Part 3

727 59 2
                                    

Cerita ini bisa kalian baca di Karyakarsa sudah TAMAT. Pilih menu paket untuk dapat harga murah. 💃💃

Link ada di bio

Selamat Membaca

Kami berjabat tangan setelah dua jam berkutat dengan angka dan gambar. Sejujurnya ini bukan kali pertama aku mengikuti dealing. Tapi rasanya tubuhku lemas.

"Kenapa Wi?" Tanya Kevan saat aku memilih untuk menyandarkan tubuh dibandingkan harus membereskan tumpukan kertas penting itu.

"Entahlah Mas, tubuh aku lemes. Kaya meriang gitu." Dengan raut wajah khawatirnya Kevan menempelkan punggung tangannya ke keningku. "Anget Wi. Yasudah kamu istirahat sebentar, biar Mas yang membereskan."

Aku mengangguk mengikuti ucapannya. Hingga tak berselang lama Kevan selesai membereskan dokumen dan mengajakku untuk kembali ke kamar.

"Istirahat dulu. Nanti sore baru kita balik. Mas nggak mau kamu kenapa-napa." Ujarnya dengan tangan yang sibuk menyelimutiku. Kupejamkan mata ini untuk sekadar beristirahat sebelum nanti sore harus melakukan perjalanan pulang.

***

"Kamu yakin sudah mendingan?" Tanya Kevan saat melihatku duduk bersadarkan kepala ranjang. "Sudah Mas, lagian aku sudah istirahat dua jam."

"Apa kita ke dokter dulu?" Aku tersenyum dan menggeleng, menolak ide Kevan. "Aku sudah biasa kalau begini Mas, lagian aku sudah minum obat. Besok juga sudah pulih."

"Baiklah. Kita makan dulu sebelum pulang. Mas nggak mau sakit kamu tambah parah." Jika seperti ini Kevan akan berubah menjadi Kevan yang begitu perhatian. Bahkan ia sudah membelikan diriku beberapa multivitamin agar tubuhku lekas pulih.

"Kamu duduk sebentar. Mas sudah pesankan makan siang. Kita makan disini."

Tubuh Kevan berdiri dan berjalan untuk membukakan pintu yang sejak tadi diketuk.

"Sayang, ini aku pesankan bubur Ayam." Ujarnya dengan meletakkan satu mangkuk bubur ayam di atas nakas. Dengan tangan yang cekatan ia menarik kursi kecil dan meletakkannya di samping ranjang. "Mas suapin ya?"

"Iya."

"Aaa... bagus begitu biar lekas sembuh." Ujar Kevan setelah aku menelan dua sendok bubur ayam dengan lahap. "Kenapa Mas tidak makan dulu?"

"Nanti saja setelah menyuapimu. Mas akan makan."

Aku menikmati momen langka ini, dimana Kevan sangat mempedulikanku. Jika aku mengingat ini kali ketiga dia berubah peduli.

"Sudah Mas, sekarang Mas makan dulu. Baru kita pulang." Ucapku dengan merebut mangkuk bubur yang tersisa sedikit. "Iya, dihabiskan." Aku mengikuti ucapannya dengan menghabiskan bubur itu dan menenggak obat yang kubawa.

"Kamu tidur saja ya." Perintahnya saat aku baru saja menyandarkan tubuh di jok mobil. "Iya, tapi Mas hati-hati nyupirnya."

"Oke tuan putri." Jawabnya sebelum melajukan mobil untuk membelah jalanan sore ini.

Tibalah kami di Jakarta tepat pukul setengah delapan malam. Pandanganku mengerjab saat kurasakan sorot lampu masuk ke dalam kelopak mata. "Ekhm."

"Dewi, ayo bangun. Kita sudah sampai." Tepukan halus kurasakan di permukaan pipiku.

"Ekhm, sudah sampai Mas?" Tanyaku sebelum membuka mata sempurna. Rasanya aku enggan untuk melangkah ke lantai atas dimana unitku berada.

"Sudah, ayo kita istirahat di dalam." Ucapnya dengan mengecup sekilas pipiku dan keluar dari mobil. Kuregangkan tubuhku sebelum menyusul tubuh Kevan yang tengah mengambil perlengkapan di bagasi.

"Ayo keluar." Ketukan kurasakan di kaca jendela mobil.

Aku menoleh dan mengangguk sebelum membuka pintu mobil untuk mengikuti langkah Kevan menuju unitku.

"Malam ini Mas tidur sini." Ucapnya kala ia menurunkan tasku dan berjalan menuju kamar tidur saat aku baru saja masuk ke dalam.

Aku memilih untuk membuat cokelatan panas untuk menghangatkan tubuhku. "Mas mau?" Tanyaku saat memasuki kamar tidur dan mendapati dirinya tengah berbaring.

"Tidak, Mas hanya ingin istirahat sebentar." Aku berjalan menuju balkon apartemen mengabaikan dirinya, kusesap minuman panas ini dengan memikirkan masa depan hubungan kami. Sebenarnya hubungan kami seperti drama sinetron dimana perbedaan kasta yang bermain. Kevan dengan kekayaannya dan diriku dengan kehidupan sederhana. Ditambah adanya Lila disini yang membuat hubungan ini bisa renggang kapan saja.

Menghela nafas kasar kuhabiskan sisa minuman cokelat ini dan berjalan menuju ranjang dimana Kevan berbaring.

***

Tadi pagi Kevan pulang setelah sarapan bersamaku dan memastikan jika diriku sudah kembali pulih. "Kalau ada apa-apa langsung telepon Mas, hari ini Mas harus menemani Mama untuk berbelanja di mall." Pamitnya kala itu dan kubalas dengan anggukan.

Aku sendiri memilih untuk istirahat sebentar sebelum keluar untuk berbelanja mingguan.

Memasuki toko swalayan yang berada tidak jauh dari apartemen aku melangkah menuju deretan rak yang menyediakan buah serta sayuran. Saat diriku sibuk memilah buah, tiba-tiba kurasakan dorongan dari belakang.

Bruk.

Aku menoleh dan mendapati kerajang belanjaan seorang wanita berserakan. Refleks aku memunguti semua barang yang berhamburan itu. "Maaf." Ucapku tanpa menatap orang yang menubruk diriku.

"Iya, saya yang harus meminta maaf." Jawabnya, aku sendiri memilih untuk menyelesaikan hal ini.

Saat selesai aku berdiri dan menghadap ke wanita yang menubruk tubuhku. Betapa terkejutnya diriku saat mendapati bahwa yang menabrak diriku adalah sosok yang selalu mengganggu di hubunganku dengan Kevan. Sosok yang menjadi bayang-bayang di hubungan kami.

"Maaf ya Kak." Aku tersenyum masam dan mengangguk. Rasanya lidahku kelu hanya untuk menjawab lontaran katanya.

Setelah melihat tubuhnya menjauh, aku baru bisa bernapas seperti semula. Ya Tuhan apa yang ingin engkau tunjukkan?

Tbc

My Baby ✔ (KARYAKARSA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang