1

137 15 1
                                    

Seorang pemuda yang baru selesai menjalani masa pengenalan lingkungan sekolah tengah berdiri di tengah kantin berhadapan dengan seniornya. Walau ia lebih muda, tapi wajahnya tak menunjukkan rasa segan sama sekali terhadap si senior. Malah di mata orang-orang yang melihatnya, ia terlihat songong sebagai murid yang baru memasuki masa SMA.

Tinggi mereka sama, tentu itu sangat menguntungkan baginya sehingga ia tidak merasa terintimidasi. Terlihat tangannya memegang gelas yang isinya sudah membasahi seragam siswa kelas 12 di depannya.

"Berani lo sama gua, hah?!" Si kakak kelas menarik kerah baju adik kelas songong di depannya dengan raut wajah murka dan leher yang sudah menonjolkan otot-ototnya.

"Kenapa gua harus takut? Lo cuma babu sekolah yang sok tua, mental pesuruh aja lo-"

Bugh

Tonjokan dari si senior memotong kalimat si murid baru, kemudian disusul tonjokan balasan dan diiringi pekikan merdu penyemangat dari murid-murid lain yang menonton aksi mereka.

'Patahin hidungnya, Von!'

'Songong bat jadi adek kelas.'

'Ih kasihan dia kan murid baru.'

'Eh eh ada Bunda Sera, bubarin bubarin!'

'Bubar, woy! Pisahin!'

Terdengar seruan panik murid-murid di sana. Bukan karena perkelahian itu, melainkan karena seseorang yang mereka panggil Bunda Sera tengah berjalan ke arah mereka yang berkerumun.

Buru-buru salah seorang teman dari sosok senior yang adu jotos tadi menarik temannya yang tampak sudah babak belur, "Devon, stop dulu stop! Ada Bunda, anjirr."

Dengan terengah, siswa yang bernama Devon itu menarik diri dan meludah sambil menatap lawannya yang sama terengahnya.

"Ada apa ini, Devon?"

Mampus gua. Devon menegang saat mendengar suara lembut guru BK kesayangan murid-murid SMA Cendrawasih itu. Bukan karena takut, ia lebih ke segan sebenarnya. Pasalnya, guru BK yang satu ini bahkan tidak pernah memarahi muridnya, beliau selalu berbicara dari hati ke hati untuk menghadapi para siswa yang bermasalah. Itulah mengapa hampir seluruh siswa-siswi yang mengenalnya menjadi segan jika ingin membuat masalah.

"Eh, Bunda Sera. I-ini, Bun, anu..." Devon bingung bagaimana menjelaskannya karena gugup, sedangkan lawan berantemnya tadi hanya memandang datar mereka.

"Hem, gak biasanya kamu gini loh," Seraphina Andriana atau guru BK yang kerap disapa Bunda Sera oleh murid-muridnya itu menggeleng heran, kemudian ia beralih pada murid yang asing di matanya. "Kamu siswa baru, ya? Habis MPLS gak capek? Kok malah berantem."

Dengan alis menukik tajam, si anak kelas 10 mengangguk, "dia yang mulai, mentang-mentang OSIS dan kakak kelas."

"Kita bicara di ruang BK aja, ya? Ayo, kalian berdua ikut Bunda." Setelah itu mereka bertiga berjalan menuju ruang BK, meninggalkan kerumunan murid yang tadi menonton pertunjukan mereka.

Sesampainya di ruang BK, mereka berdua duduk bersebelahan di sofa panjang, sedangkan Seraphina duduk di depan mereka.

"Sebelumnya, nama kamu siapa?" Tanya Seraphina pada siswa kelas 10 itu.

"Pandu Pratama Wijaya, panggil Pandu aja."

Seraphina tersenyum keibuan melihat dua siswa di depannya sedang saling melirik sinis.

"Baik Pandu. Bunda mau dengar penjelasan Devon dulu, ya. Tumben dia kayak gini, kamu kenapa, Von?"

Setelah menghembuskan nafas gugup, Devon mulai membuka suara. "Dia songong, Bunda. Gak menghargai Devon dan temen-temen OSIS, dia ngatain Devon babu sekolah juga, Bun, mental pesuruh katanya!"

Seraphina mengangguk-angguk mendengarnya, "sudah? Atau masih ada yang mau kamu ceritakan?" Devon menggeleng, kemudian Seraphina menyuruhnya kembali ke kelas lebih dulu, hingga kini tersisa Seraphina dan Pandu saja di ruangan itu.

"Sekarang Pandu bisa ceritain dari sudut pandang kamu, nak?"

Pertanyaan itu membuat Pandu menoleh kaget. Dia pikir dia sudah difonis bersalah setelah mendengar penjelasan Devon, makanya kakak kelasnya itu sudah disuruh kembali ke kelas. Rupanya ia masih harus ikut menjelaskan?

"Ck, buat apa? Toh, ujung-ujungnya saya bakal dihukum." Balasnya sinis.

Bukannya tersinggung, Seraphina malah tertawa kecil. "Kamu berbicara kayak gitu seolah udah kenal Bunda sejak lama."

Remaja itu hanya mendengus menanggapinya, tapi ia malah memposisikan diri lebih santai, cenderung kurang ajar karena ia kini duduk dengan kaki bersilang dan punggung bersandar. Namun sepertinya wanita yang kerap dipanggil Bunda Sera itu tak sama sekali mempermasalahkannya.

"Udah nyaman buat cerita? Ayo, Bunda dengerin." Pancingnya lagi masih berusaha membuat siswa di depannya mau bercerita.

Pandu memutar bola matanya malas. Memang sangat tidak sopan, tapi ia tak perduli itu. "Dia nyuruh-nyuruh pesen makanan seenaknya. Gak pake minta tolong, mana maksa lagi. Saya tolak, malah makin ngeselin. Ya udah adu mulut, terus dia kehabisan kata-kata dan pukul saya." Jelasnya seringkas mungkin.

Lagi-lagi Seraphina mengangguk-anggukkan kepala, sekarang ia paham permasalahannya. "Sepertinya Devon baru kali ini masuk BK karena, ya, baru kamu ini yang mau ngelawan dia. Bagus, jangan mau diinjak-injak, tapi lain kali jangan tonjok-tonjokan lagi ya, Ndu..."

Mendengar namanya disebut oleh wanita di depannya membuat hati Pandu entah mengapa menghangat. Baru kali ini namanya disebut dengan sangat lembut dan perasaan. Pandu bisa merasakan hatinya tersentuh hanya karena ucapan guru BK di sekolah barunya ini.

"Dia yang tonjok duluan." Bantah Pandu sedikit lebih kalem dari sebelumnya.

"Iya, tau. Kalo gak ditonjok, jangan mulai duluan, ya? Sayang muka ganteng kamu." Pandu mengangguk samar. Ia bukan tipe orang yang suka mencari gara-gara, tapi jika dipancing itu akan beda cerita.

"Ya udah kalo gitu, kamu bisa pulang sekarang. MPLS nya udah selesai kan?" Seraphina berdiri dan mengantar Pandu keluar ruang BK.

"Iya, assalamu'alaikum..." Pandu melengos tanpa menunggu jawaban.

"Eh, Pandu!" Namun panggilan Seraphina menghentikan langkahnya.

Pandu berbalik dan kembali mendekat pada wanita itu. "Ada apa lagi?"

Seraphina mengulurkan tangan kanannya, "salim dulu, Ndu, dibiasakan. Sama orang yang lebih tua jangan pernah lupa, dihormati."

Pandu tertegun, baru kali ini ada yang mengingatkannya tentang adab dan norma. Dengan wajah tak tertebak, ia meraih tangan Seraphina dan mencium punggung tangan kanan itu pelan.

Seraphina tersenyum dan mengelus rambut Pandu dengan tangan kirinya, "nah, wa'alaikumsalam, ganteng..."

TBC...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 09, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Seraphina: Lovely TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang