Fabiyan Putra, setelah lulus dari jurusan fotografi di Institut Seni Indonesia empat tahun lalu, pria berambut panjang itu membuka sebuah studio foto. Awalnya hanya studio foto biasa yang melayani jasa pas photo, atau foto wedding dan semacamnya. Tapi lama kelamaan studio yang dibangun Biyan mulai berkembang. Hasil jepretan tangan dingin Biyan yang memang bagus mulai dilirik oleh berbagai kalangan dan profesi sehingga jadilah "Fabiyan Studio" sekarang menjadi sangat populer dikalangan majalah-majalah fashion dan para selebriti.
Bukan itu saja yang membuat laki-laki tinggi itu kini cukup populer dengan followers instagram mencapai lima juta, jumlah yang lumayan besar untuk sesorang yang bukan selebriti atau pesohor seperti dirinya. Biyan terlahir dengan wajah tampan khas oriental dan inggris yang menurun dari keluarganya. Hidung mancung dengan rambut panjang terurai hingga bahu dengan hiasan lesung pipit dipipi, Biyan adalah gambaran laki-laki sempurna.
Studio foto yang dimilikinya terletak dikawasan elit diutara ibukota. View laut yang sengaja dipilih oleh Biyan karena laki-laki itu sangat menyukai laut. Lantai satu ia gunakan untuk studio sekaligus kantor, sedang lantai dua sebagai rumah. Seperti biasa, setiap pagi setelah bangun tidur dan beres-beres, Biyan membuat secangkir kopi untuk sarapan pagi. Tapi mengingat ada Qia hari ini distudionya, Biyan akhirnya membuat satu cangkir lagi.
Bukan untuk pertama kalinya Qia menginap di studio Biyan. Mulai dari studio tersebut masih studio kecil sampai akhirnya Biyan memindahkannya kekawasan elit dengan bangunan yang luas dan besar, Qia sangat sering singgah bahkan menginap. Seperti rumah kedua baginya setelah rumah orang tuanya. Biyan tak ambil pusing. Studionya terletak dikawasan yang sangat menjunjung nilai privasi sehingga tetangga tak ada yang peduli dengan seringnya gadis itu menginap. Biyan bahkan memberi kunci cadangan pada Qia karena pada awal-awal dia menginap, Biyan cukup terganggu karena terbangun tengah malam untuk membukakan pintu.
Biyan masuk kekamarnya dan mendapati Qia masih tertidur. Jam tangannya sudah menunjukkan hampir jam delapan.
"Qi..., qi qi, bangun..., udah hampir jam delapan.." Biyan menyahut disamping Qia. Tak ada pergerakan, Biyan kemudian mengguncang pelan bahu gadis itu dan mengulang sekali lagi kalimatnya.
Sesaat kemudian Qia akhirnya menggeliat dan perlahan membuka mata. "Biyan......" sahutnya kemudian mengucek-ngucek kecil matanya dan perlahan duduk.
"Bangun gih,, cuci muka,, aku udah buat sarapan...."
"Kopi..? Roti gandum selai coklat...?"
"Of course..."
"Terima kasih cabatku..." Qia tersenyum sangat manis seolah-olah ia telah melupakan kalau tadi malam ia menangis meraung-raung karena baru saja putus cinta.
"Lama-lama kamu kok mirip lisa blakpink klo senyum lebar kayak gitu..." Biyan menggodanya, meski sebenarnya memang ada kemiripan.
"Seriusan Bi....??!! " Qia langsung bangun dari ranjang dan berlari menuju cermin. Ia mematut-matut wajahnya.
"Beneran aku mirip lisa Bi ?? Tapi beberapa pengunjung di Cafe juga bilang begitu lo...."
"Iya iyahhhh,,, klo liat dari sedotan...." Biyan tergelak kemudian keluar dari kamar.
"Biyaaannnnnn....."
__________
Biyan dan Qiana menikmati sarapan pagi mereka dimeja pantry. Qia menyeruput kopinya yang masih mengepul dengan sepotong roti gandum berselaikan coklat Favoritnya. Biyan hanya meminum kopi tanpa cemilan.
"Kamu ga ngabari tante Via ya ?" Tanya Biyan. Ibu Qiana menelpon nya pagi-pagi sekali menanyakan keberadaan putrinya. Meski sesunggguhnya wanita paruh baya itu yakin Qia memang ada bersama Biyan.
Qia menepuk keningnya. "Ya Tuhan aku lupa..., ck" decaknya.
"Kebiasaan..." Sahut Biyan lagi.
"Tadi malam itu aku sedih banget Bi..., aku ga bisa mikir lagi.. a..aku..." Qia menunduk, mengaduk-aduk kopinya asal. Teringat peristiwa tadi malam ketika Zack datang ke Cafe nya hanya untuk menyampaikan permintaan maaf karena tidak bisa melanjutkan hubungan mereka lagi. Dan naas nya Qia hanya terdiam tak bisa berkata apa-apa hingga ia tak menyadari bahkan Zack sudah keluar dari Cafenya.
"Sedih boleh..., tapi tetep harus ngabarin mama kamu Qi...,"
"Mama tau lah..., aku pasti ditempat kamu..."
"Ya, kemanapun kamu pergi, sama siapapun, mama mu ngira pasti perginya sama aku..." Biyan menyeruput kopinya yang hampir tandas. Gurat wajahnya datar, seolah mengisyaratkan kekecewaan.
"Karena kalau aku bilangnya pergi sama kamu mama pasti ngasi izin tanpa tedeng aling-aling.." Qia menggeser kursinya mendekat ke Biyan kemudian melingkarkan tangannya kepinggang pria itu seraya menyandarkan kepalanya kelengan kokoh sahabatnya itu. Ia tersenyum seolah kesedihannya hilang.
"Coba kalau Zack atau mantan-mantanku yang lain punya sifat kayak kamu...,," gumam Qia lagi.
"Kayak aku...?" Biyan balas memeluk Qia sambil menepuk pelan punggungnya. Penuh cinta. Sayang Qia tidak menyadari itu. Atau belum...
"Iya.." angguk Qiana. "Kamu paling ngertiin aku, paling ga pernah bikin aku sedih, dan kamu paling disukai mama..."
"Lalu kenapa ga jadiin aku pacarmu....."
"Ck...Biyan...." Qia berdecak kemudian mengurai pelukan mereka. "Apaan sih Bi...., jangan ngaco deh..."
Qiana kemudian kembali kekamar Biyan untuk mengambil tasnya, kemudian pamit pulang. "Aku pulang.." teriaknya tanpa menoleh Biyan. Bukan marah, tapi memang demikian respon Qiana ketika Biyan mulai membicarakan tentang mereka berdua. Bukan sekali dua kali Biyan mengatakan hal demikian, meski lebih terlihat sebagai sebuah candaan.
Bukan tak berani mengatakan hal yang sebenarnya, namun Biyan tak ingin perasaannya pada Qia membuat gadis itu menjauh. Delapan tahun ini terlalu berkesan dan Biyan takut semuanya akan berakhir jika Qia mengetahui kalau ia mencintai gadis itu, bukan sebagai sahabat tapi perasaan laki-laki pada seorang wanita. Dan empat tahun terakhir ini Biyan dengan apik menutupi semuanya pada Qia, betapa sakitnya dia ketika melihat Qia mencium pacarnya didepan dirinya.
Biyan hanya menatapi punggung sahabatnya itu berlalu menuruni anak tangga. Gestur Qia yang suka berjalan cepat itu selalu disukainya. Fashion Qia yg suka menggunakan celana gembrong dan kaos oblong pas body serta sendal bertali yang melilit sampai kemata kaki membuat Biyan gemas. Biyan bahkan tak pernah pacaran lagi sejak ia menyadari kalau ia mencintai Qiana. Sayang gadis itu tak mengerti. Atau sebenarnya mengerti tapi pura-pura tuli
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Best Friend
RomansBiyan sedang malas-malasan di atas tempat tidurnya yang sempit ketika Qia tiba-tiba datang dan memeluknya dari belakang. Gadis itu menangis sejadi-jadinya sambil menyusupkan tangannya kepinggang laki-laki gondrong yang sudah delapan tahun ini menjad...