K O M A

647 50 19
                                    

___

Moon Chaewon terbeliak saat matanya yang tadi terlihat buram kini berubah tajam. Menatap ke arah lampu gantung klasik sebesar lemari pendingin yang tepat di ujung kakinya, Chaewon seketika tersentak.

Ini bukan ruangan yang biasa ia temui, tempatnya menginap dari semenjak berbentuk jabang bayi bukanlah seperti ini. Dinding kayu nan keropos kini mendadak berubah menjadi dinding beton berwarna putih, dinding itu kokoh lalu berwarna nyalang hingga membuat mata Chaewon sakit karenanya.

"Di mana aku?"

Guman Chaewon terdengar, terbang di sela-sela udara dingin yang selalu ditendang oleh hangatnya kayu di perapian. Chaewon kebingungan, terlebih ranjang yang ia tiduri kini terasa begitu empuk hingga membuat tubuhnya melayang -  sepertinya ranjang itu memakai kapuk dengan kualitas tinggi.

Namun tunggu, hal yang Chaewon dapati sekarang membuatnya menjadi penasaran. Rumah siapa yang tengah ia tumpangi? Tidak mungkin ada seseorang yang sudi membawa Chaewon ke rumah nan gagah bagaikan sebuah istana, terlebih kenyataan bagaimana diri Chaewon yang hidup.

Ia terbelakang, hidupnya yang berkutat mencari kayu bakar dan sesekali membuat makanan dari bahan yang didapatkan di hutan, tidak mungkin ada yang akan membawanya kemari?

Jika saja kemarin ia tiba-tiba pingsan saat mencari kayu bakar, mungkin takkan ada yang menolongnya. Jangankan manusia, serangga ataupun harimau sang penguasa belantara pasti takkan sudi mendekatinya.

"Wangbi Mama sudah bangun!"

Suara lantang dan bunyi pintu kini tiba-tiba menggelegar, membuat tubuh Chaewon yang serupa patung kini tersentak. Matanya nan bulat semakin besar bagaikan bola, mencoba melihat ke arah pintu yang sudah terbuka separuh, Chaewon tercengang saat dua orang memakai seragam berdiri tak kalah tercengang darinya.

"Mwo, bangun?!"

Suara langkah nan tegas kini menginterupsi, bagaikan irama yang disetel dua kali lipat Chaewon terperangah saat sang pemilik langkah berdiri di depannya. Kening Chaewon seketika mengkerut, dadanya kini bagaikan gempa yang kemungkinan kekuatannya sudah melebihi tujuh skala richter.

"Wangbi Mama?!"

Langkah tegas yang berdiri di depan Chaewon tiba-tiba saja mendekat, mengantisipasi gerakan itu Chaewon sontak menarik tubuhnya ke belakang. Ia menatap ke arah sosok laki-laki sang pemilik langkah tadi dengan tatapan bagaikan baru saja melihat jin berupa rupawan.

"Nugu ... seyo?"

"Mwo?!"

Baik Chaewon dan laki-laki itu kini berakhir kebingungan, berusaha untuk semakin mundur, tubuh Chaewon hampir saja tersungkur ke belakang, ia tak sadar ranjang yang di duduki kini sudah berada di tepi.

"Panggil uisanim, cepat!"

Suara lantang laki-laki itu kembali menghentakkan jantung Chaewon hingga terasa ke kerongkongan, masih tercengang dengan keadaan, Chaewon tak mengerti tentang apa yang saat ini terjadi.

Siapa laki-laki itu? Baju hitam nan gagah membalutnya, rambut klimis yang terlihat berminyak itu membuatnya terkesan tegas, tak lupa dagunya yang begitu runcing sepertinya bisa saja membuat semut yang hinggap di sana tergelincir lalu berakhir tewas di permukaan tanah.

"Chaewon-ah, gwenchana?!"

Laki-laki yang tadi Chaewon pelototi kini kembali membuka suara, memanggil nama Chaewon layaknya mereka teman lama. Kenapa lelaki itu bisa tau nama Chaewon? Tidak mungkin ada dukun yang bersembunyi dan menerawang tentang Chaewon, iseng sekali lelaki di depan Chaewon ini hingga membuang waktunya untuk itu.

OSIRISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang