Part 2

888 61 0
                                    

Cerita ini sudah TAMAT di Karyakarsa.

Selamat Membaca

Suara dering ponsel menyadarkan kami, bunyi yang khusus di pasang Kevan untuk Lila. Sebenarnya aku risi akan nada khusus itu, tapi dengan pengertian Kevan memberikan alasan yang cukup logis.

"Kenapa Lila harus kamu spesialkan?" Kevan mengerutkan kening menatap diriku.

"Maksud kamu apa?"

"Nada dering itu?" Seakan mengerti pertanyaanku, Kevan tersenyum dan menggenggam tanganku. "Lila itu sahabat Mas, dan kamu tahu sendiri bahwa ia memiliki penyakit yang bisa kapan saja kumat. Apalagi sejak Ayahnya meninggal. Jadi Mas harus bisa menjaganya."

"Kenapa harus Mas?"

"Kami tetangga dan sejak kecil Mas selalu ada buat dia. Jadi dia selalu menempel, bahkan dulu seringnya Lila dikira pacar Mas."
Dan dari situ aku tahu posisi Lila di hidup Kevan.

"Angkat?" Ucapku setelah bunyi dering pertama selesai. Kepala Kevan menggeleng dan mengeratkan pelukannya, "Nggak usah, Mas hanya ingin kita seperti ini."

"Kenapa? Tumben. Biasanya langsung angkat." Sindirku.

"Nggak papa, lagian kita di Bandung jauh darinya." Otakku yang tidak kehabisan akal mencoba menyangkal ucapannya.

"Angkat saja, kalau saja itu penting. Mana Mas tahu."

"Biarlah, Mas hanya ingin menghabiskan waktu bersama kamu." Putusnya dengan mengecup pelipisku. Tadi Pak Toni membatalkan pertemuannya untuk diganti besok pagi, karena ia tidak ingin meninggalkan istrinya yang masih terbaring lemah di rumah sakit.

"Sudah ya Mas. Aku mau mandi, lagian perut kita belum terisi." Ucapku setelah beberapa menit kemudian. Tangan Kevan mengendur dibarengi dengan sibakan selimut.

Dia pergi meninggalkanku menuju kamar mandi, entah apa yang akan dia lakukan. Hingga tak berselang lama Kevan berjalan mendekatiku, "Ayo Mas mandikan."

"Hah? Enggak, aku mau mandi sendiri." Tolakku, bisa panjang urusannya jika kami mandi bersama.

"Ayo, jangan menolak. Ini perintah." Kevan menekankan kata perintah seakan dia atasanku disini.

"Ini sudah diluar kantor, jadi bukan atasan." Jawabku sengit. Tanpa ada kata yang terlontar dari bibir Kevan dia menggendongku layaknya putri.

"Turunin. Aku masih bisa berjalan."

"Biar Mas saja." Kalau sudah begini maka akan lama kami di kamar mandi tidak sekadar mandi tapi lebih dari itu.

***

"Mas nggak pakai pengaman?" Tanyaku setelah kami menyelesaikan sesi percintaan panas sore ini. Kami sedang mandi di guyuran shower yang sama dengan dia yang berada di belakangku.

"Ah lupa." Jawabnya santai.

"Ih, kalau aku hamil gimana?"

"Mas akan menikahi kamu."

Bukan ini yang kuinginkan. "Aku nggak mau ya hamil saat nikah. Lagian hubungan kita tak sedekat itu untuk langsung menikah."

"Kenapa?" Tanyanya dengan menatap diriku.

"Nanti jelek. Apalagi banyak orang yang akan membicarakan kita. Ditambah kamu juga belum pernah mengenalkan keluarga kamu kepadaku Mas."

Tubuh Kevan membeku sebelum berujar. "Biarin saja. Itu bukan urusan kita, yang penting kita bahagia dan bisa bertanggung jawab terhadap anak kita, tak masalah bagi Mas .... Ekm, mengenai itu Mas minta maaf, mungkin setelah ini akan Mas perkenalkan kamu." Aku memilih untuk pergi dari sini, sejujurnya perkataan itu sudah sering aku dengarkan.

"Hai, kenapa ninggalin Mas?" Teriak Kevan saat aku melangkah keluar dari kamar mandi dengan menyambar bathrobe.

Batinku seolah gelisah. "Kenapa Kevan bisa bodoh sih?" Aku berjalan kesana-kemari sambil menggigit kuku jemariku.

"Kenapa nggak ganti baju? Katanya lapar?" Ujarnya saat dia keluar dari kamar mandi dengan handuk yang tergantung di pinggangnya.

"Gara-gara Mas. Aku bingung harus bagaimana ini?"

"Maksud kamu?"

"Mas mengeluarkan di dalam, dan aku tidak mau hamil sekarang. Status kita belum jelas." Bibirnya tersenyum membentuk lengkungan yang siapa saja yang melihat pasti akan terpesona, dan bodohnya termasuk aku.

"Biarkan saja, Mas akan tanggung jawab. Toh itu anak Mas." Ujarnya dengan memelukku dari belakang dan menyandarkan kepalanya di pundakku.

"Sekarang ayo kita ganti baju, terus turun cari makan. Mas tahu kamu lapar." Aku mengangguk menyetujui ucapan Kevan. "Yasudah lepas Mas, ayo ganti baju."

"Hahaha, iya." Kevan melepas rengkuhannya. Aku yang terbebas berjalan menuju tas yang kubawa untuk mengeluarkan baju ganti.

Mematutkan baju yang kukenakan dengan tas kecil berwarna coklat yang ternyata tidak buruk juga.

"Lihat apa di cermin?" Ucap Kevan sesaat setelah melihat diriku sudah siap untuk keluar makan.

"Lihat penampilanku Mas."

Kepala Kevan mengangguk, "Sudah, ayo keluar."

Aku mengikuti langkah tegap Kevan."Kenapa kamu di belakang?" Ujarnya saat melihat diriku berada di belakang tubuhnya. "Biar orang lain tidak curiga kalau kita keluar dari kamar bersama."

"Kenapa?"

"Kita bukan suami istri Mas."

"Oh, tapi mereka tidak akan ikut campur urusan kita. Jadi nggak usah khawatir." Dengan penuh kelembutan tangan Kevan menggenggam tanganku. Seolah aku ini adalah istri sahnya.

"Begini ya kalau punya pacar terlalu cuek terhadap lingkungan."

***

"Kamu cantik Wi," pujinya saat kami melangkah menuju ruangan khusus untuk membahas proyek ini.

Aku mendengus kesal, "Baru nyadar kalau pacarnya cantik?" Kevan tersenyum dan mengusap puncak kepalaku.

"Dari dulu kamu cantik, Wi. Kamu tahu sendiri kalau Mas bisa jatuh hati denganmu ya karena sikap dan yang kedua ya kecantikanmu."

"Mas memandang fisik dong?"

Kekehan keluar dari bibir Kevan. "Mas nggak munafik untuk itu."

"Dasar." Aku melangkah masuk ke ruangan yang di desain khusus ini. Meletakkan dokumen yang harus mereka baca dan tablet yang akan menampilkan rancangan untuk proyek ini.

"Sudah Wi, ayo duduk. Sebentar lagi Pak Toni datang." Ujar Kevan setelah membuka layar ponsel. Aku mengangguk dan berjalan menuju kursi samping Kevan.

Hingga tak berselang lama dua sosok pria dewasa hadir, dimana salah satunya Pak Toni.

"Selamat Pagi, maaf atas penjadwalan ulangnya. Istri saya tidak bisa ditinggalkan, maklum habis melahirkan." Ucap pria yang duduk tepat di hadapan Kevan.

"Tidak masalah Pak. Itu sudah menjadi kewajiban suami bukan?" Jawab Kevan dengan senyuman. Bahkan aku bisa mendengar dari nadanya nampak Kevan memakluminya. Kami berbincang-bincang sebentar sebelum membahas projek utama.

Tbc

My Baby ✔ (KARYAKARSA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang