~Pengakuan~

7 1 0
                                    

Mini cooper milik Qia melaju keluar dari pelataran parkir studio Biyan. Menyetir dengan kecepatan sedang dengan wajah datar tanpa ekspresi. Qia tidak marah. Ia bahkan tidak pernah marah atau akan marah pada sahabatnya itu. Kebaikan Biyan yang teramat sangat padanya tak mampu membuat gadis itu tidak punya satu alasanpun untuk marah. Namun setiap kali Biyan mengatakan hal yang sama seperti tadi, Qia sungguh tidak punya ekspresi apa-apa untuk ditampilkan. Biyan bencandanya ga habis-habis

Cukup lima belas menit saja berkendara, Qia sampai di Cafe nya yang memang masih terletak sejalur dengan studia Biyan, masih diutara ibukota. "Clasic" nama cafe miliknya yang desainnya sangat berbeda dengan namanya. Nuansa abu-abu putih dengan kaca besar melapisi sebagian besar dindingnya. Kesan modern minimalis mendominasi sebagian besar furnitur didalam cafe tersebut.

Cafe sudah open. Dibuka oleh Ernesh, sahabat sekaligus manager yang ditunjuk Qia untuk mengurusi usahanya itu.

"Pagi Nesh..." Tanpa menoleh Qia langsung bergegas menuju area belakang. Dia berencana mandi dikamar mandi yang ada di ruangan yang dijadikan tempat mengurus segala administrasi cafe dan sekaligus tempat istirahat.

Ernesh yang melihat tingkah laku sahabat sekaligus bosnya itu berbeda dari pada biasanya, cuma bisa geleng-geleng kepala bingung. 'Kenapa dia' gumamnya

Setengah jam sesudahnya Qian keluar dari ruang administrasi dengan keadaan yang lebih fresh. Kemeja kuning gading dilapisi blazer pink dan celana pendek warna senada, aura pengusaha muda nan cantiknya tak terbantahkan. Hanya saja matanya sedikit sembab membuat semua orang yakin bahwa sebelumnya ia habis menangis. Tak tertolong...

Dia menghampiri Ernesh dimeja kasir. "Pagi Ernesh...." ulangnya sekali lagi.

"Pagi buk bos...., tumben mandi disini, abis dari mana...?" Ernesh menuang segelas air hangat untuk Qiana.

"Tidur di studio.." jawab Qia santai sambil menyeruput air hangat pemberian Ernesh.

"Kenapa,, kamu ada masalah...?" Ernesh coba menebak. Qia pasti selalu mencari Biyan jika wanita itu ada masalah. Bukan berarti jika tidak ada masalah ia tak mencari Biyan,, tapi jika sudah samoai menginap, Ernesh yakin masalah nya tidak sepele.

Qia belum menjawab. Ia merengut. Ingin menangis tapi terlalu malu. Matanya juga cukup bengkak, dan ia tak mau bertambah bengkak. Tapi ia tetap harus bercerita. Qia bukan tipe gadis yang suka memendam masalah sendirian.

"Aku putus sama Zack..." Qia menelungkupkan wajahnya kemeja.

"Lagi.....?"

"Mmm..." angguknya.

"Paling nanti jika balik lagi..., selalu begitu..."

"Kali ini enggak Nesh..!" Qia menegakkan kepalanya, kemudian menampilkan wajah cemberut ingin menangis. "Kamu ga liat berita gosip,, dia mau tunangan...." tambahnya lagi.

"Ya udah, jangan terlalu dipikirin.., itu tandanya kalian emang ga jodoh..."

"Ya aku tau kok nesh, jodoh udah ada yang ngatur, tapi aku ga rela aja dia mutusin aku karena cewek yang...ish ga banget,, suka pamer dada sana sini...!"

"Nah.. seharusnya kamu itu nyadar Qi, berarti Zack memang nggak baik buat kamu, buktinya dia ninggalin kamu demi cewek yang...mmm menurutku kualitasnya lebih rendah daribpada kamu. Itu tandanya kamu berhak dapat yang lebih baik..."

Qia termenung sejenak mendengar penuturan Ernesh. Ada benarnya juga pendapat temannya itu. Dia berhak mendapatkan yang lebih baik dari pada Zack. Toh selama ini memang Zack punya image yang kurang baik didunia hiburan. Reputasinya sebagai artis tidak terlalu baik. Namun begitu Qia tetap mencintai Zack sampai hubungan mereka bertahan hingga satu tahun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Not Your Best FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang