Empat

461 81 21
                                    

“ Arjuna „

.
.
.
.

Langkah Juna sedikit lambat saat mencoba sekuat tenaga menuju UKS.  Ia tak sarapan pagi ini, hal itu sudah lumrah untuknya, namun entah kenapa perutnya terasa mual dan nyeri siang ini. Meski sudah diganjal dengan roti yang ia beli di kantin  tak meredakan sedikitpun rasa sakitnya.

"Heh sini lo!"

Juna memasang wajah bingung saat dirinya di hadang murid-murid lain. Walau nyeri di perutnya tak tertahankan, Juna masih bisa merubah ekspresi wajahnya sedingin mungkin. Namun tetap ia tak memiliki daya saat tubuhnya di seret beramai-ramai menuju halaman belakang.

"Ngadu kan lu sama anak osis, tai lo caper banget!"

Sumpah! Juna tambah bingung, otaknya tidak bisa mencerna sama sekali pembicaraan mereka. Rasa sakit di perutnya semakin menjadi-jadi. Namun sial, Juna yang justru tak merespon mereka dihadiahkan pukulan tepat di perutnya.

Juna tersungkur dengan penglihatannya yang memburam.

"Mampus lo!" ia hanya bisa mendengar suara ejekan itu dengan samar, tubuhnya yang tersungkur terus ditendang ramai-ramai. 

"Kalian benar-benar gak ada jera ya?" Suara itu menginterupsi suka cita para murid yang memukuli Juna. Mereka menghentikan aksi mereka, meski masih memasang wajah tak suka.

"Kalian semua tunggu sampai orang tua kalian di panggil." ancamnya lagi, namun tak menghentikan geraknya mengangkat tubuh mungil yang kini tak sadarkan diri dan segera membawanya ke ruang kesehatan.

"Cih, ngapain sih tuh orang ganggu aja!"

"Gaya banget mentang-mentang Ketua Osis."

Murid-murid itu tak henti mencibir sambil menatap kepergian sang Ketua Osis.

.

.

.

Tenggorokan Juna benar-benar terasa kering saat ini. Ia pun membuka kelopak matanya berniat memgambil minum, namun cukup terkejut mendapati sang bunda yang duduk di hadapannya sambil menangis. Matanya melihat sekeliling ruang yang tampak asing untuknya.

"Bun.." Juna berdehem pelan karena suara yang keluar dari mulutnya benar-benar parau.

"Hm?"

Juna bisa melihat bundanya yang mencoba tersenyum ditengah air matanya yang berlinang.

"Juna di mana bun?"

"Di rumah sakit, tadi pihak Sekolah sing nganter kamu."

Juna membeku, kilatan memorinya berputar saat anak-anak di sekolah membawanya ke halaman belakang dengan kondisinya yang memang kurang sehat. Ia tak begitu ingat apa yang terjadi selanjutnya,  cukup tak nyaman dengan suasana rumah sakit ini. Ia bisa melihat  ada 1 ranjang kosong dan dua pasien lain di pojok sana.

"Juna ndak apa-apa bun, pulang yuk." pinta Juna sedikit gugup, sang ibu masih meneteskan air mata sambil merapihkan helaian rambutnya.

"Bun, Juna ndak opo-opo, temenan."

"Lapo ndak ngomong nang? konco-konco mu di sekolah mukulin anak bunda ngene."

"Juna sing salah, wes bunda ndak usah nangis. Lagi ndak sering kok."

"Ngapusi Bunda kamu? yang kemarin juga kamu dipukul kan? Konco mu cerita ke bunda tadi."

"Konco ku?" Juna menatap bingung pernyataan ibunya. Teman?  hal yang benar-benar tak ia punyai selama sekolah.

Ibunya mengangguk menegaskan. "nungguin kamu di sini tadi sampai bunda teko, sempet ngobrol ambek bunda."

Juna tak merespon, pikirannya terus bertanya-tanya sosok siapa yang mengaku temannya itu.

Arjuna [JaeRen] On HoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang