Album

22 3 0
                                    

Auntumn exists
To remind us
That things must end
To begin again....


Aku terbangun dari tidurku yang sejujurnya tak begitu lelap, terkena insomnia parah akhir-akhir ini membuat fungsi tubuhku nampaknya tak bisa lagi membedakan mana siang dan mana malam hari. Lalu di sinilah aku sekarang, terjaga di antara suasana hening yang seharusnya membuat semua orang nyaman dalam mimpi mereka terkecuali aku.


Seseorang menggeliat lemah di balik selimut yang ujungnya tersibak, mempertontonkan separuh wajah dengan mata tertutup setengah dan mulut terbuka lebar. Aku tersenyum simpul tampaknya istriku Kim Seulmi lagi-lagi lupa mematikan lampu, kebiasaannya yang membuatku mampu melihat pemandangan “lazim” ini selama sepuluh tahun.

Aku menatap wajah berekspresi “luar biasa” itu dengan lamat kali ini, dari posisi alisnya yang tiba-tiba bertautan aku yakin ia tengah bermimpi. Aku tak tahu secara pasti apa yang ia alami dalam mimpinya, tapi karena aku ini pria egois maka aku benar-benar berharap ada aku di sana.

Berusaha untuk begerak sepelan mungkin agar Seulmi tak ikut terbangun karena ulahku, aku beranjak dari kasur untuk mematikan semua lampu hingga tersisa satu lampu balkon yang temaram. Aku tak lagi berniat untuk melanjutkan tidurku, kurasa tak akan terlalu masalah jika sekalian saja aku terjaga dan melanjutkan tidurku lagi nanti siang toh hari ini aku libur kerja.

Kuselipkan kedua kakiku yang kedinginan ke dalam selop berbulu merah jambu yang memiliki dua mata besar dan gigi kelinci, jelas ini selera Seulmi sekali. Aku sedikit bergidik dan duduk di atas sofa dengan bordiran motif bunga rambat kecil berwarna merah marun, menengok lalu meraih sebuah album di atas nakas di sisi sofa.

Album pernikahan kami sepuluh tahun silam....

“Kenapa sih kau suka sekali melihat ini lagi?” aku bergumam lirih, gumaman yang hanya bisa didengar oleh telingaku saja.

Aku membuka satu-persatu lembar yang menunjukkan fotoku yang masih berpipi tembam itu, sumpah demi jenggot Merlin apa sih yang sebenarnya dulu kumakan? Kalau sekarang jangan tanya bagaimana rupaku, Seulmi bilang semakin tua aku semakin tampan, bahkan para ibu-ibu di sekolah Jiwoon menyebutku hot papa tiap tiba giliranku menjemput anak kami dan Seulmi akan mendengus sepanjang hari seperti nenek-nenek jika aku menceritakannya dengan bangga.

Pernikahan kami sederhana saja, hanya ada aku, Seulmi dan beberapa teman dekat. Saat itu pernikahan kami terlalu mendadak sehingga tak memungkinkan keluarga kami datang jauh-jauh ke Belanda, negara tempatku tengah melakukan dinas dan bertemu Seulmi yang masih menjadi mahasiswi polos saat itu.

Jangan berpikir macam-macam, aku tak menghamili Seulmi saat itu, aku bahkan membantu dan mendukungnya penuh sampai ia menyelesaikan pendidikan pasca sarjananya. Seulmiku wanita cerdas, aku menikahinya dengan terburu-buru karena tak mau saja dia keburu diambil para makhluk berkulit pucat, berhidung bangir dan bermata biru yang bertebaran sambil tebar pesona di sekelilingnya.

P(A)NDORA - AuntumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang