4. Tak Tutup Mata tetapi Memeluk Kebohongan

193 54 10
                                    

Alice mengabaikan seluruh pandangan orang yang tertuju padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alice mengabaikan seluruh pandangan orang yang tertuju padanya. Ah, lebih tepatnya cucuran darah dari telapak tangannya. Yang perlu ia lakukan saat ini hanyalah berjalan menuju UKS dan menutup lukanya. Hanya itu.

"Alice?"

Langkahnya terhenti. Suara itu. Suara itu masih sama. Suara itu tidak berubah dan kehadirannya masih ada. Haruskah Alice bersyukur kalau kutukan itu hanya menimpa kelasnya? Namun, mengorbankan jiwa yang tak tahu-menahu pun tetap perbuatan yang salah bukan?

"Alice tanganmu! Kamu kenapa lagi? Aku obatin. Ayo, sekarang ke UKS dulu." ucap lelaki itu sambil merangkul Alice menuju UKS.

"Ten, yang lain aman kan? Kelas lain, kelas lain ga kenapa napa kan? Ga ada kejadian serupa kan?"

Ten membuka pintu UKS, "Alice, udah cukup. Kamu ga perlu lakuin apa apa. Kejadian tahun lalu gabisa dihindarin."

Alice tertawa remeh, melepas rangkulan Ten dan menatapnya nyalang. "Udah cukup? Udah cukup kata lo? Ten, sahabat gue mati semua. Sahabat lo juga mati, dan sekarang lo bilang cukup? Lo ga lupa semua memori itu kan? Lo ga lupa sama masa masa paling bahagia di hidup kita kan? Ten, lo mau lepasin bajingan itu gitu aja?" bentak Alice.

Ten menghela napasnya, membuka lemari obat, mengambil beberapa kassa dan obat yang diperlukan. "Alice, kita gabisa lawan mereka. Kamu mau sampai kapan berlumuran darah kaya begini? Kalo kamu terus keras kepala kaya gini, kamu ga ada bedanya sama guru guru itu. Kamu cuma bikin pertumpahan darah baru." jelas Ten sembari duduk di samping Alice.

"Lo pikir kematian mereka sebuah keharusan hah? Lo pikir mereka berhak dapetin kematian ga jelas gini? Ten, keluarga mereka disuap uang biar diem aja tentang masalah ini. Nyawa mereka cuma berarti dua puluh juta bagi lo? Ah, bukan gue Ten yang sama aja kaya guru guru itu, tapi elo!"

"Alice!"

"Apa?! Lo juga tutup mata kan kaya bu Paula?! Halah, emang bangsat manusia kaya lo semua!"

"Alice, dengerin gue dulu!"

"Cuma gue yang bertahan Ten. Cuma gue yang bangun diantara dua puluh sembilan mayat lainnya. Lo pikir gimana reaksi gue bangun disamping temen temen gue yang berlumuran darah dan udah ga bernyawa?"

Ten diam. Tak sanggup merespon perkataan Alice yang terlalu sensitif itu. Ia membiarkan gadis itu meluapkan amarahnya, mungkin dengan ini keadaannya akan menjadi lebih baik.

"Cuma gue yang bangun dan lihat siapa aja pelakunya. Cuma gue yang tau aslinya sekolah ini kaya gimana. Cuma gue, yang berhasil selamat. Sakit banget Ten. Sakit banget, berjuang balik ke rumah sendirian. Lo ga bakal ngerti. Lo ga bakal setuju cara gue."

"Karena sekalipun kamu kaya gini, keadaan ga bakal berubah Alice. Mereka yang mati, tetap mati. Dan kamu, yang masih hidup, harus lanjutin hidup kamu."

"Then you expect me to live my life like a normal person after seeing all my friends dead body?"

"Balas dendam itu buruk Alice."

RED GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang