2

765 120 10
                                    

Berdasarkan data atau informasi yang berhasil ditelusurinya, ia mendapatkan info bahwa Lis juga bekerja ditempat lain, cafe yang tak jauh dari tempat dimana ia bekerja sebagai guru.

Ia sendiri tak sabar untuk menemuinya, pakaian dan gaya rambut terbaik sudah ia persiapkan.

Dan disini ia sudah berdiri menatap cafe tersebut, jujur saja ini pertama kalinya ia datang ketempat seperti ini.
Dadanya berdegup kencang dan keringat dingin membasahi dahinya.

"Bismillah.."

Pintu cafe terbuka lebar membuat hiasan yang terletak tepat diatas pintu ikut berbunyi. Matanya menelisik kesegala arah mencarinya hingga terhenti disatu pusat.

Senyumnya mengembang, dengan langkah besar ia berjalan menghampiri meja yang disana ada seorang wanita.

Jeka berdehem pelan dan mencoba untuk menetralkan mimik wajahnya.

Wajahnya yang semula lurus menoleh ke kiri dengan estetik dan memasang tampak seolah kaget.

"Ya Allah Bu Lis!" kaget Jeka lebay.

Mendengar namanya dipanggil Lis menghentikan tangannya yang sibuk membersihkan meja dan menatap Jeka.

Lis yang cukup kaget berusaha untuk menjauhkan tubuhnya sedikit kemudian tersenyum masam.

"Eh, pak Jeka? Silakan duduk mau pesan apa?"

Jeka yang tak mengharapkan bahwa percakapan itu akan sesingkat ini berdecak dan menarik kursi yang akan ia duduki.

"Ternyata ibu juga kerja paruh waktu ya,"

Dari pada percakapan ini berubah menjadi antara pelanggan - pelayan, lebih baik ia mengutarakan kata kata absurdnya. Entah apa reaksi yang ditimbulkan ia tak peduli, jadi cowok nggak boleh menye menye boss!

"Bukan pak ini punya saya, mau pesan apa?"

"Saya nggak nyangka loh bu kita ketemu terus jangan jangan jodoh!"

Lis melirik pria itu sinis, "Bapak ngikutin saya?"

Jeka tersenyum miring, "Menurut ibu?"

"Kemarin saya masih diam karena disekolah, tapi ini beda. Bapak nggak ada kerjaan selain neror saya?" keluhnya.

"Ibu tau?"

"Yang ngespam stiker uwu itu bapak kan?"

"Bagus kalau ibu peka dan tau kalau itu saya," Lis bergidik ngeri.

"Jangan pernah ikutin saya lagi, nanti ada fitnah yang nggak nggak."

"Makanya agar tidak terjadi fitnah, ayo saya halalin." ajaknya tanpa basa basi.

Lis menganga tak percaya, manusia spesies jenis apa ini. Sudah lelah meladeni pria ini. Tak tahu harus berkata apa lagi, jika ia balas kapan percakapan ini akan berakhir.

"Capek saya pak," lirih Lis seraya mengusap dahinya yang sudah bercucuran keringat.

"Sini duduk Bu," ucap Jeka seraya menepuk bangku yang berada disampingnya membuat Lis menghela nafas.

"Mau pesan apa?" Lis tak menanggapi.

"Apapun deh bu, masakan calon istri saya pasti enak." ucap Jeka seraya tertawa bahagia

Duda Jeka [Discontinue]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang