what? You want me to come to you and hug you?"

"Stop joking around. You!" Ucapnya dengan tulunjuk mengarah kepadaku. "Baka Boruto." Lanjutnya tanpa jeda waktu yang lama. Selesai menyelesaikan kalimatnya aku segera melangkah mendekatinya dan langsung memeluknya.

としょたん (Library)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang