Ku hembuskan nafasku dibarengi dengan asap nikotin, hari yang melelahkan. Belum genap seminggu aku menjadi salah satu Maheswara, tapi sudah 4 pertandingan kulakukan. Benar rumornya, Maheswara tidak peduli dengan kondisi petarung, asal masih bernafas maka harus menghasilkan uang.
Sadaran tubuhku pada dinding semakin menyatu, luka yang kudapat tak seberapa dibandingkan kemenangan yang kuraih. Hanya saja aku tak memiliki waktu untuk menyusun strategi setelah jalan yang kutempuh ini.
"Samana,"
Belum 5 menit kupejamkan mata, namaku sudah dipanggil lagi. Tapi ku tahu suara tersebut. Bukan, suara ini bukan suara lelaki yang telah ditunjuk menjadi asinten pribadiku. Suara ini lebih lembut dan sangat nyaman ditelingaku. Ya, suara sang pujaan hati.
Tapi aku tak berniat menjawab panggilannya, kubuka mataku perlahan dan terlihat jelas dihadapanku sosok yang kurindukan beberapa hari ini. Ku bersyukur pipinya masih berisi seperti yang kuharapkan.
"Kenapa ?"
"...."
"Kenapa lu beli gw ? Bukannya saat itu lu yang nolak,"
"Kau pernah mendengar penolakanku ?"
Dia menunduk, merasa bersalah telah mengambil kesimpulan atas diriku."Maaf dan terima kasih,"
"Tak perlu, kau ada disini sudah cukup menjadi bentuk terima kasihmu." Kata-kata itu keluar dari mulutku tanpa kusadari. Tapi memang benar adanya, dengan dirinya sudah berada didekatku, aku sudah merasa sangat berterima kasih.
"Lu suka gw ?"
Seperti disambar petir kuterdiam tanpa sepatah kata apapun. Rasanya hati ini kembali teremat begitu kuat.
"Jangan suka sama gw, Sam. Gw terlalu kotor untuk manusia baik kayak lu,"
Diantara ribuan orang yang mencaci atas segala tindakan dan sifatku, kenapa bisa-bisanya dia menganggap iblis sepertiku manusia baik ?
"Sam, lu udah boleh pulang. Pertadingan udah selesai," laporan diberikan oleh seseorang yang kuketahui namanya adalah Sankhara atau sering dipanggil Sankha. Dialah yang diperintahkan Maheswara untuk menjadi asisten sekaligus manajerku. Ia muncul dari balik pintu belakang bangunan yang ada disampingku, perintahnya langsung kuangguki tanpa protes. Satu hal yang kuketahui saat ini, berpura-puralah dikendalikan sebelum mengendalikan.
"Oh, okey."
Aku pun berjalan pergi meninggalkan arena dan juga percakapan dengan Hansa. Namun belum sempat ku nyalakan motorku, jok motor belakang seperti dinaiki seseorang. Kulihat dari spion untuk mengetahui siapa orang tersebut. Tanpa memberi penolakan, kulajukan motorku tanpa memperdulikannya.
"Minumlah," kuberikan secangkir kopi hangat yang telah kubuat khusus untuknya.
"Makasih,"
"Sekali lagi kau mengucapkan terima kasih, kau akan mendapatkan piring cantik."
KAMU SEDANG MEMBACA
C E R I T A - D I A
FanficBiar kudeskripsikan bagaimana fisiknya, Biar kuceritakan bagaimana tawanya, Biar kuperdengarkan bagaimana cara bicaranya, Biar kuperlihatkan bagaimana bentuk seyumnya. Dia sederhana, dia bukanlah seorang terkenal dengan berjuta penggemar dikehidu...