1. Benderang

13 0 0
                                    

"Benderang jalan telah terang
Dan lapang jalan terbentang
'Tuk kau dan 'ku lalui
'Tuk berserah pada waktu"

Agustus selalu mengingatkan segala perihal perayaan.

Perayaan terbebas dari kungkungan kekejaman penjajahan,
perayaan umur bumi pertiwi yang perlahan menua,
perayaan di ujung-ujung jalan yang dihiasi pernak-pernik khas merah-putih,
juga perayaan Tara tentang kemenangannya melawan ketakutannya.

Bentara Biandari Putri tidak pernah tau rasanya menjadi pilihan utama. Selama 21 tahun hidupnya, ia berjalan bersama dirinya mengarungi dunia. Sendirian. Perempuan itu tidak merasa kalah dengan kesendiriannya. Baginya, sendiri adalah tentang kemerdekaan. Tara lelah dan jengah melihat teman terdekatnya bercerita tentang betapa kejamnya kaum adam menyakiti mereka. Ia perlahan membangun tembok setinggi-tingginya. Tara hanya tidak ingin tergores dan terjun lagi ke lubang itu. Tara paham betul berada di posisi itu. Maka dari itu, ia membangun pertahanannya. Namun ada satu hal yang Tara tidak sadar, Ia sibuk membangun tanpa tahu rongga-rongga itu terbentuk perlahan. Perlahan dan pasti, rongga itu memenuhi temboknya, dan rongga itu bernama kesepian.

Tara selalu sibuk atau lebih tepatnya menyibukkan diri. Ia pergi saat matahari baru sebentar muncul di permukaan menuju kampusnya dan pulang saat hari mulai gelap. Di tahun terakhirnya mengenyam pendidikan di salah satu kampus swasta di Ibukota, Tara tidak mau menyisakan waktunya untuk merasakan perasaan sepi itu. Ia suka melihat kesibukan orang-orang, riuhnya jalanan ibukota, dan bingarnya suara manusia di sekitarnya.

Dan di tengah hangatnya udara bulan Agustus, ia tanpa sengaja membiarkan rongganya terisi.

Tuan-nya datang jauh dari jangkauannya, Ia mengenalkan diri sebagai Raksaka Mahendra.

"Tara bukan? Gue Raksaka Mahendra, panggil aja Raksa, kebetulan Rian nitipin ini ke gue, katanya tolong kasih buat lo" ucapnya sambil menyerahkan amplop coklat dan senyum tipis di wajahnya

Raksa yang pertama kali membuka percakapan di hari itu. Rian, sepupu jauhnya menitipkan sebuah dokumen keluarga karena kebetulan Rian berkantor yang sama dengan Raksa. Dan hari itu, Raksa ada keperluan harus menandatangani kontrak kerjasama antara kampus Tara dengan kantornya. Tara merupakan mahasiswa akhir teknik geologi di kampusnya dan Raksa adalah lulusan teknik perminyakan di kampusnya beberapa tahun diatasnya.

Raksa datang dengan kemeja kerja berwarna hijau tua dipadukan dengan celana khaki, kacamata yang menggantung di hidungnya dan rambutnya yang rapi tertata. Tara yang hari itu hanya mengenakan kemeja hitam casual serta celana kulot linen berwarna muda sedikit merasa kecil dihadapannya. Ia sibuk menggengam laptopnya di tangan kirinya sembari menerima amplop coklat itu di tangan kanannya. Raksa berumur 26 tahun, terpaut 4 tahun perbedaan dengan Tara. Ia menghabiskan harinya berkutat di sebuah gedung tinggi di padatnya kompleks perkantoran di bilangan Jakarta Selatan. Raksa bekerja sebagai staff ahli di bidang industri migas sebuah perusahaan energi di Jakarta.

"Eh iya, saya Tara, makasih banyak Mas? eh Bang Raksa?" ucapnya ragu-ragu

"Panggil Raksa aja, kaya lo manggil Rian, gak perlu pake embel-embel" jawab pria itu sedikit terkekeh

"Oh iya...Raksa, thank you yaa, nanti aku kabarin ke Rian kalau dokumennya udah diterima" balas perempuan itu melempar senyum hangatnya

"Alright, See you Tar" pamit pria itu yang perlahan menghilang di tengah ramai lorong kampusnya.

Pertemuan sederhana itu tidak ia sangka membawanya ke dalam pertemuan-pertemuan berikutnya.
Dan tepat di hari ketiga di bulan ke-delapan tahun itu, Raksa datang menyambut kesepiannya.


BentaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang