Hilal

134 11 2
                                    




















Happy reading
























"Aku pulang mbak...., Mbak Sila ini Theo sama Bintang bawa makanan kesukaan mbak"

Pukul 19.40, Theo menginjakkan kakinya kembali ke kontrakan kumuh huniannya. Wajahnya berseri, Bintang mau singgah di tempat, membawa rantang berisi makanan dan Sempolan juga Bakso goreng kesukaan sang Kakak.

Kontrakan Theo kecil. Bahkan tempat tidur dan dapurnya satu ruang. Tapi tersusun rapi dan bersih. Tentunya karna sang kakak yang luar biasa.

" Wahhhh Banyak banget makanannya, masuk-masuk tadi Mbak abis Bersih-bersih lemari"

" Iy Mbak gak papa, tadi Bu sum suruh Bintang anterin ini katanya orang Hamil biasanya suka makan ini"

Bintang menyerahkan rantang yang ia bawa beserta plastik berisi sempolan dan Bakso Goreng. Sila yang di beri malah cemberut, merasa begitu merepotkan sesak sekali sebenernya. Orang lain sepeduli ini tapi kemana dengan keluarganya?.

" Gak usah cemberut mbak ini tu hadiah dari om Bintang, ya gak Bin? Haha" ujar Theo

"Om kayaknya gak cocok sama mukaku deh, om-om biasanya tampangnya kaya lah aku tampang kaya orang pengangguran gini"

"Kamu ma masih mending Bin, kamu tampang pengangguran kenyataanya punya kerjaan, lah aku udah tampang nganggur beneran pengangguran lagi wkwkwk"

"Kalau menurutku tampang mu lebih kaya pedofil si The, apa lagi kebiasaan mu jilat bibir udah cocok banget hahahha"

"Wahhh Brengsek juga kamu bin"

Sila tertawa setelahnya. Lepas sekali. Lupa dia, berapa lama tawanya pudar, berapa lama hampa mengakar, merusakkan susunan kehidupan yang Bahagianya belum berhilal.

" Kalian ini, udah duduk mbak ambilin piring kita makan bareng ya, sekalian Kopi susu buat mas Bintang plus Teh anget buat om Theo"

" Loooo gak adil mbak, Bintang di panggil om juga dong, Mbak sila!!!!! hehhh!!!!, Mbakkk panggil Bintang Om mbakk sila"

Sila justru tertawa cekakak kan. Mengabaikan Protes Theo yang di sahuti Bintang. Mereka bertengkar seperti anak kecil. Hatinya menghangat. Seolah dunia melunak malam ini, semua berjalan terlalu normal rasanya.












Tapi semesta memang se bercanda itu, 3 menit lalu semua masih baik-baik saja. Sila masih menyeduh kopi susu untuk Bintang. Sebelum suara gebrakan pintu nyaring di dengar, juga suara serak yang rancu menggema mengudara.

"ANAK SIALANNN, DUIT KU LUDES GARA-GARA KAMU, GAK IBU GAK ANAK SAMA-SAMA NYUSAHIN ANAK SETAN ASU KAMU DEWI MATI KAMU GAK BAWA ANAK BUSUK KAMU SEKALIAN"

Sila gemetar. Mengiba pada sang pencipta hari ini saja tolong jangan hancurkan asa yang mulai tumbuh dalam diri Sila.

" Mau apa kesini Yah?" Itu sura Theo yang dalam seolah canda tawa tadi lenyap begitu saja. Sosok Hermawan sang kepala keluarga malah kekeh balas pertanyaan sang anak. Sila berjalan pelan menuju ruang tamu. Ayahnya kelihatan marah. mungkin efek mabuk, matanya merah dan berair.

"Theo... Theo kamu sama Mbakmu ini selain jadi anak gak berguna juga nyusahin yaaaa, ayah bilang transfer duit besok sampai sekarang belom kamu transfer juga? nantangin ayah kamu?"

Hermawan sudah diambang kesabarang. Tanganya sudah main sana sini. Theo sudah dua kali menerima pukulan. Bintang tidak tinggal diam, pukulan ketiga bintang coba tahan.

"Om Her butuh berapa? Bintang talangin dulu ya om jangan pukul anak-anak om, mereka darah daging om, sadar om, jangan gini"

"SOK JAGOAN KAMU YA ANAK YATIM, MASIH UNTUNG SAYA GAK USIR KAMU DARI RUMAH SAYA GAK USAH IKUT CAMPUR KAMU"

Tangan Bintang dihempaskan. Bintang mencoba menengahi. Sila sudah menangis tersedu takut luar biasa tangannya gemetar juga kakinya.

"Maaf om Bintang kasih uang ya om tapi setelah ini om pergi tenangin diri dulu jangan main tangan ya om"

Bintang bergegas mengambil uang 200 ribu dalam kantongya. Sebelum pukulan Keras disertai makian Bintang dapat. Teriakan Sila jelas terdengar juga pening yang mendera, Bintang merasa ada yang merembas dari kepalanya. Sialan Asbak besi ternyata yang menghantam, pantas bintang tumbang sekali pukul.

"ANAK PUNGUT KAYA KAMU BERANI SEKALI YA ANJING, KAMU PIKIR SAYA SUDI KAMU KASIH DUIT,ASAL USUL SAJA TIDAK JELAS SOK SEKALI NASEHATI SAYA CUIHHH DASAR MANUSIA RENDAHAN ANAK SETAN"

Hermawan berniat menendang kepala Bintang yang sudah tersungkur. Tapi kakinya tertahan. Anak perempuanya ternyata. Sila mengiba wajahnya merah, menangis tersedu memohon ampun pada sang ayah.

"Ayah udah yahh, S-Silaa mohon maaf jangan pukul-pukul lagi"

Hermawan mendecih menyetak kasar kakinya. Sila jelas kesakitan ia sedang hamil janinnya jelas renta. Belum puas menendang sang anak prempuan Hermawan menjambak rambut Sila, sedikit menyeret sila yang sudah berteriak kesakitan.

"SINI KAMU ANAK GAK TAU DIRI, LACUR PERSISI SI DEWI, COCOKNYA KAMU IKUT BUNDAMU SEKALIAN SINI AYAH MATIIN KAMU BIAR GAK JADI AIB KELUARGA"

"AYAHHHH HIKDD SAKIT RAMBUT SILA RONTOK AYAH JANGAN JANGN PERUT SILA"

Semua kacau, theo yang masih mengumpulkan kesadaran setelah dipukul beberapa kali sedangkan Bintang yang mencoba tetap sadar,, menangis diam tak mampu membantu mbak Sila yang kesakitan sebab darah tidak mau berhenti sejak tadi.

Bajingan sekali ya kamu Hermawan anak-anak mu sendiri kamu aniaya fisik dan jiwanya hingga lebur begini. Setidaknya jika kamu tidak mampu memberi mereka pelangi jangan datangkan badai begini.

"TOLONG!! TOLONG!!!! AYAHH SAKIT JANGAN PERUT SILA YAH, TOLONG!!! TOLONG!! SIAPA PUN TOLONG!!"

Hermawan berniat memukul sila dengan vas bunga karna terus berteriak, takut saja bila tetangga mendengar lalu memergokinya, anak satu ini memang menyusahkan"

"DIAM YA KAMU LACUR, MAU AYAH ROBEK MULUT BUSUK KAMU HA? MAMPUS KAMU MAMPUS MATI AJA KAMU"

Hermawan urung mengambil vas fokusnya kini pada kepala anak perempuannya yang ia tampar beberapa kali. Puas sekali melihat sang anak tidak berdaya mengais ampun tanpa mampu melakukan apa-apa. Hermawan kalap dia hilang kendali.

"ASU KAMU HERMAWAN BAJING BIADAB BUKAN MANUSIA"

BRUKKK PARANGKKKK

Sila merasa semua melambat, ia merasa setiap detik yang ia saksiakan melabat begitu saja ia melihat semuanya seolah setiap adegan didepannya diperbesar dan khusus disajikan untuknya.

Seolah darah yang terciprat di mana-mana bukan apa-apa. Seolah Theo yang kesetanan menghunus vas bungga yang sudah pecah berserak bukan hal yang menakutkan. Seolah sang ayah yang yang berbaring dengan rupa berantakan hanya pajangan semata.

Sebab ia merasa nyawanya menghilang tepat dimana Theo memukul kuat kepala sang ayah hingga tumbang. Tepat ketika perut sang ayah diinjak dan ditusuk oleh serpihan beling yang masih di genggam. Kebas yang ia rasa menguap, terganti dengan gelap yang membelenggu, yang ia rasa kini hanya kosong dan lemas. Padahal kepanya pusing dan mual parah mendera. Ia menangis tanpa bersuara.

Sila, hari ini kamu kehilangan 2 hal dan mendapatkan 2 hal. Kamu kehilangan Ayah dan satu-satunya orang tua yang tersisa. Juga mendapatkan kebebasan yang selama ini kamu impikan jua senyum lepas adikmu yang mulai Gila.
















SEBAB SEKALI LAGI SILA MENGINGAT. UNTUK TIDAK BERHARAP PADA SEMESTA YANG MULAI MELUNAK. KARENA BAHAGIANYA BELUM BERHILAL HINGGA KINI, MAKA SEKALI LAGI IA AKAN MENUNGGU HARI ITU TIBA. BAGITUKAN KATA BUNDA???.

DANDELION - Jeon Jungkook Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang