Teman Baru

0 0 0
                                    

"Menutup masa lalu lebih sulit daripada membuka lembaran baru, apalagi kenangan indah penuh didalamnya."

                              ***

Tiga hari setelah pembagian rapot, akhirnya Mahera memboyong anaknya ke sebuah rumah baru berukuran 36 meter persegi dengan luas tanah 72 meter persegi. Sebuah rumah minimalis yang berbeda jauh dari rumah mereka sebelumnya.
Haruka, gadis itu tak menyangka bahwa ibunya memutuskan untuk  tinggal di Kota Jakarta. Selama dua jam perjalanan mereka tadi, Haruka tak bisa mengalihkan pandangannya dari gedung-gedung tinggi yang berjajaran di pinggir jalan.
"Bu, bukannya Daddy bekerja disini juga?" tanya Haruka saat mereka telah sampai dikediaman barunya.
Mahera hanya berdehem menanggapi pertanyaan anaknya, sementara dirinya tengah sibuk membawa barang-barang mereka masuk ke rumah.  Haruka pun turut andil untuk membantu Ibunya.
Haruka memandang rumah baru yang akan ditempatinya mulai sekarang. Rumah itu memiliki dua kamar tidur, satu kamar mandi, ruang tamu dan juga dapur. Meski minimalis tapi cukup nyaman untuk mereka tinggal.
"Hasya mulai besok kamu mulai sekolah ya!" beritahu Mahera pada anaknya.
"Iya, apa ibu mengajar disana juga?" tanya Haruka.
"Tidak, Ibu mengajar disekolah lain."
"Oh iya, Sya. Mulai besok ibu juga akan sibuk mengajar privat. Kamu enggak apa-apakan jika sering ibu tinggal sendirian?" Mahera sedikit mengkhawatirkan putrinya.
"Ibu tenang aja, Hasya enggak apa-apa kok."
Haruka mengulas sedikit senyuman pada ibunya berharap bisa sedikit menenangkan hatinya.
"Baiklah."

***
Pagi hari yang cerah, Haruka memasuki gerbang sekolah barunya. SMA Pelita Negeri Jakarta adalah tempat belajar yang akan gadis itu tempuh dua tahun mendatang.
Beberapa orang melihat Haruka dengan tatapan lekat. Mungkin sebagian dari mereka terlihat bingung mengapa ada murid baru disekolahnya. Haruka hanya mengulas sedikit senyumnya pada beberapa orang yang menyapanya. Lalu gadis itu memasuki sebuah ruang guru untuk mengurus data kepindahannya.
"SALMAN NAILUN NABHAN!"
Haruka tersentak mendengar bentakan itu, dia melihat seorang guru tengah memarahi muridnya. Dilihat dari penampilan murid itu sepertinya dia seorang siswa berandalan. Baju seragamnya dikeluarkan dari dalam celana dengan kancing terbuka yang memperlihatkan kaos polos berwarna putih, sementara dasinya ia lilitkan dipergelangan tangannya.
Haruka hanya memperhatikan keduanya dengan diam.
"Kamu ini mau jadi apa salman? Tawuran dengan sekolah lain, dan membuat ulah dengan para guru disana itu sudah termasuk mempermalukan sekolahan kita!" Seorang guru berkacamata tengah memarahi murid lelaki didepannya.
"Bapak kalau tidak tahu permasalahannya jangan asal nuduh." Lelaki itu menanggapi ucapak gurunya dengan santai.
"Berani sekali kamu berbicara seperti itu!"
"Pak Yoga ada apa ini?" Seorang guru perempuan berjalan menghampiri keduanya dengan anggun.
"Bu Yasmin," sapa Pak Yoga dengan ramah.
"Inilah murid kesayangan ibu telah membuat sekolah kita malu." Adunya.
Bu Yasmin memerhatikan siswa didepannya dengan seksama, lalu menatap rekan kerjanya bergantian.
"Salman, maaf hari ini Ibu tak bisa membantumu." Bu Yasmin menepuk pundak muridnya dengan lembut.
"Pak Yoga saya permisi," pamitnya kemudian.
Haruka melihat guru itu menghampirinya
"Haruka Syahira?" tanya beliau.
Haruka beranjak dari duduknya dan mengangguk ramah.
"Saya sudah menerima data kepindahan kamu, untuk seragam olah raga, kamu bisa ambil sepulang sekolah nanti."
"Mari saya antar kamu ke kelas." Haruka pun mengikuti langkah guru barunya dengan cepat.
***
Haruka duduk disebuah kursi paling belakang, setelah memperkenalkan dirinya pada semua murid dikelasnya akhirnya Bu yasmin menyuruhnya duduk disebuah kursi yang masih kosong.
"Hey perkenalkan nama gue Alif," seorang murid lelaki duduk disampingnya.
"Haruka."
"Gue udah tau, kan tadi lo memperkenalkan diri didepan." Lelaki itu terlihat sedang menggoda Haruka.
"Apaan sih lo, Lif!" ucap seorang lelaki dengan menepuk punggung Alif.
"Nama gue Fawwas! Dan ini Adiva, pacar gue." ucap lelaki itu memperkenalkan dirinya.
Sedangkan perempuan bernama Adiva hanya tersenyum canggung padanya.
"Kalian itu ngapain sih kumpul dikursi gue?" tanya seorang lelaki yang baru saja tiba dikelasnya.
"Eh bos gimana?" tanya Alif dengan ambigu.
Lelaki itu memperhatikan Haruka tanpa menjawab pertanyaan temannya. Haruka yang melihat sosok lelaki itu pun terkejut, lelaki yang tadi dilihatnya di ruang guru sekarang berada dikelasnya.
"Siapa lo?" tanya lelaki itu.
"Dia Haruka murid pindahan dari Bandung, bro!" beritahu Alif padanya.
"Oh!" ucap lelaki itu
"Lo engga mau kenalan sama dia, bro?" tanya Alif penasaran. Tetapi lelaki itu hanya mengedikan bahunya.
"Haruka, ini Salman cowok berandalan disekolahan kita." Alif dengan sengaja memperkenalkan keduanya.
Haruka hanya mengangguk.
Tak lama guru  mata pelajaran pertama pun datang ke kelasnya. Pelajaran yang sangat Haruka benci dari jaman dulu, apalagi kalau bukan matematika.
"Baiklah murid-murid, hari ini karena pertemuan pertama kita setelah tahun ajaran baru, Bapak tidak akan memberikan kalian tugas!" ucap Pak Rizky.
Sontak semua murid berseru dengan senang.
"Tapi, Bapak akan membagikan kelompok untuk tugas merangkum pelajaran matematika kelas satu dan dua." Lanjut Pak Rizky. Semua murid pun bersorak kecewa.
"Baiklah, Satu kelompok terdiri dari dua orang."
"Kalau begitu, Bapak akan membagikannya sekarang." Pak Rizky pun membuka buku absennya dan mulai memanggil nama murid satu persatu.
"Alif satu kelompok dengan Adiva!"
Fawwas yang mendengar nama kekasihnya satu kelompok dengan sohibnya pun merasa cemburu dan tak setuju.
"Maaf pak, apa tidak sebaiknya Adiva satu kelompok sama saya?" Pinta Fawwaz dengan memohon.
"Kenapa Fawwas, kamu keberatan?" tanya Pak Rizky.
"Adiva pacar saya pak!" ucap Fawwas dengan lantang. Membuat seisi kelas bersorak padanya.
Pak Rizky menggelengkan kepalanya merasa gemas dengan tingkah para remaja masa kini.
"Sudah-sudah diam," ucap Pak Rizky menenangkan murid-muridnya.
"Tapi pak," sela Fawwas.
"Jika kamu merasa keberatan, tugas kamu akan saya tambah, mengerti!"
Fawwas pun terdiam tak bisa berkutik. Alif pun menertawakan tingkah temannya yang kekanakan. Sementara Adiva hanya menutup wajahnya karena merasa malu.
"Baiklah kita lanjut," ucap pak Rizky.
"Fawwas dengan Sarah,"
"Dan Salman satu kelompok dengan Haruka."
Haruka yang merasa namanya terpanggil pun menatap teman sebangkunya dengan lekat.
"Kenapa aku harus satu kelompok sama orang ini?" Tanyanya dalam hati
"Baik, semua kelompok sudah Bapak bagikan, untuk pengumpulan tugas bisa diserahkan minggu depan!" Setelah mengucapkan itu, Pak Rizky pun meninggalkan kelasnya.
"Alif pokoknya lo harus tukeran sama gue!" Fawwas masih tak terima jika kekasihnya sekelompok dengan Alif.
"Lo kenapa sih takut banget? Engga bakal gue rebut tuh si Diva tenang aja," sahut Alif penuh keheranan.
"Lo bisa tukeran sama gue kalo mau, Div!" ucap seorang gadis berkacamata pada Adiva.
"Tuh benar, kamu tukeran sama Sarah aja, ya!" bujuk Fawwas pada Adiva.
"Sudahlah Fawwas hanya tugas kelompok, kamu tidak perlu secemas ini." Adiva mengangkat suaranya. Dia merasa Fawwas kali ini sudah keterlaluan.
Haruka hanya memperhatikan tanpa berani ikut bergabung. Sementara Salman, lelaki itu memilih untuk tidur dengan kepala ditutupi sebuah buku pelajaran.
Haruka harus segera menyesuaikan dirinya dengan teman-temannya sekarang, dia tak mau menjadi introvert yang bukan termasuk sifat aslinya. Perlahan gadis itu memundurkan kursinya berharap suara gesekan itu tak membangunkan Salman. Kemudian Haruka menghampiri Sarah yang tengah membaca novel.
"Kamu sarah, kan?" tanya Haruka berbasa-basi.
Gadis itu mengangguk dan menutup novelnya.
"Aku mengganggu ya?" ucap Haruka merasa tak enak.
"Engga, ada perlu apa?" tanya Sarah kemudian.
"Kamu mau temenin aku ke kantin gak? Aku tadi pagi belum sarapan," ucap Haruka dengan ragu
Sarah yang mendengar itu pun segera membawa Haruka keluar kelasnya. Mereka berdua berjalan ke kantin dengan bergandengan tangan. Beberapa pasang mata memperhatikan kedekatan mereka, dan itu semua membuat Sarah merasa tak nyaman.
"Sarah kamu tidak apa-apa?" tanya Haruka.
"Maaf Haruka, aku hanya bisa mengantarkan kamu sampai sini," kemudian gadis itu meninggalkan Haruka sendirian.
Haruka yang merasa ada keanehan dengan teman barunya itu pun memilih untuk membeli beberapa roti dan jajanan dan membawanya ke kelas untuk dimakan bersama dengan Sarah.
"Sepertinya aku harus berteman akrab denganya."







You Never Walk AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang