01. Dipecat

14 2 0
                                    

"Aku mau kita putus!"

Helaan napas panjang keluar dari mulut seorang lelaki tatkala dirinya mendengar dan melihat langsung kalimat itu diucapkan dengan penuh persiapan oleh seorang gadis yang kini tengah duduk di hadapannya. Namun anehnya, lelaki itu tidak terkejut. Mungkin karena sejak awal mereka datang ke kafe ini, sampai duduk di kursi yang agak jauh dari tempat pengunjung lain, ia sudah bisa menebak dari raut wajah si gadis yang tampak muram sejak tadi. Ditambah lagi, belakangan ini mereka memang beberapa kali sempat bertengkar. Hal itu pula yang mungkin memperkuat keyakinan bahwa hari ini mereka akan berpisah.

"Fen... Aku minta putus, lho! Kamu kok diem aja?"

Lelaki itu, Fendy, sekali lagi menghela napas panjang. Kembali diam sejenak sambil berusaha menenangkan diri.

"Fen.... Fendy? Kamu denger kan' barusan aku ngomong apa?"

Fendy mengangguk, "Iya, denger kok, Em! Tapi kenapa tiba-tiba minta putus?"

"Ini gak tiba-tiba, Fen! Aku udah lama banget pengin udahan sama kamu. Cuma belum nemu waktu yang tepat aja. Dan aku rasa ini waktu yang tepat untuk ngomongin hal ini sama kamu."

"Ngomongin apa? Soal putus? Kamu yakin mau putus gitu aja? Kita udah hampir setahun lho bareng-bareng." Fendy tetap berusaha tenang meski di lubuk hatinya meronta-meronta ingin menahan untuk menunda perpisahan ini. Bukan karena dirinya masih berperasaan dan memiliki harapan pada hubungan ini. Namun, karena ada sesuatu hal yang harus ia selesaikan sebelum mereka benar-benar putus.

"Em... Aku tahu belakangan ini kita emang lagi sering berantem. Tapi bukan berarti kita gak bisa baikan 'kan? Sebentar lagi kita first anniversary, lho! Putusnya gak bisa ditunda sampe minggu depan biar genap sekalian?"

Emi menggeleng, wajahnya yang tampak muram di bawah sinar lampu temaram serta sorot mata yang gelap memperlihatkan kemuakkan yang telah tertahan selama berbulan-bulan. "Justru itu Fendy! Kita udah hampir setahun pacaran, dan sebentar lagi bakalan anniversary. Tapi selama itu pula aku gak pernah ngerasa kalo kamu beneran sayang sama aku. Kamu selalu sibuk mikirin diri sendiri tanpa mikirin perasaan aku, bahkan sampai saat ini pun meski kamu gak bilang, aku tahu kok kalau kamu masih belum bisa move on dari mantan kamu!"

Pernyataan Emi bukanlah sebuah kejutan bagi Fendy. Selama hampir setahun mereka berpacaran, ia memang belum bisa membalas perasaan Emi dengan tulus hati hanya karena perasaannya masih tersangkut di masa lalu, dan tampaknya Emi pun bisa merasakan hal itu. Pada awalnya ia pikir semuanya akan menghilang begitu saja seiring berjalannya waktu. Selama menjalin hubungan dengan Emi, Fendy berusaha keras untuk melupakan masa lalunya. Meskipun sampai detik ini hasilnya tetap nihil, tapi berpikir untuk memutuskan hubungannya dengan Emi sama sekali tidak pernah terlintas di benaknya.

Emi mengembuskan napas panjang, berusaha untuk meredam suaranya yang semula agak meninggi. Kedua matanya lalu menatap lelaki itu dengan tenang, teduh dan menyendu. "Fen... Aku... Sayang sama kamu! Kamu baik, perhatian, apa adanya dan gak macem-macem. Tapi itu aja gak cukup buat dijadikan alasan untuk mempertahankan hubungan yang berat sebelah kayak gini."

"Em...."

Emi mendesah pelan, agak sulit baginya untuk mengungkapkan semuanya secara blak-blakkan. Tapi mau bagaimanapun semuanya harus segera diselesaikan. Dan ia, tidak mau menyudahi ini semua dengan emosi.

"Mungkin seharusnya dari awal aku gak perlu berambisi untuk bisa dapetin hati kamu seutuhnya. Seharusnya aku gak perlu ngeberaniin diri untuk deketin kamu duluan, berharap kamu bisa lupain masa lalu kamu, tapi ujung-ujungnya yang aku dapetin malah sesuatu yang nyakitin." Emi berujar dengan tenang, kedua tangannya yang semula hendak diraih oleh Fendy ia tarik menjauh agar tidak lagi jatuh. "Fen... Aku tahu, sejak awal kita jadian kamu cuma mau jadiin aku pelampiasan. Pelarian dari Laura, mantan kamu yang susah banget buat dilupain. Pelarian dari pertanyaan keluarga kamu yang selalu nuntut kamu untuk cepet-cepet punya pasangan. Aku gak masalah sama itu, Fen. Tapi kalau setelah berbulan-bulan masih belum ada yang berubah di antara kita sama aja bohong dong! Aku tulus sama kamu, tapi kamunya belum bisa sepenuh hati buat aku. Itu gak adil, Fen! Dan aku rasa, aku gak berhak untuk terus-terusan tahan ada di posisi kayak gini. Status kita pacaran tapi rasanya kosong banget! Aku capek! Kamu ngerti kan?!"

Girl For RentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang