Our First Conversation

2.2K 297 8
                                    

Choi Soobin, tengah mengawasi murid-murid yang kira-kira tak berseragam lengkap di depan gerbang. Wajah dinginnya membuat mereka segan dan takut. Untuk hari ini, sepertinya buku sakral itu terlihat bersih. Ia berjalan santai menuju lapangan untuk bersiap melaksanakan upacara mingguan.

Berdiri di paling belakang, seperti biasa. Yang tak biasa adalah, di depannya kini berdiri seseorang yang katanya paling ia tak suka selama dua bulan terakhir ini. Choi Yeonjun.

Terlihat adanya buliran peluh meluncur cantik dari pelipis menuju leher yang mulusnya luar biasa. Tidak, itu bukan keringat normal. Terlalu banyak. Gerak tubuhnya pun menggelisahkan. Yeonjun menelan ludahnya kasar. Bibirnya memucat dan kepalanya terasa pusing. Dan sedetik kemudian, kesadarannya menghilang. Tubuhnya terjatuh melimpung.

Spontan saja Soobin menggapai tubuhnya. Menyadari ada sesuatu yang salah, para murid mengalihkan atensinya ke arah sumber. Soobin kelabakan, dengan terpaksa ia menggendong tubuh Yeonjun dan membawanya ke ruang kesehatan sesegera mungkin. Baik Beomgyu maupun Kai, mereka saling bertukar pandangan dengan kondisi wajah yang cengo. Teriakan tertahan para murid perempuan terlepas saat melihat adegan manis tersebut. Untung saja, beberapa guru berhasil mengembalikan situasi menjadi kondusif.

Setibanya di ruang kesehatan, Soobin meletakkan tubuh Yeonjun di ranjang. Ia berdecih kesal. Mengapa harus dia yang membawa pemuda ini. Ia mengusak rambutnya kasar.

"Nghh"

Suara leguhan itu mengalihkannya. Ia tatap wajah yang tampak sedang menahan rasa sakit itu. Berhembuslah nafas berat darinya.

"Dasar menyusahkan."

Ia mencari petugas kesehatan, namun entah mengapa hari ini tampak kosong. Meminta tolong para guru tidaklah mungkin. Mereka tampak khidmat. Sekali lagi, dengan berat hati ia yang harus turun tangan. Ia rendam kain kasa ke dalam air lalu memerasnya. Dengan lembut ia usapkan kain itu ke wajah dan leher Yeonjun yang tampaknya belum sadar juga.

Sejenak ia terpana dengan betapa rupawannya makhluk dihadapannya ini. Mata monolid yang memanjang seperti rubah, hidung mancung, bibir yang...

GULP

Kedua maniknya terhenti di bagian itu. Pikirannya melalang buana. Ia membayangkan bagimana rasa dari bibir merah bak cherry itu. Tebal dan terlihat kenyal. Tanpa sadar ia menggigit bibir bawahnya seolah sedang merasakan sesuatu.

'Apa yang kau pikirkan, Choi Soobin?' ia menggelengkan kepalanya cepat.

Setelah selesai, Soobin duduk di kursi yang berada di samping ranjang. Sebisa mungkin ia tak membiarkan matanya melihat ke arah Yeonjun.

"Unghh, i-ini di man-- Eh!" Yeonjun tersadar.

"Baguslah jika sudah sadar..."
Soobin mendirikan tubuhnya dan mulai melangkah keluar. Tapi Yeonjun berhasil menggapai lengannya.

"Kau yang membawaku kemari?" Tanyanya.

"Menurutmu?" Balas Soobin tanpa membalikkan tubuhnya.

"E-err, terima kasih banyak... Soobin-ssi" ujar Yeonjun.

"Sudah?"

"Eh?"

"Jika sudah selesai, bisa kau lepaskan? Aku tak mau berlama-lama di sini denganmu." ujarnya. Segera saja si rubah melepaskan genggamannya.

Soobin tanpa banyak bicara langsung pergi meninggalkan dirinya. Yeonjun terkekeh kecil. Meski respon Soobin sangat dingin dan terkesan tak bersahabat, ia senang. Akhirnya, setelah sekian lama ia bisa berbicara dengan dirinya. Karena, Yeonjun tahu jika Soobin tak pernah berbicara dengan siapapun selain dengan kedua temannya dan para guru.

Fuck! I Love You... (SooJun/ END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang