5. Parenting

88 19 1
                                    


"Halo? Iya, Chikara!" Di suatu hari libur musim dingin di Jepang, Miyagi, seorang pemuda nyaris botak sedang bertelepon ria dengan kekasih hatinya. "Maaf! Hari ini kakakku ada urusan, jadi aku harus menjaga rumah! Kita tidak bisa kencan di luar, maaf!" Rupa-rupanya, si pemuda yang kita kenal dengan nama Ryuu ini menelepon untuk membatalkan kencan, dengan sangat berat hati.

Kekasih hatinya di ujung sana tak kalah bermuram durja, menghela napas berat sambil berkata, "yah, apa boleh buat..."

Keduanya sama-sama terdiam, berpikir keras dengan tingkat yang berbeda.

Yang pertama bersuara adalah Chikara. "Begini saja! Kalau aku main ke rumahmu, bagaimana?"

Tanpa ragu, Ryuu langsung menjawab, "Ide bagus!" dan menjadi bersemangat kembali.

"Baiklah, kalau begitu tunggu aku ya! Kira-kira, sepuluh menit lagi, aku sampai!"

"Baik, Chikara! Sampai nanti!"


*


"Ibu, aku berangkat!" Segera setelah acara telepon manis (sfx: ew) dengan sang pacar, CHikara segera bersiap-siap dan hendak keluar. Dia hanya memakai sweater berwarna hijau netral, celana kain hitam serta mantel abu-abu tebal. Tak lupa sepasang sarung tangan peach dipakainya, syal hitam lembut diselempangkan di lehernya.

"Hei, kau ini mabuk atau bagaimana?" Sepupunya, Suna Rintarou, menyahut dari ruang makan. "Bibi 'kan tadi sudah pamit pergi belanja,"

"Oh!" Chikara menepuk dahinya. "Kalau begitu, aku berangkat dulu ya, Rin-chan!"

Mengabaikan teriakan, "sudah kubilang jangan panggil aku seperti itu!" dari sepupunya, Chikara segera keluar dari rumah.

Di tengah perjalanan, dia sempat berpapasan dengan Miya Osamu, teman—TEMAN KATANYA HAHAHA OOP—Rintarou, sedikit berbasa-basi sebelum akhirnya berpisah.

Sesampainya di depan rumah Ryuu, pemuda manis setengah tampan itu mengetuk pintu, kemudian melangkah masuk setelah mendengar kata, "Masuklah, Chikara!"

"Permisi," Sebagai pemuda yang sopan, Chikara otomatis menata sepatunya, kemudian pelan-pelan berjalan ke sumber suara—tunggu, tangisan bayi? "R-ryuu?"

Tuhan, tolong berkati Chikara untuk melewati hari ini dengan selamat.

Di hadapannya tersaji, sosok Ryuu menggendong bayi—astaga—dengan berantakan, belum lagi suara tangisan si bayi yang melengking dan membuat ngilu telinga. Wajah pacar Chikara itu tampak pucat, tidak tahu apa yang harus diperbuat dengan sosok manusia asing di gendongannya.

Iya, Chikara tahu. Seharusnya sebagai pacar yang baik, Chikara langsung membantu Ryuu menenangkan bayi itu. Mungkin diberi susu, diganti popok-nya, atau lain-lain. Iya, Chikara tahu. Tapi kok, melihat Ryuu menggendong bayi, bingung, seperti baru pertama kali, canggung, kok damage-nya—

Bruk.

"Chika—Chikara??"


*


Setelah mimisan Chikara berhenti dan dia sudah sepenuhnya sadar, pemuda itu mulai bertanya, "Ryuu-kun, bayi siapa ini?"

Masih dengan wajah pucat, memelototi bayi di gendongan Chikara dengan tatapan ngeri, Ryuu menjawab, "Anak kakakku."

"Kakakmu sudah menikah?"

"Iya."

"Lalu sekarang kakakmu, di mana?"

"Jalan-jalan dengan istrinya. Katanya mau melepas penat."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Where We Meet || TanaEnnoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang